Rahim Bayaran #16
oleh Sept September
"Mas lagi di mana?" suara kalem nan lembut itu menyapa saat gambar masing-masing terpampang di layar ponsel mereka.
Pertanyaan pertama belum terjawab, Agata kembali mengajukan pertanyaan berikutnya.
"Mas baru bangun tidur?" tebak Agata yang menatap wajah bantal dah rambut Agam yang sedikit semrawut.
Binggung mau menjawab apa, Agam hanya mengangguk.
"Kamu di mana?"
"Ah ... aku di Bali, di vila kita."
"Bohong!"
Agata tersentak kaget, bagaimana bisa suaminya tahu bahwa ia tidak di Bali?
"Aku memang di vila, Mas!"
"Aku sudah ke sana kemarin, vilanya kosong. Jangan bohong lagi, katakan di mana? Akan aku jemput sekarang!"
"Mas ... gambar Mas putus-putus, suaranya juga tidak jelas. Mas ... Mas?"
Klek
Agata langsung mematikan ponselnya, ia mencabut sim card agar Agam tak menghubungi dirinya.
Kriettt
Seorang wanita paruh baya keluar dari balik pintu.
"Minum obatmu, sayang!"
"Iya, Ma!"
Agata menatap haru pada ibu Agam tersebut.
Selama ini, Mama yang sering menemani dirinya di rumah sakit. Meskipun hanya ibu mertua, tapi wanita itu menganggap Agata seperti putrinya.
Agata sengaja menyembunyikan sakitnya, karena ia tidak ingin Agam melihat kondisinya saat ini.
"Apa tidak gatal? Lepas saja wig itu."
Agata hanya tersenyum, dan mengeleng.
"Ngak, Ma. Agata merasa cantik kalau memiliki rambut panjang seperti ini."
Mama pun menghela napas panjang, menatap iba pada anak mantunya itu. Mengidap kangker stadium akhir, membuat Agata harus dirawat intensive. Beberapa hari kedepan ia mungkin akan gundul, karena efek kemotrapi.
Rindu pada Agam, ia meminta mama untuk mencarikan wig. Tidak mau Agam melihatnya jelek karena rambut yang mulai rontok.
"Ganti pakainmu juga, sayang!"
Agata hanya nyengir, hanya karena ingin VC dengan suami. Ia harus melepas baju rumah sakit. Agata benar-benar tak ingin Agam tahu di mana ia sekarang.
Ia tadi sempat binggung mencari back ground untuk VC dengan Agam. Untung ada sudut ruangan yang netral. Membuat ia tak terdeteksi kalau sedang di sebuah kamar perawatan.
"Kenapa tidak jujur saja sama Agam?" Mama kembali mengajak ngobrol Agata. Tak ingin anak itu melamun saja di kamar sendirian.
Agata mengeleng.
Dengan penuh kasih, mama mendekat. Memeluk Agata dengan hangat.
"Maafin Agata, Ma!"
"Kenapa harus meminta maaf? Tidak ada yang minta sakit di dunia ini!"
Karena tidak bisa lagi membendung perasaan. Agata meluapkan kesedihan yang ia rasa. Ia terisak di pelukan wanita yang sudah seperti ibu kandungnya.
Ayah Ibunya sendiri tahun lalu sudah meninggal. Keduanya meninggalkan dirinya di waktu yang hampir bersamaan.
Kanker, ya entah kutukan atau gen dari keluarganya. Semua menutup usia dengan sebab yang sama.
Agata sampai takut, bila suatu saat. Kanker yang tubuh di dalam tubuhnya juga perlahan merengut nyawanya juga.
Setelah puas melepaskan semua gunda gulananya, kini Agata sudah terlihat lebih tenang.
"Besok mau mama bawakan apa lagi?"
"Ngak, Ma ... Mama datang saja, aku sudah seneng."
Mama pun mengusap kepala Agata lembut.
Lama juga, kedua wanita beda usia itu berbicara dari hati ke hati.
Ketika istri dan ibunya asik berbincang. Di kamar hotel, ada kecangungan yang tercipta antara Agam dan Dira.
Setelah panggilan vidio itu, Agam nampak berpikir keras. Ia ingin mencari tahu, di mana sebenarnya istrinya bersembuyi.
Sedangkan Dira, yang sudah selesai mandi. Perutnya mulai memancing keributan. Berteriak-teriak minta makan.
Matahari sudah tinggi, dan dia belum sarapan karena kesiangan.
Kruk kruk kruk
Agam yang melamun, langsung menatap sumber suara.
Bibirnya pun tersenyum kecut, ketika ia memikirkan wanita yang di sana. Ia lupa dengan wanita yang di sini.
Dengan menghela napas panjang, ia lantas menghampiri Dira.
"Kamu lapar?"
Aduh Agam, jelas Dira kelaparan. Sudah hampir pukul sebelas siang, mungkin nanti jam makan akan langsung dirapel oleh Dira. Makan siang campur sarapan.
