Rahim Bayaran #11
Oleh Sept September
Di dapur, Agam nampak bicara serius pada Bibi, asisten rumah tangganya. Wanita paruh baya yang selama ini setia dan mampu menjaga rahasia di dalam rumahnya. Sebelumnya, pria itu memastikan bahwa tak ada Denis di sekitar sana.
"Nanti kalau adik saya tanya macam-macam mengenai Dira. Bibi jawab saja, Dira saudara Bibi dari kampung."
"Baik, Tuan." Wanita yang sudah lama ikut dengannya itu langsung mengangguk tanpa banyak bertanya. Ia pun menurut apa kata majikannya itu.
"Bagus!"
Setelah membekali asisten rumah tangganya dengan kebohongan agar tak tertangkap basah oleh Denis. Kini Agam mencari Dira.
"Ish!" Agam mendesis kesal ketika di lihatnya Dira sedang menatap aquarium bersama Denis. Dengan sikap gusar pria tersebut mendekati Dira serta adiknya.
"Kamu gak pulang?" sindir Agam pada adiknya. Baru juga sehari, Agam sudah main usir-usir saja. Denis yang sudah hafal dengan karakteristik sang kakak. Hanya tersenyum kecut.
"Sepertinya Denis nginep sini lagi, Mas. Liburan semester juga, dan kebetulan Mbak Agata gak di rumah."
'Mati aku!' celetuk Agam dalam hati. Cecunguk ini tidak mau pergi, malah mau menginap lagi. Bila ada Agata, mungkin ada sungkan-sungkannya. Tahu Mbak iparnya tidak ada di rumah. Denis malah menjadi-jadi.
"Boleh kan, Mas?" tanya Denis. Lagaknya pakai ijin, meskipun Agam tak kasih ijin. Denis pasti akan tetap tinggal di sana.
Sambil menghela napas panjang, terpaksa Agam memperbolehkan Denis tinggal sementara di sana.
"Bik ...!" panggil Agam.
Dari dalam Bibi langsung mendekat, "Ada apa, Tuan?"
"Tolong siapkan kamar di lantai atas untuk Denis."
"Baik, Tuan!"
Setelah Bibi pergi, Denis langsung tersenyum sumringah.
"Terimakasih, Mas! Mas Agam memang The best brotherku!" Denis memeluk pria berbadan tegap itu.
Agam langsung menepisnya, ia mendorong Denis agar menjauh, sebenarnya ia kesal atas kehadiran adiknya tersebut. Hanya membuat rencananya terus terulur dan terancam gatot, alias gagal total.
Sedangkan sedari tadi, Dira hanya diam. Menatap dua orang di depannya itu.
"Mas, nanti aku ajak Dira jalan ya, nonton bioskop," tanya Denis yang kini menatap Dira yang sedang mengamati ikan hias di dalam aquarium.
Dira yang mendengar pun, langsung menoleh ke arah Denis. Asli, wajahnya langsung sumringah.
"Tidak bisa!"
Kontan Denis dan Dira menatap ke sumber suara secara bersamaan. Wajah Dira pun layu seketika.
"Ayolah Mas! Kata Dira, ia baru di sini, lagian pekerjaan rumah bukannya sudah dihandle sama Bibi?" bujuk Denis.
"Sekali-kali, bikin karyawan seneng napa?" celetuknya lagi. Dan hal itu makin membuat Agam geram.
"Kalau mau nonton, berangkat saja sendiri! Gak usah ajak Dira." Agam menatap adiknya itu dengan tegas.
Kemudian ganti menatap Dira. "Ra, kamu ganti baju. Ayo ikut saya!"
"Baik, Maa ... sss. Eh ... baik Tuan!" Hampir saja lidahnya kesleo. Ingat bahwa ia harus merahasiakan pernikahan dengan pria itu, kini Dira pun harus pura-pura menjadi saudara Bibi yang berasal dari kampung.
"Kalian mau ke mana?" Penasaran, Denis pun ingin ikut.
"Ke dokter!" jawab Agam dengan singkat, kemudian ia hendak balik ke kamarnya. Sebelum melanjutkan langkah kakinya, ia berbalik.
"Dira, cepat!"
Gadis itu pun langsung kalang kabut, Dira bergegas ke kamarnya.
"Dira pergi dulu, Mas Denis."
Denis hanya manggut-manggut sambil manyun, kakaknya itu paling bisa membuat orang lain keki dan kesal.
Sementara itu, di dalam kamarnya Dira kini sedang bersiap-siap.
"Mau ke mana ya? Untuk apa ke dokter? Masa cek kehamilan? Tapi kan belum itu?" Dira mengeleng keras kepalanya. Mengusir pikiran-pikiran aneh yang bersarang di dalam sana. Namun bibirnya sempat tersenyum, aneh saja bila ia pergi ke dokter bersama pria dingin itu.
