Langit malam ini terlihat sedikit muram, semuran dan sesuram hati Agata. Perempuan itu sedari sore, hatinya sudah seperti disayat sembilu.
Sedangkan Dira, di kolong langit yang sama, Dira si gadis belia juga merasakan hal yang sama. Keputusan menikah dengan pria dewasa nan asing itu, membuat Dira tak mampu lagi melihat masa depannya.
Seakan-akan garis takdirnya sudah ditulis dengan tinta hitam. Dira yang belum pernah berpacaran itu, tidak pernah menyangka, harus berakhir menjadi seorang istri siri bagi seorang pria seperti Agam.
Parahnya lagi, ia hanya sebagai alat. Ya, kehadiran Dira dalam rumah tangga Agam dan Agata hanya sebagai alat pencetak anak. Tidak kurang dan tidak lebih.
Dira yang memang terdesak ingin membebaskan sang Ibu dari jeratan mucikari, jeratan rumah bordil yang mengikat leher sang Ibu, terpaksa menerima tawaran dari Agam.
Toh hanya sembilan bulan. Dira yakin, semua akan berjalan sesuai rencana. Gadis polos itu sangat yakin, bahwa dalam tempo sembilan bulan. Ia akan bisa mengandung dan melahirkan anak dari pria yang bernama Agam tersebut.
Haduh Dira, bagaimana bisa punya anak? Bila malam pertama saja kamu sudah ditinggalkan. Isi kepala Dira tak sampai di situ.
Yang ia pikir, hanya tunggu waktu sembilan bulan. Ia akan bebas, dan membawa ibunya lari dari kota yang kejam ini. Memulai hidup baru, sebab Agam sudah menjanjikan banyak uang padanya.
Karena terlalu lama berdiri di luar kamar, hawa dingin itu pun merasuk. Menembus kulit Dira yang lembut. Merasa kedinginan, gadis belia itu pun memeluk tubuhnya sendiri. Mencoba membuat suhu tubuhnya agar terasa sedikit lebih hangat.
Di sisi lain, di kediaman Salim Wijaya. Rumah setinggi tiga lantai itu sangat terasa hangat. Alat pemanas sudah dinyalakan. Terlebih Agata, wanita tiga puluh lima tahun itu kini sedang menikmati kehangatan dari sang suami.
Di atas ranjang ukuran king size, dengan balutan seprai lembut motif bunga-bunga kecil. Agata menikmati dekapan hangat suaminya itu.
Keduanya saling memeluk, seolah tak rela bila takdir berbuat curang dan memisahkan mereka berdua. Tidak boleh! Tidak akan pernah.
"Siapa wanita itu, Mas?"
Tidak ada angin, tidak ada hujan. Agata menanyakan wanita seperti apa yang dinikahi suaminya hari ini.
Agata dan Mama meminta pada Agam untuk menikahi wanita lain guna mengandung anaknya, tapi siapa itu? Sudah menjadi keputusan Agam. Pria itu yang akan memilih, siapa yang mau ia nikahi dan ajak tidur.
Itu syarat yang Agam ajukan, ia mau melakukan rencana gila mereka berdua. Tapi mengenai siapa wanita itu, pilihan ada di tangannya. Tidak boleh diganggu gugat.
"Mas, siapa dia?" tanya Agata lagi.
Agam tersentak, saat Agata kini sudah menatap dirinya. Wanita itu seolah terus menuntut jawab.
"Ah ... nanti kamu juga akan tahu."
Agam mencoba menghindar, tidak ingin merusak momen kebersamaan mereka dengan membahas Dira.
Bisa-bisa istrinya itu shock berat, karena dia sendiri tak habis pikir, mengapa harus Dira? Bukan wanita lain. Ya, mengapa harus gadis 18 tahun yang masih bau kencur itu?
Jika dipikir-pikir, pria itu merasa ada yang tidak beres dengan keputusan yang ia buat kali ini. Agam mungkin risau bila Agata tahu berapa usia Dira, atau Agam justru takut. Bila mana Agata memandang aneh pada dirinya, terhadap pilihan yang telah ia buat.
Agam merasa sudah tak waras karena menikahi gadis belia yang lebih cocok jadi putrinya. Ah, sudahlah. Sudah terlanjur, tidak ingin membahas Dira. Agam memilih memeluk tubuh istrinya kembali.
"Ayo tidur, hari ini ... Mas lelah sekalih."
Melihat wajah kusut suaminya, Agata jadi kasihan. Ini juga pasti berat untuk cinta mereka. Anak adalah ujian cinta terberat selama ini. Segala cara sudah mereka tempuh, sampai usaha bayi tabung beberapa kali. Sayang, semua selalu berakhir dengan kegagalan.
Membayar seseorang untuk ditanam benih Agam, itulah jalan keluar satu-satunya.
Mama tak mau anak adopsi, begitu juga dengan Agata. Meskipun nanti anak itu tidak lahir dari rahimnya. Agata berjanji akan menyayangi anak itu. Karena itu adalah anak dari pria yang belasan tahun ia cintai.
Tidak terasa, jam terus berjalan. Waktu terus berputar. Hingga malam yang semula menyelimuti kini berganti pagi yang hangat.
