Rahim Bayaran #6
oleh Sept September
Mau terus melangkah tapi kakinya terasa berat, seakan uji nyali ketika Agam meminta dirinya mengikuti ke kamar pria tersebut.
Apa Dira tidak salah dengar? Pria berparas tampan dan penuh wibawa itu mengajaknya pergi ke kamar utama? Sepanjang jalan menuju kamar Agam, Dira pun benar-benar tak bisa berpikir. Otaknya mendadak kram tak bisa memikirkan suatu apapun.
"Masuklah!" seru Agam sembari membuka pintu kamar lebar-lebar.
Ragu bercampur canggung, Dira akhirnya masuk juga ke dalam kamar milik Agam dan Agata tersebut.
Gadis kampung itu langsung berdecak kagum, saat melihat isi di dalam kamar Agam.
"Ini kamar atau toko?" gumam Dira sembari kedua matanya terus memindai banyak benda di sekitarnya.
Ada banyak sekali lemari kaca, persis seperti di toko-toko yang pernah ia lihat di TV. 'Lihat itu!' serunya dalam hati ketika melihat koleksi tas branded milik Agata.
'Dan itu!' Mata Dira berbinar-binar ketika melihat barisan sepatu kaca berjejer rapi dan cantik sekali.
Dira sampai heran, istri pertama suaminya itu seperti apa. Mungkin sangat cantik seperti artis ibu kota, pikirnya.
Tak butuh waktu lama, rasa penasaran Dira akhirnya terjawab sudah. Di samping ranjang. Di atas nakas, terdapat pigura berbentuk hati.
Di dalam pigura warna merah maroon itu, ada potret wanita cantik sekali sedang memeluk Agam. Serasi, satu cantik dan satu ganteng. Ups, dira keceplosan. Ia memuji-muji suaminya sendiri.
'Sadar Dira, ini hanya pernikahan kontrak. Dia memang suamimu, tapi bukan milikmu. Dia menikahimu hanya untuk meminjam rahim yang kamu miliki. Sadar Ra ... sadar!' Dira terus membatin. Mengeleng kepala pelan. Mencoba membuang jauh-jauh pikiran yang bukan-bukan.
"Dira!" panggil Agam, membuat Dira yang kala itu sibuk dengan keterkagumannya langsung pulih kembali.
"I ... iya!"
"Ke mari!" Agam mengerakkan telunjuk kanannya untuk meminta gadis itu mendekati dirinya.
Tanpa membantah, bagai kerbau dicucuk hidungnya. Dira mendekat tanpa perlawanan.
'Mengapa wajahnya selalu ketakutan bila dekat denganku?' batin Agam yang menatap Dira lekat-lekat.
"Duduklah!"
Agam pun menepuk bibir ranjang yang ada di dekatnya.
"Duduk di sana?" Seolah tidak percaya, Dira membuka mata lebar-lebar.
"Ke mari. Aku yakin akan aneh bagi kita melakukan hal itu sebelum ..." Kata-kata Agam terputus sejenak.
Ia mengambil napas panjang, kemudian melanjutkan kata-katanya kembali.
"Aku rasa, mari lakukan secepatnya, kamu juga ingin segera berjumpa dan berkumpul dengan ibumu lagi, kan?"
Dira langsung mengangguk cepat, seakan-akan sependapat dengan Agam. Ia juga ingin kontrak ini segera selesai.
Melihat Dira yang sepertinya kini sejalan dengan kemauan Agam. Maka Agam pun menyuruh Dira segera melepas pakaiannya.
"Buka bajumu!"
Jleb
Tubuh gadis itu bagai tersetrum aliran listrik, ketika Agam memintanya untuk melepas pakaian yang ia kenakan. Malu, takut serta canggung.
'Bagaimana ini, Ibu?' ratapnya lirih. Selama ini ia tak pernah berurusan dengan spesies bernama laki-laki.
Sejak balita Bapaknya merantau tak pulang-pulang. Kabar burung mengatakan, bahwa Bapaknya sudah menikah lagi di Kalimantan.
Bila dekat, mungkin Dira akan menyusulnya. Sama seperti saat ia mencari ibunya.
Sayang, Kalimantan terlalu jauh. Dira tak yakin uangnya akan cukup untuk menyusul dan mencari bapaknya.
Ditambah lagi, ibunya justru tidak peduli. Bapaknya itu masih hidup atau mati. Mungkin karena sakit hati, membuat wanita tersebut begitu memendam benci terlalu dalam terhadap suaminya.
"Dira! Kamu dengar saya, tidak?"
Lagi-lagi Agam membentak dengan kasar. Pria itu marah lantaran Dira hanya diam terpaku, tak membuka baju seperti apa katanya.