"Ngak, ngak lapar kok!"
Kruk kruk kruk
Dira langsung malu, ketika mulutnya berkata tidak. Perutnya justru jujur apa adanya.
Mendengar suara keroncongan perut Dira, Agam pun langsung meraih jaket.
"Ayo cari makan di luar!"
Seketika itu, senyum yang tertahan langsung terlihat di bibir gadis polos itu.
Dira pun langsung mencari blazer, udara di sana sedang dingin-dinginnya. Menambah syahdu untuk sepasang kekasih yang sedang honeymoon, tapi bukan Agam dan Dira.
Tujuan mereka ke Bali bukan untuk honeymoon. Mereka hanya ke sana untuk mencari Agata.
Sedangkan yang dicari saat ini sedang di rumah sakit di Ibu Kota. Mau ubek-ubek tanah lot sampai pantai pandawa juga tak akan bersua.
Di sebuah kafe dekat hotel, ya itu adalah kafe tempat kemarin Dira harus mencuci piring sampai larut malam.
"Jangan di sini, Mas!"
"Ayo, masuklah!" titahnya dengan wajah dingin seperti biasa.
Agam sengaja mengajak Dira ke sana, setelah Dira cerita bahwa ia harus membayar makanannya dengan mencuci piring sampai larut. Ia lakukan karena kecopetan.
"Mas, Dira ngak lapar!"
Melihat pelayan yang kemarin membentak serta mencibirnya kemarin. Dira langsung melempem. Ia juga takut pada sorot mata tajam itu.
"Oh rupanya dia mau nipu lagi!" gumam pelayan cafe.
Sementara itu, Agam langsung mengengam tangan Dira. Ia melihat raut kecemasan di wajah gadis itu.
"Aku ingin makan di sini, titik!" ujar Agam tegas.
"Permisi, mau pesan apa Mas ... Mbak?" tanya pelayan lain.
"Pesanan yang sama, seharga upah cuci piring sampai larut!" ucap Agam tanpa melirik menu yang disodorokan pelayan.
"Apa, Mas?" pelayan itu sepertinya salah dengar. Ia mendekat untuk memperjelas pendengarannya.
Dira sudah mulai mengigit bibir bawahnya, gadis itu mulai panik.
"Kamu tidak dengar? Saya pesan, makanan yang nilainya sama dengan upah mencuci sampai larut di sini!"
Karena ada keributan, manager kafe langsung menghampiri.
"Maaf Tuan, bisa kami bantu. Ada apa? Apa pelayan kami melakukan kesalahan?"
"Periksa CCTV dalam kafe ini! Anda pasti tahu!"
Plakkk
Agam mengeluarkan semua isi dompetnya. Meletakkan di atas meja. Kemudian pergi, tanpa memakan apapun.
Ia menarik tangan Dira, untuk apa makan di tempat itu. Agam ini pendendam, ia hanya tak suka melihat orangnya diperlakukan semena-mena.
Apalagi kemarin Dira menangis, berteriak padanya. Mengelu bahwa semua orang jahat kepadanya.
Hanya karena sepiring spaghetti, ia harus cuci piring sampai membuatnya telat pulang. Dan kakinya sakit karena terlalu lama berdiri.
Tadi ia ingin membeli kafe itu saja, tapi. Melihatnya saja ia justru ingin membakar bangunan itu. Ah, ada apa dengan otaknya. Agam merasa Dira sudah mencemari isi kepalanya. Hingga tak bisa berpikir secara logis.
"Kamu mau makan apa?" tanya Agam kemudian.
Agam melirik ke sana ke mari, tidak ada ATM di sekitar sana. "Sial!" uang cash nya uda ia keluarkan semua.
Dira tersenyum, sebab ia tadi melihat. Agam begitu emosional mengeluarkan semuanya yang ada di dalam dompet.
Waktu Agam tak melihat, Dira sempat mengambil selembar uang di atas meja itu.
"Kita makan bakso, itu ada di ujung sana!"
"Aku gak ada uang cash! Kita cari ATM dulu!"
"Dira ada, ini!"
Agam menatap Dira tak percaya, "Katanya uang kamu dicopet!"
"Ini uang Mas Agam! Dira tadi mencopetnya di meja!"
Seketika itu hati yang selalu bersikap dingin seperti gunung es, tersenyum ke arahnya.
"Jangan tersenyum padaku, jangan!" batin Dira. Hatinya mulai berdesir saat Agam menampakkan senyum yang membuat hatinya mulai berdebar.
Bersambung
Komen yang lucu ya, nanti aku up lagi. wkkwkk
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Elizabeth Yanolivia
ayo dira, kamu senyumin balik sambil menggigit bibir bawah biar agam tambah kayak cacing kepanasan 😆
2024-05-30
0
Elizabeth Yanolivia
uda = udah
2024-05-30
0
Elizabeth Yanolivia
mengelu = mengeluh
2024-05-30
0