"Non Dira. Non, ditunggu Tuan."
Bibi sudah memanggil namanya berulang kali, Agam sudah berpesan pada wanita itu untuk menyuruh Dira langsung ke depan.
"Iya, Bik!" Karena tak ingin si Tuan pemarah itu marah-marah tak jelas. Dira langsung bergegas. Saat melewati ruang tamu, dilihatnya Denis sedang main PS.
"Mas, Dira pergi ya!"
"Hemm ... sana pergi sana, ikuti tuh pria kulkas!" cibir Denis, sambil matanya tetap tertuju pada layar kaca. Sesungguhnya ia kesal, lantaran mau jalan-jalan dengan Dira. Tapi, malah Dira diculik duluan sama Mas Agam. Kan jadinya bikes. Bikin kesel!
"Pria kulkas? Hihihi ... betul, Pria itu, dari pada disebut sebagai manusia. Lebih mirip dengan kulkas," guman Dira sambil berjalan menjauh dari Denis.
Sampai di depan, dilihatnya mobil yang sedang dipanasin oleh pria kulkas tersebut.
Sebuah mobil warna putih sudah menunggu untuk ditumpangi.
Dira pun mengintip lewat jendela depan, dilihatnya Agam sudah duduk dibalik kemudi. "Di mana Mas Robby? Pria yang selalu bersama suaminya itu?" pikir Dira sembari membuka pintu belakang.
Tanpa pikir panjang, Dira pun dengan santai duduk di kursi belakang.
"Dira! Kamu pikir saya sopir kamu?" cetus Agam membuat Dira terhenyak kaget. Sebenarnya bukan itu maksudnya Dira. Gadis itu hanya tak enak kalau duduk di depan.
"Pindah!" bentaknya lagi.
'Ya ampun, kenapa marah-marah? Dira jadi gak yakin bakal bisa hamil dalam waktu dekat ini!' batin Dira sembari dengan lemas pindah posisi.
Setelah Dira duduk di sampingnya, Agam langsung tancap gas. Ia mengemudi cukup kencang, pria itu benar-benar tempramental. Sedikit-dikit marah tidak jelas, dan yang sering jadi sasaran adalah Dira. Mungkin nasib apes Dira, selalu kena getahnya.
Sepanjang perjalanan, hanya suara audio dari mobil yang meramaikan suasana. Baik Dira maupun Agam sama-sama pelit dan hemat kata. Tidak ada yang bicara di antara mereka berdua.
"Sudah sampai!"
Agam baru bersuara saat mereka memasuki halaman sebuah rumah sakit tak jauh dari tempat tinggal mereka.
"Maaf, Mas. Kalau boleh tahu. Untuk apa kita ke rumah sakit? Dira kan belum hamil. Untuk apa diperiksa?"
"Hah?" Agam menatap istri kecilnya itu dengan heran. Siapa juga yang bilang akan periksa kehamilan. Lagian kan belum melakukannya. Bisa hamil dari mana? Memangnya Dira itu pisang? yang bisa bertunas? Atau amoeba yang bisa membela diri?
"Siapa yang bilang periksa kehamilan? Aneh-aneh! Saya ajak ke dokter karena kaki kamu semalam kena kuah panas. Ayo cepat turun!" lagi-lagi ia bicara dengan nada ketus.
Dira langsung menciut, marah-marah lagi. Lagi-lagi marah! Huh! Dira kena abu panas terus kalau di sekat Agam.
Keduanya pun langsung ke ruang dokter kulit, rupanya di rumah tadi. Agam sudah membuat janji. Begitu datang, mereka berdua langsung bertemu dokter langanan Agam dan Agata.
Setelah diperiksa, ternyata lukanya tak begitu parah. Kini mereka berdua bersiap pulang. Baik Agam dan Dira sama-sama diam kembali saat melewati sepanjang lorong rumah sakit. Tanpa bicara satu sama lain.
Sampai di tempat parkir seseorang memakai jas putih, menepuk bahu Agam.
"Pak Agam!" pekik pria yang ternyata dokter di rumah sakit itu.
"Apa kabar, Dok?" sapa Agam. Dokter Aldo adalah Dokter kandungan yang sempat membantu mereka waktu program bayi tabung dulu. Sayang, selalu gagal.
"Baik, Bagaimana dengan istri Bapak? Apa sudah menjalani operasi yang tim kami sarankan?"
"Operasi?" Agam terlihat binggung, tidak tahu operasi apa yang dimaksud oleh dokter muda tersebut. Agata sehat, tak pernah mengeluh sakit. Kenapa butuh operasi?
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Elizabeth Yanolivia
binggung = bingung
2024-05-29
0
Elizabeth Yanolivia
langanan = langganan
2024-05-29
0
Elizabeth Yanolivia
di sekat agam = di dekat agam
2024-05-29
0