Agam tak tahu, betapa malunya saat ini gadis itu. Ia tak pernah menanggalkan baju di depan siapa pun, tak satu pun. Kecuali saat ia mandi.
"Apa kamu mau saya melepasnya dengan paksa?"
Dag dig dug der
Makin menjeritlah hati Dira saat ini. Tanpa sadar ia mengunakan tangan untuk menutupi bagian tubuhnya. Seolah menjadi perisai agar Agam tak macam-macam pada dirinya.
Tapi tunggu, bukankah kini Agam bebas melakukan apa saja terhadap dirinya?
Mereka sudah sah, walau hanya di mata agama. Tapi Dira sudah sangat halal untuk pria tersebut. Ah, gadis polos itu Makin meragu.
Karena tidak bisa mundur lagi, detik berikutnya Dira memberanikan diri. Perlahan ia duduk, mengatur napas kemudian mencoba membuka kancing piyama yang ia kenakan.
Agam tersenyum sinis, ketika melihat tangan gadis itu bergetar membuka kancing demi kancing piyama yang ia kenakan.
Matanya menatap remeh pada Dira, ibunya saja wanita penghibur. Anaknya pasti juga memiliki bakat yang sama, batin Agam sembari menikmati pemandangan di depannya.
Melihat Dira gemetaran cukup membuatnya terhibur. Sejak pagi moodnya buruk sekali, tapi kini. Bibirnya sudah bisa mengulas senyum ketika melihat Dira dengan ekspresi yang tak biasa itu.
Lucu, sangat lucu. Bagi pria sejenis Agam. Dira pandai betul berakting gemetaran. Nervous! Dam!!! Gadis itu benar-benar licik!
Agam terus saja mengumpulkan prasangka buruknya terhadap Dira.
"Lama sekali!" cibir Agam yang melihat Dira nampak ragu-ragu untuk membuang pakaian yang sudah tak terkancing itu.
Bagaimana mau dibuang, Dira sangat malu bukan main. Ia tak berpakaian hanya saat di kamar mandi dan waktu bayi!
"Boleh pinjam selimut?" Dira melirik kain selimut warna merah muda yang ada di sisi lain ranjang.
Kesal, Agam meraih selimut itu dan melempar tepat ke arah Dira.
Buggh
Selimut tebal nan lembut itu berhasil mendarat di wajahnya.
Tak berani protes karena aksi kasar Agam, Dira pun membungkus tubuhnya dengan kain selimut itu. Lalu meletakkan piyamanya di atas kursi di dekatnya.
"Mau tidur dengan memakai selimut tebal itu?"
Agam mendesis, kemudian dengan sengaja mematikan AC di dalam kamarnya.
"Rasakan!" ucapnya lirih, seperti mendapat mainan baru. Pria dewasa itu kini mulai main-main dengan anak kecil.
Ya, anak kecil! Dira bahkan pantas menjadi putrinya.
"Tidurnya!" Dengan kembali memasang muka dingin, Agam merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
'Mengapa AC-nya dimatikan? Kamar ini jadi panas sekali!' keluh Dira namun Tak berani bersuara.
"Apa masih mau memakai selimut itu?" sindir Agam yang tahu pasti bahwa Dira kini kepanasan. Terlihat jelas dari bulir bening di dahi gadis bau kencur tersebut. Keringat dingin campur kepanasan.
"Tidak apa-apa, tidak panas kok," kelit Dira, padahal ia sudah seperti dipanggang di atas kompor. Gerah sekali, sekujur tubuhnya sudah bermandikan keringat.
Tahu bahwa anak nakal itu sudah berani berbohong, Agam lantas menarik langsung kain selimut yang menutupi tubuh Dira.
"Agrrhhh!" Dira menjerit keras, membuat gendang telinga Agam langsung mendengung.
Reflek, gadis itu menarik lagi kain selimut yang semula ditarik oleh Agam.
"Cih!" Agam kembali mendesis. Rupanya Dira mengajak dirinya main-main. Oke Dira! Elu jual gue beli.
Bug bug
Mata Dira terbelalak ketika melihat Agam melempar semua pakaian yang dikenakan pria itu.
Kaos oblong, celana pendek Agam sudah melayang di atas lantai. Semua tercacar berantakan. Bila bisa pingsan, Dira ingin pingsan saat itu juga.
Bersambung
Bisa jadi, benci adalah awal dari rasa cinta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Erna Yunita
sat set...... hmmmm mana bisa begitu
2024-10-22
0
Elizabeth Yanolivia
tercacar = tercecer
2024-05-28
0
Elizabeth Yanolivia
tidurnya = tidurlah
2024-05-28
0