Rahim Bayaran
Oleh Sept September
Susah payah gadis dengan tinggi di bawah rata-rata itu menelan ludahnya sendiri. Perasaan cemas campur was-was kini menjalar di sekujur tubuhnya yang mini.
Malam ini, pria yang baru ia nikahi kemarin, akan melakukan misi pertamanya. Karena tadi pagi, Agam sudah memberikan warning padanya. Sebentar lagi, Dira harus menampung benih itu. Ya, bila berhasil dan benih itu tumbuh. Maka hitungan bulan Dira akan bisa lepas dari semua jeratan yang mengikat dirinya.
Dengan satu syarat, ia juga harus melepas calon anak yang nantinya ia lahirkan. Ini tidak sulit, pasti akan mudah. Melahirkan, dibayar terus menghilang dengan banyak uang yang dijanjikan oleh Agam.
Akan tetapi yang sulit bagi Dira saat ini adalah bagaimana memulainya. Berpacaran saja tidak pernah, lalu bagaimana nanti saat Agam mulai mendekati dirinya?
Terbiasa hidup dengan Nenek, didikan wanita yang sudah tua renta itu sudah melekat di kepala Dira. Sebagai seorang wanita, harus pintar menjaga diri agar tak merugi nantinya.
Selama ini, Dira selalu mematuhi petuah orang yang merawatnya dengan penuh kasih tersebut. Dira malah kelewat menjaga diri, hingga tidak punya teman laki-laki satu pun. Dan lihatlah saat ini, ia malah dilanda serangan kecemasan berlebihan.
Mungkin juga ia merasa sedikit takut, sebab Agam terlihat seperti orang yang pemarah. Sikapnya yang dingin serta bicaranya yang selalu keras padanya. Bagaimana nanti bila pria itu berbuat kasar padanya? Dira pun mulai bergidik ngeri. Termakan dengan bayang-bayangannya sendiri.
Sedangkan di luar sana, karena tak kunjung dibuka, Agam yang semula mengetuk pintu langsung mengedor-ngedor pintu kamar Dira. Kesal juga dirinya, mengapa pintu dikunci dari dalam?
Sedangkan di dalam kamar, Dira kaget bukan main ketika kamarnya di gedor-gedor sekeras itu.
Tadi memang sengaja ia kunci pintu dari dalam, jujur. Gadis itu sangat takut malam ini. Takut pada pria yang bernama Agam itu.
Takut akan apa yang akan terjadi malam ini, Dira itu gadis yang polos nan lugu. Bersentuhan dengan lawan jenis saja tak pernah. Dira lagi-lagi mondar-mandir seperti setrikaan. Kesana kemari dengan perasaan tak tentu.
Saat Agam mulai meneriakan namanya, barulah ia langsung membuka pintu kamarnya.
"Kenapa dikunci?" Sorot mata itu menatapnya dengan sangat tajam, membuat Dira semakin was-was.
"Itu ... itu."
Gadis yang belum genap dua puluh tahun itu tak bisa menjawab saat Agam bertanya pada dirinya. Mendadak ia jadi gadis gagap. Gerogi campur takut, membuat lidahnya keluh.
Tak ada kata yang lolos dari bibirnya, ia malah mengigit bibir ranum itu. Membuat perhatian Agam teralihkan, kini ia malah menatap Dira dengan tatapan aneh.
'Apa dia sedang menggodaku? Mengapa mengigit bibirnya seperti itu? Aku kira dia gadis lugu! Ah, aku keliru!' batin Agam sembari mengunci pintu.
Deg
Jantung Dira seperti dipasang boom, sebentar lagi akan meletus dan Duarrr!
Suara pintu yang terkunci membuat bulu kudunya berdiri. Belum apa-apa, Dira sudah meremang duluan. Seketika hawa dingin langsung terasa, karena Agam menyalakan AC.
"Mengapa tak dinyalakan? Kamu tidak gerah?" tanya Agam sembari meletakkan remote AC di atas nakas.
"Saya lebih suka angin jendela, Tuu ... aa Mas!" Hampir salah ucap lagi.
Agam melirik sebentar, kemudian langsung duduk di tepi ranjang.
"Sudah mandi?"
'Mandi? Mengapa dia menanyakan aku sudah mandi atau belum? Apa aku disuruh mandi lagi? Apa bau badanku asam?'
Dira bertanya-tanya dalam hati, tadi sore sudah mandi. Masa malam ini di suruh mandi lagi?
Gadis yang tak memiliki pengalaman apa-apa itu pun melirik jam dinding, dilihatnya sudah jam sembilan malam. Kalau mandi nanti malah rematik, pikirnya.
"Apa harus mandi?" tanya Dira dengan wajah polosnya.