Agam mengerjapkan mata, kilau mentari pagi yang menerobos jendela kamar, membuat matanya terasa silau, ia sampai menggunakan tangan untuk melindungi matanya.
Saat kesadarannya terkumpul penuh, ia meraba-raba ranjang di sampingnya.
"Ke mana kamu, Agata?" bisiknya lirih sambil turun dari ranjang.
Pagi-pagi Agam sudah kehilangan jejak istrinya. Ke mana wanita yang semalam tidur sambil memeluk dirinya?
"Bik ... Bik!"
Agam berteriak, memanggil asisten rumah tangga yang sudah setia sejak mereka menempati hunian yang megah ini.
"Iya, Tuan."
Seorang wanita datang dengan langkah sedikit cepat, tidak ingin Tuan besarnya marah-marah. Bibi langsung datang secepat ia bisa.
"Di mana Nyonya Agata?"
Dari ekspresi wajahnya, Bibi terlihat takut saat akan mengatakan apa yang ingin ia bicarakan.
"Ke mana?"
Karena Bibi tak kunjung menjawab, akhirnya nada bicara Agam pun mulai meninggi.
"Itu ... Itu, Nyonya pergi pagi-pagi dengan membawa koper besar."
Mata Agam langsung membulat sempurna, bola matanya hampir saja keluar. Ia kaget mendengar keterangan asisten rumah tangganya.
Tidak peduli pada Bibi yang masih mematung di depannya. Pria berpostur tinggi besar itu langsung masuk kembali ke dalam kamar. Perasaannya sudah tidak enak saat menatap selembar kertas putih di atas nakas.
Itu pasti surat yang Agata tulis sebelum pergi, apa maunya wanita itu? Ketika ia memilih menghabiskan malam pertama bersamanya. Mengapa Agata malah memilih pergi?
Semua pertanyaan di benak Agam terjawab di dalam lembar kertas yang kini ia baca sekarang.
'Mas, sebelumnya maaf bila caraku keliru. Tapi ini untuk kebaikan kita. Aku akan ke Bali, ke vila kita dulu. Ajaklah wanita itu tinggal di rumah kita. Mari kita selesaikan ini secepat mungkin. Begitu dia hamil, aku akan segera pulang. Dan satu lagi, jangan susul aku, Mas. Aku tahu Mas tak akan bisa melakukannya bila ada aku, untuk sementara ini. Biarkan aku di sini dulu. Salam sayang, aku tunggu kabar bahagia itu.'
Setelah membaca pesan yang diberikan Agata lewat sebuah surat yang ditulis tangan itu.
Entah mengapa, ada rona kekesalan di mata pria bermata hitam mengkilat itu. Perlahan ia mengepalkan tangan, membuat kertas yang ia pegang jadi lusuh.
"Apa cinta sudah hilang? Hingga kamu rela berbagi suami dengan wanita lain? Apa anak itu sangat penting bagimu Agata?" Agam bicara sendiri dengan tatapan kosong.
"Baik! Akan aku lakukan seperti maumu!" ucapnya kemudian dengan nada putus asa namun mengandung sebuah kemarahan.
Pria itu marah lantaran mengapa begitu mudah istrinya melepas dirinya begitu saja. Agam marah, karena anak nyatanya lebih penting dari pada cinta tulusnya selama ini.
Karena Agata sudah memukul genderang perang. Agam pun meraih ponsel yang juga ada di atas nakas.
"Rob, bawa Dira pulang ke rumah. Sekarang!"
Agam bicara di telpon dengan sekretarisnya. Sementara itu, Robby yang sudah stand by di depan rumah kaget bukan main.
"Dira dibawa ke sini?" tanyanya, namun sambungan telponnya sudah diputus oleh Agam.
Keinginan bos adalah perintah, maka Robby pun menyalakan mesin mobil. Ia sudah siap menjemput wanita yang kemarin dinikahi oleh bosnya tersebut.
Di sebuah hotel bintang lima.
"Kita mau ke mana, Mas Robby?" Dira heran mengapa pria itu terlihat buru-buru dan berwajah serius. Padahal kemarin pria itu ramah padanya. Kini terlihat agak jutek dan dingin.
Ini semua karena Robby tak suka, bila Dira di bawa pulang ke rumah. Artinya akan tinggal seatap dengan Nyonya Agata.
Sekretaris Agam ini memiliki rasa empati yang tidak biasa pada istri bosnya itu. Begitu tahu Dira akan dibawa ke rumah. Robby memasang wajah kurang ramah.
"Ke rumah Tuan Agam!" jawabnya sembari menutup kamar hotel.
Dira mematung sejenak, seolah tidak ingin meninggalkan hotel itu. Belum apa-apa ia sudah merasa ngeri duluan.
Bersambung
Jangan pernah memberi cela pada orang lain untuk masuk dalam hubungan Kita, karena begitu orang ke tiga masuk. Akan hadir orang ke empat dan kelima.
Terima kasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Elizabeth Yanolivia
setuju puooollll
2024-05-26
1
Elizabeth Yanolivia
mengkilat = mengkilap
2024-05-26
0
Wati_esha
Nyuruh kawin lagi suaminya tapi tak mau di dekat suaminya saat sudah menikahi isteri sewaan. 🤦♀️🤦♀️🤦♀️
2023-07-16
0