Rahim Bayaran #18
oleh sept September
"Pulang kapan?" Bukannya menjawab pertanyaan Denis, Agam balik tanya.
"Cih ... lagian seneng banget ngusir adik sendiri, lagian gak ada Mbak Agata juga. Denis mau nginep sampek kuliah masuk. Lumayan ... di sini ada hiburan." Tanpa sadar, Denis tertawa penuh arti.
"Hiburan?" Alis agas langsung menungkik. Otaknya mulai berpikir.
"PS Mas ... PS!" kelit Denis langsung pergi. Sebelum pergi, ia melempar senyum sumringah pada Dira.
Melihat hal itu, Agam langsung menarik tangan Dira.
Mereka berhenti tepat di depan dapur. "Ingat! Jangan pernah tersenyum sama Denis!"
Dira bengong sesaat, kenapa ia tak boleh tersenyum? Sejak kapan manusia dilarang senyum pada sesama?
Meski tidak pandai sekali dalam hal agama, setidaknya Dira tahu. Senyum itu adalah ibadah dan sedekah paling mudah. Gimana sih Mas Agam ini? Masa orang mau sedekah dilarang-larang.
"Memangnya kenapa, Mas?"
"Jangan pura-pura tidak tahu!" nadanya ketus. Agam memang pintar membuat orang lain langsung masam.
Tidak tahu alasan mengapa tidak boleh senyum pada Denis, Dira pun mau tak mau ikuti saja titah suaminya itu. Bila tidak, ia akan mendengar pria itu marah-marah. Telinga Dira sampai terasa panas, kalau Agam sering marah pada dirinya.
Setelah mewanti-wanti Dira, kini Agam masuk dalam kamarnya. Ditutupnya pintu agak kencang, tidak tahu mengapa. Semenjak kehadiran Dira di rumah ini, ia jadi sering marah-marah.
Beda sekali saat sebelum ada Dira, Agata dan Dira. Bagai bumi dan langit. Yang satu sangat mengerti inginnya tanpa diberi tahu. Satunya lagi selalu minta dipandu biar tahu.
Ah, kesal. Ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Lelah habis perjalanan jauh, ia ingin menutup mata barang sejenak.
Hingga tidak terasa, tubuhnya yang kelelahan itu akhirnya beristirahat. Jiwanya sudah melayang ke alam mimpi.
Pria itu baru bangun saat malam tiba, "Bi, semua orang ke mana?"
"Siapa, Tuan?"
"Dira sama Denis?"
"Non Dira masih di kamarnya, setelah makan makan malam tadi. Terus Mas Denis keluar sebentar, katanya ingin membeli sesuatu."
"Oh ... ya sudah!"
"Apa Tuan mau makan malam? Tadi Tuan belum sempat makan, kan?"
"Tidak, terimakasih!"
Karena rumah nampak sepi, Agam yang juga malas makan itu pun. Memutuskan masuk lagi ke kamarnya.
Gerah, ia pun mandi. Sambil menguyur tubuhnya dengan air yang menyegarkan itu. Ia bersenandung, rupanya tidur tadi membuat otaknya lebih fresh. Buktinya ia kini tak gusar lagi.
Habis mandi, kini perutnya terasa lapar. Dilihatnya jam yang bertenger di tembok kamar. Sudah pukul sebelas malam.
Tidak ingin membangunkan si Bibi, Agam mencoba mencari sesuatu di dalam kulkas dan dapur.
Ada opor ayam yang sudah dingin, dan lontong di atas meja. Malas makan itu, mau pesan makanan juga sudah larut.
Akhirnya ia mencari camilan saja. Hanya ada sosis dan roti, ah malas sekali. Ia ingin makan sesuatu, tapi bukan itu.
"Mau makan, Mas?"
Suara itu hampir membuat jantung Agam copot.
Gengsi, Agam bilang ngak lapar.
"Ngak, siapa yang mau makan. Cuma mau minum juga!" Setelah mengambil sebotol air mineral dari dalam kulkas. Agam meninggalkan dapur. Membiarkan Dira seorang diri di sana.
Baru mengunci pintu, telinganya menangkap suara orang yang sedang berbicara di luar. Yakin itu pasti cunguk yang baru pulang atau malah baru bangun tidur, Agam pun mencoba menempelkan telinga di pintu kamarnya. Ia sedang bersiap untuk mencuri dengar alias menguping.
Detik berikutnya ia malah mendengar suara wanita tertawa renyah. Sial! Ia hafal pemilik suara itu, kesal tak mampu menahan lagi. Ia pun langsung ke luar kamar.
Dilihatnya Dira dan Denis sedang makan Kentucky ayam goreng kriuk. Keduanya makan sambil bercanda.
"Kalian berisik sekali, menganggu orang tidur saja!" cibir Agam tentunya dengan muka masam.
"Mas ... ayamnya banyak loh. Mau?" tawar Denis yang tak mengubris ekspresi tuan kulkas itu.