"Kamu belum mandi? Aku tidak suka dengan sesuatu yang kotor!"
'Kotor? Maksudnya aku kotor? Ah, iya ... mungkin pria ini mengangap aku kotor. Terlebih dia tahu apa pekerjaan ibuku," gumam Dira.
Tidak ingin dibilang kotor, maka Dira pun pamit untuk mandi lagi.
"Saya akan mandi lagi, itu ... apa Mas bisa menunggu di luar sebentar?"
Agam langsung menatapnya tajam.
'Kok salah lagi?' gerutu Dira. 'Ya Tuhan, matanya itu ... menakutkan sekali!' batin Dira.
"Ngapain saja sejak tadi? Pukul berapa ini? Mengapa baru mandi? Kamu sengaja mengulur waktu?" tuduh Agam tanpa perasaan.
"Bukan ... bukan begitu Tuuan!" Dira keceplosan.
"Dira, jangan pura-pura polos di depan Saya!" bentaknya kemudian. Seperti cecurut, Dira langsung mencicit di pojokan saat Agam membentaknya.
Sungguh gadis itu tidak sedang berakting polos, Dira memang begitu apa adanya.
Kini kamar tamu itu kembali hening, Dira masih berdiri tak berpindah posisi. Masih di tempat yang sama. Dengan ketakutan yang sama pula.
Karena muak, Agam pun bangkit.
"Ya sudahlah!" ucapnya sembari menuju pintu kamar. Agam memilih menunda saja, mood pria dewasa itu juga sedang memburuk. Ini karena Agata pergi dari rumah ini pagi tadi.
Sejak saat itu, ia hanya ingin marah, emosinya sedang labil dan kebetulan ada Dira. Gadis kampung itu pun yang jadi sasaran empuk kemarahan seorang Agam.
"Bagaimana dengan ibu saya?"
Baru juga memegang handle pintu dan siap untuk membukanya, tapi pertanyaan Dira membuat ia mematung sejenak.
"Ibumu baik-baik saja!" Setelah mengatakan hal itu, Agam langsung ke luar.
Tap tap tap
Terdengar derap langkah kecil di belakangnya, membuat Agam perlahan memutar badan.
Ditatapnya Dira dengan tatapan heran, mengapa gadis itu menyusul dirinya? Di dalam sana, tadi ia seolah mengulur waktu. Lalu mengapa kini malah menyusul dirinya saat sudah di luar? Gadis licik, Agam mulai prasangka buruknya pada Dira.
Sementara itu, karena rasa terimakasih yang banyak. Dira langsung meraih tangan Agam. Mengengamnya, mengucap banyak kata terimakasih karena telah membantu ibunya.
"Terimakasih ... terimakasih!" Sambil terus mengengam tangan Agam.
Dira baru sadar dengan apa yang ia lakukan, saat Agam memandang tangannya yang digengam oleh tangan Dira.
Kelewat senang sampai Dira lepas kendali. Dan tunggu, tangan itu. Terasa hangat dan Dira menikmati sentuhan tak sengaja itu.
Lain halnya dengan Agam, pria itu langsung mengibaskan tangan istri sirinya tersebut.
Dira sempat tersentak, karena Agam menghempaskan tangannya cukup keras.
'Ah, mungkin dia tak mau ku pegang. Aku kotor,' gumam Dira sambil menundukkan wajahnya.
"Maaf, Dira hanya merasa sangat senang."
"Jangan terlalu senang!"
Dira mengangkat wajah sedikit, mengapa ia tak boleh senang? Apa pria ini berniat membuat ia menderita selamanya?
'Tidak! Kontrak kami cuma sembilan bulan. Begitu anak itu lahir, maka semua selesai.' Gadis itu terus berbicara pada hatinya, sebab satu-satunya manusia di depannya kini seolah bukan manusia. Pria itu terlihat seperti iblis, dari sorot matanya yang tajam. Membuat Dira sejak tadi bergidik ngeri.
"Iya, Mas ... maaf!" ucapnya kemudian.
Agam diam sesaat, dilihatnya lagi Dira. Dari atas sampai bawah. Jarak yang dekat, membuat Agam mampu mengendus wangi shampoo yang Dira pakai.
"Ikut ke kamarku!" titah Agam seraya berjalan menuju kamarnya.
Bersambung
Membatasi hubungan antara pria dan wanita itu penting. Tidak ada yang namanya teman, antara pria dan wanita dewasa. Jangan percaya! Jangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
aryuu
mungkinkah ceboll🤔
2025-02-28
0
Erna Yunita
iklan shampoo lewat.... 🤗🤗🤗🤗🤗🤗🤗🤗🤗
2024-10-22
0
Elizabeth Yanolivia
tepat sekali, begitu ada celah iblis lagsung bekerja 😜
2024-05-28
1