Rahim Bayaran #10
Oleh Sept September
Saking nyenyaknya tidur, Dira baru bangun tepat tengah malam. Jam dua belas lebih satu menit.
Kruk kruk kruk
Tiba-tiba terdengar suara yang tidak asing di telinga. Orkestra di dalam perut Dira sudah mulai membuka konser. Perutnya terasa keroncongan, ini karena gadis kampung itu melewatkan makan malam.
Sejenak Dira mencoba menahan rasa lapar itu, tapi makin lama perutnya makin perih. Tidak tahan lagi, Dira lantas memutus untuk ke dapur saja.
Mau mencari sesuatu untuk dimakan. Hati-hati sekali dia dalam melangkah, takut menimbulkan suara yang membuat bangun para penghuni rumah.
Setelah mengendap-ngendap seperti maling ayam. Matanya langsung berbinar-binar saat memindai meja di dapur. Sepertinya Bibi sangat pengertian. Karena di atas meja ada hamburger dan kentang goreng.
Asikkk, kebetulan sekali ia sangat lapar. Meski lidahnya lebih suka gado-gado dari pada makanan yang berbahan roti isi daging itu.
Karena sangat lapar, tidak butuh waktu lama. Satu burger king dan kentang goreng satu piring ia habiskan sendiri.
"Alhamdulillah," ucapnya lalu berdiri. Baru berbalik, hampir saja jantungnya copot.
"Astaga! Mas ... siapa?" Dira menatap aneh pada pemuda yang berdiri di depannya. Seorang pria dengan tinggi seperti pemain basket.
"Kamu yang siapa? Eh! Kamu makan burger di situ?" Pemuda itu menatap meja yang kosong. Denis menatap sebal pada Dira. Baru ditinggal beberapa menit ke kamar mandi, eh ada yang memakan makanannya.
"Itu punya, Mas?" Si Dira merasa tak enak, karena salah memakan makanan milik orang lain.
"Kamu pikir makanan turun dari langit?" cibir Denis dengan gusar.
Karena memang salah, Dira hanya bisa menundukkan wajah. "Maaf!" ucapnya lirih.
Denis lantas menatap Dira dari atas sampai bawah. "Saudara Bibi di kampung, ya?" tebak Denis. Karena Dira belum menjelaskan siapa dia.
Ingat perjanjian dengan Agam. Bahwa pernikahan ini harus dirahasiakan. Maka Dira langsung mengangguk.
"Masih sekolah?"
"Sudah lulus."
"Sudah lama di sini?"
"Baru."
"Kerja yang bener, masalah burger. Sudah, jangan pikirin!" Denis pun ke ruang tamu. Sejak tadi ia rebahan di sofa yang ada kursi pijatnya itu.
'Pantas, kamar tamu tadi ada orangnya. Rupanya ada saudara Bibi,' gumam Denis.
Satu jam yang lalu ia baru sampai, hanya membangunkan penjaga rumah. Agam belum tahu kehadiran Denis.
Adik tiri Agam itu memang suka datang dan pergi sesuka hati. Seperti jailangkung, pulang pergi tanpa diantar dan dijemput.
Pemuda yang masih duduk di bangku kuliah itu, hobby main-main. Melakukan apapun sesuka hatinya. Seperti saat ini, tidak ada angin dan hujan, malam-malam datang ke rumah Agam.
Pagi hari. Kediaaman Agam pagi-pagi sudah gaduh sekali.
Suasana sangat berisik di ruang tamu. Denis menyalakan musik metal dengan volume sangat kencang. Membuat semua penghuni rumah terusik semua.
"DENISSS!"
Teriak Agam, ia tahu betul tabiat adiknya itu. Selalu muncul dengan membawa keributan.
Klek
Tangan Agam langsung menekan tombol off pada benda yang mengeluarkan suara bising tersebut.
"Hehehe ... sudah bangun Mas?" tanyanya tanpa rasa bersalah. Sebuah senyum sumringah ia sajikan untuk kakaknya.
Hubungan mereka sangat dekat, meski lahir dari ibu yang berbeda.
"Kapan datang?"
"Semalam."
Sementara itu, Dira dengan rambut yang diikat sembarang. Berdiri diam terpaku tak jauh dari sana. Dari apa yang ia tangkap, lewat pembicaraan dua pria itu. Sepertinya, Agam memiliki hubungan kekerabatan dengan pemuda yang semalam burger miliknya ia makan.
"Non Dira mau teh?"
Tubuh Dira melonjat kaget. Ia terkejut, Bibi tiba-tiba muncul di belakangnya.