Denis malah seolah-olah memanas-manasi Agam. Dengan sengaja menyodokan semua ayam itu ke depan Dira.
"Buat kamu semua, Mas Agam gak lapar. Sepertinya ia hanya mau makan orang!" Karena sudah kenyang, Denis pun meninggalkan dapur. Semua ayam yang masih banyak itu ia kasih ke Dira.
Untuk mengambil hati gadis, suap dengan banyak makanan enak. Pikir Denis. Sambil melewati Agam, ia tersenyum tipis.
Lepas Denis pergi, Agam malah duduk di sebelah Dira.
"Jangan banyak-banyak makan ini, kolestrol. Lihat, banyak minyaknya!" serunya sambil menunjuk serpihan kriuk yang berminyak. Namun tangannya malah meraih sepotong sayap nan gurih itu.
Dira yang melihatnya hanya tersenyum tipis, bilang saja kalau Mas Agam juga mau. Gitu aja alasan kolestrol. Cih, Dira pun hanya memperhatikan. Dan berhenti makan.
"Kenapa gak dimakan?" tanya Agam yang baru sadar bila Dira berhenti makan ayamnya.
"Dira kenyang, Mas Agam saja yang makan. Sepertinya Mas lapar."
"Sok tahu! Siapa bilang!"
Bibir Dira langsung mengkerut, Agam ini umurnya saja yang banyak. Sikapnya seperti anak kecil, tidak mau kalah dan disalahkan.
Tidak terasa, satu keranjang ayam goreng kentucky sudah berhasil Agam habiskan, plus dengan sambal pedas di tambah bon cabai.
Kini perut pria itu pun terasa tidak nyaman. Berkali-kali ia ke kamar mandi pada saat tengah malam.
Capek juga BAB berkali-kali, kini tubuhnya lemas. Ini gara-gara saos dicamput bon cabe. Membuat ususnya serasa terbakar.
Ingin dibuatkan teh hangat, dari pada membangunkan Bibi. Agam memilih mengetuk pintu kamar Dira.
"Dira ... Dira!" panggilnya lirih, agar tak membangunkan penghuni rumah yang lain.
Dira pun menajamkan pendengaran, ketika ada suara lirih di depan kamar. Hatinya jadi bertanya-tanya, siapa gerangan?
Penasaran, ia pun membuka pintunya. Baru di buka, eh Mas Agam hampir jatuh ke arahnya.
"Mas ... Mas, Mas Agam!"
Melihat tubuh atletis itu terhuyung, Dira lantas membantu memapah Agam ke dalam.
"Mas kenapa?" Dira lantas memegang dahi pria tersebut. Agak hangat.
"Mas Agam sakit? Bentar, Dira panggil Mas Denis. Biar diantar ke Dokter." tambahnya kemudian. Baru akan berdiri, tangan Agam menarik tangan Dira.
"Ngak usah, sepertinya saya salah makan." suaranya terdengar lirih tak sekuat biasanya.
"Terus ...? Bentar Dira ambil kotak obat!" Dira pun ke luar mencari kotak P3K.
Sambil menunggu Dira datang, Agam yang sudah lemas karena tiba-tiba diserang diare. Memilih merebahkan tubuhnya.
Begitu Dira masuk kamar, ia heran. Mengapa Agam tidur di atas ranjangnya? Dan lihat, pria itu bukan pingsan. Tapi tidur, terdengar dari dengkuran lembut, pelan dan berirama.
Dira lantas mengamati wajah yang tampan itu sambil mencari obat sakit perut yang ada di pangkuannya. Tak bosan-bosannya ia melirik ke wajah Agam, kalau diam dan tak ngomel-ngomel. Asli, Agam makin membuat ia terpikat.
Bagaimana bisa ia tidak tertarik dengan mahluk tuhan yang paling anu itu. Ah, tanpa sadar bibir Dira mengulas senyum.
Tidak terasa hari sudah berganti, matahari sudah muncul dengan berani. Menyinari semua mahluknya dengan sinar yang hangat.
Seberkas cahaya itu juga tak luput menerobos kamar Dira, masuk lewat jendela yang sudah terbuka lebar.
Agam mengerjap, ketika sinat itu menyilaukan mata. Ditatapnya langit-langit kamar.
"Ini bukan kamarku!" batinnya saat matanya mulai terbuka sempurna.
Sadar kalau sudah salah kamar, Agam langsung beranjak. Di luar samar-samar ia mendengar suara Denis yang mendekat. Takut ketangkap basah, dan ketahuan tidur di kamar Dira. Dengan seribu langkah Agam pun mencari tempat persembunyian.
Kriettt saat pintu akan dibuka, Agam langsung masuk ke dalam lemari.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Elizabeth Yanolivia
mengkerut = mengerut
2024-05-31
0
Elizabeth Yanolivia
nah ini yang bener GAK bukan NGAK 🤣
2024-05-31
0
Elizabeth Yanolivia
mengubris = menggubris 😂
2024-05-31
0