Dua orang yang sedang bicara tak jauh dari posisi Dira berdiri pun menoleh ke arah Dira.
"Hai!" Denis melambai ke arah Dira, bila semalam ia sempat marah karena burgernya diembat Dira. Tidak pagi ini, senyumnya merekah merona, ia lempar ke pada gadis cantik meski belum mandi tersebut.
Sementara itu, mata Agam melotot tajam ke arah adiknya.
Tanpa peduli pada Agam, sang Kakak. Denis ngelonyor ke arah Dira.
"Siapa namamu?"
Dira hanya mampu menelan ludah. Agam sendiri juga nampak berpikir. Ini di luar kendali, cunguk itu mengapa juga tiba-tiba main ke rumah? Kesal, Agam langsung menyeret lengan adiknya.
"Mas mau ngomong penting, sini!"
Tanpa ba bi bu, Agam berusaha menjauhkan Dira dari jangkauan Denis. Si bandel dan tukang usil.
Kini keduanya ada di ruang kerja Agam yang terletak antara kamar dan ruang makan.
"Ada apa, Mas Agam?"
Agam mencari alasan, otaknya kini ia peras untuk mengelabuhi Denis agar tidak merusak semua rencananya dengan Agata.
"Bagaimana kuliahmu?"
'Apa? Hanya tanya masalah kuliah saja sampai dibawa ke ruangan ini? Bicara di luar kan bisa!' batin Denis.
"Baik Mas!"
"Baik bagaimana?"
"Ya baik!"
Kesal dengan adiknya, Agam langsung menonyor pundak Denis.
"Selesaikan kuliahmu, dan seriuslah! Bantu Mas di perusahaan!"
"Jih ... Mas mau Denis ditendang Mama?"
Mama yang dimaksud Denis adalah ibu kandung Agam. Sebab Mama Denis yang sesunguhnya sudah meninggal saat melahirkan Denis.
Kelahiran Denis di keluarga Salim Wijaya, merupakan petaka bagi keluarga konglomerat itu. Bahkan status pemuda itu masih samar. Lahir dari istri ke dua, membuat Denis disembunyikan statusnya.
Hanya nama belakang yang sama, selebihnya keberadaan Denis tak dianggap. Hanya Agam yang peduli dengannya selama ini. Mungkin kasihan, atau bahkan iba. Juga kakak iparnya itu, Agata.
"Ngomong-ngomong Mbak Agata ke mana, Mas? Apa masih tidur?"
Agam sempat menegang sejenak, kemudian kembali mencari alasan.
"Ada tender di Bali. Mungkin akan di sana beberapa hari."
"Ish ... Masih aja nyuruh istri kerja!"
Toeng!
Agam kembali menonyor tubuh adiknya itu. Membuat Denis terkekeh.
"Kapan kalian akan punya anak? Kalau sama-sama sibuk seperti ini?" tambahnya lagi, membuat Agam tambah kesal.
"Sudah-sudah! Keluar sana!" ujar Agam namun bibirnya tersenyum tipis.
Denis pun bangkit dari kursinya. Tapi sebelum pergi ia berbalik sejenak.
"Mas, anak baru itu siapa namanya?"
Seketika manik mata Agam menungkik tajam.
"Jangan ganggu Dira!"
"Oh ... namanya Dira." Sebuah senyum terkembang di bibir pemuda tampan itu. Seolah ia sudah memiliki sesuatu di dalam kepalanya.
"Jangan aneh-aneh!" ujar Agam yang melihat senyum adiknya. Ia seolah mengerti arti senyuman itu.
"Aneh? Aneh kenapa? Kebetulan ... Denis lagi kosong!"
Kosong? Berarti adiknya kini sedang jomblo. Gawat! Agam mulai ketar-ketir. Bagaimana bila Denis mulai mendekati istrinya itu?
"Jangan berharap! Dia sudah punya pacar!" cetus Agam dengan asal, demi melindungi miliknya agar tak diganggu sang adik.
"Kan janur kuning belum melengkung!" jawab Denis dengan asal.
Agam ingin marah, otaknya sudah mengepul sejak tadi. Menghadapi Denis sungguh menguji kesabaran!
Bersambung
Hanya karena pernyataan cinta mungkin tak diterima, tidak berarti bahwa perasaan itu tidak berharga untuk dinyatakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Erna Yunita
semprot aja terus.... biar meleduk
2024-10-22
0
Elizabeth Yanolivia
menungkik = menukik
2024-05-29
0
Elizabeth Yanolivia
menonyor = menoyor
2024-05-29
0