Aku bersumpah seluruh tubuhku menjadi merinding dingin seketika melihat pemandangan didepanku.
Terbaring seorang prajurit dengan RPG missile menembus pinggang kirinya, RPG sepanjang tongkat baseball itu dengan ajaib tidak meledak tapi masuk ke dalam abonemennya. Prajurit muda itu masih sadar, seorang prajurit medic memegang erat tangannya. Sayap RPG missile itu tampak menyembul keluar dari pinggangnya!
Josh otomatis mundur selangkah kebelakang, shock dengan apa yang dia liat. Jika RPG itu terpicu sekarang, semua dari kami yang berdiri disini akan berubah menjadi kabut darah berwarna merah.
"Doc, ini Ross, kami gembira kau sudah datang" kata-kata prajurit Medic itu menyadarkanku untuk bertindak. Prajurit ini menunggu kami, mungkin aku adalah harapan terakhirnya untuk bertemu keluarganya kembali. Aku tidak bisa meninggalkannya kehabisan darah dan mati ditengah gurun berdebu ini.
Aku melangkahkan kakiku mendekatinya dan duduk disampingnya memeriksa lukanya. Prajurit medic itu melakukan tugasnya. Dia membungkus sekeliling luka dengan begitu banyak perban untuk membuatnya RPG itu stabil tak bergerak. RPG shaft itu masuk ke abdomen kiri dan menembus ke sisi kanan dan membuat bagian kanan pinggangnya menggembung. He's bleeding bad inside.
"You keep fighting with me and I'll keep fighting with you. You hear me Ross. Doctor Amanda she was the best, she with us."** Rupanya Prajurit Medic ini mengenaliku. Aku terharu betapa dia berani untuk tinggal dan menemani prajurit yang sekarat ini.
"Hai Ross, kita akan mengeluarkanmu dari sini. Just stay with me... you will be ok." Aku mendekat dan meremas bahu prajurit itu, suatu keajaiban dia sadar. Prajurit itu menangis.
"Apakah aku akan mati dok ... " dia tertawa dan menangis sekaligus sekarang.
"No, not today." ini pengaruh morphine.
"Aku sudah memberinya morphine doc...it's been 15 minutes from hit." aku mengangguk. "You did well, Soldier!" Entah bagaimana warhead itu tidak meledak. Tapi sebuah sayap keluar dari pinggangnya membuat siapapun yang melihatnya bergidik ngeri.
"Josh, kita harus evakuasi. Kita perlu bicara dengan kapten Scott dan kru lain sebelumnya.Siapkan korban lainnya." tak ada yang bisa dilakukan sebelum kami mencapai ruang operasi, kami berpacu dengan waktu.
"Musuh mendekat arah jam tiga!" Radio komunikasi kami berbunyi dengan kabar menakutkan.
"Intercept! Move Forward, air support coming!" suara selanjutnya dari pimpinan tim, arah berlawanan dengan posisi heli MedEvac. Sebuah suara helicopter lain terdengar. Dua Heli penyerang Apache datang. Jika kami tidak bergerak sekarang, tentara ini akan mati kehabisan darah karena menunggu petempuran didepan.
"Kita harus pergi sekarang, bersama yang terluka." Aku mengambil resiko, mungkin warehead ini akan meledak dan membuat kami tinggal nama. Tapi jika stay disini dia dan yang lainnya akan pasti mati kehabisan darah. Dan kami akan terjebak pertempuran.
"Prajurit, evac sekarang. Bawa yang terluka ke heli." Aku bergerak! Tidak ada yang bisa dilakukan disini tanpa peralatan yang cukup. Tekanan darahnya akan segera turun dengan cepat. Jika itu terjadi aku tak yakin dalam hitungan menit kami akan kehilangan dia.
Kami berhati hati memindahkan Ross ke tandu darurat. Sementara yang lainnya juga ditandu ke heli dengan cepat. Rasanya sangat lama menempuh 600 meter. Aku berlari kedepan dengan segera. Sementara penandu berupaya mereka tidak mengakibatkan goncangan yang bisa meledakkan pasien kami.
"Kapten Scott, we have situation here!" Aku menjelaskan dengan cepat. Sementara kapten Scott mendengarkan dan co-pilot, dan dua kru mendengarkan penjelasanku dan terdiam.
"Aku akan membawanya, kita tidak bisa membiarkan dia mati kehabisan darah. Kalian bisa mundur dan tinggal disini menunggu penjemputan lain." Kami tidak bisa melapor, jika melapor kami kemungkinan besar akan diperintahkan untuk tinggal. Terlalu banyak resiko jika ini meledak di udara. Sepuluh orang akan mati sekaligus atau sepuluh orang akan selamat. Pertaruhan besar diambil disini.
"Aku ikut." Co-pilot Andrews memberikan keputusannya. Dan dua kru lainnya juga bersedia kemudian. Kami segera menaikkan Ross dan tiga korban lainnya. Di kejauhan baku tembak mulai terdengar. Kami harus segera menjauh dari keributan, dan menghindar dari jarak maksimal tembakan RPG 1000 yard atau 920 meter.
Kami segera mengudara sambil berdoa berharap keberuntungan masih dipihak kami. Mau tak mau aku teringat Bibi dan Paman, jika aku mati disini mereka pasti sangat bersedih. Tapi aku akan bertemu Dad and Mom yang sangat kurindukan. Aku menyiapkan diri untuk kemungkinan ini adalah saat terakhirku. Tak ada yang berani bicara. Semua dari kami berdoa untuk sebuah keajaiban mengiringi kami.
Pikiranku sudah berlari terlalu jauh, saat kusadari tiba-tiba tekanan darahnya mulai turun. Dan detak jantungnya meningkat.
"Ross, kita akan segera sampai. Kau melakukannya dengan baik. Kau akan baik-baik saja." Kucoba mengajaknya bicara, menjaganya tetap sadar.
"ETA 3 minutes doc." Kata-kata Kapten Scott adalah sebuah harapan baru bagiku. Kami sudah dekat, mungkin keajaiban itu ada. Pasienku ini akan diberi kesempatan kedua.
"Control, kami perlu persiapan DCS prosedur. Dan kami perlu ahli bom." tampaknya keberuntungan masih berpihak kepada kami. Kami belum berubah menjadi kabut merah alias meledak di udara sampai mendekati markas.
"Kenapa kau perlu ahli bom Mayor Amanda!?" Suara ini! Gerald Ford in charge again.
"Kami punya RPG terjebak di dalam tubuh pasien."
"What!? RPG missile!?" suara disana sama tak percayanya seperti saat pertama aku menemukan Ross.
"Bagaimana kau bisa memba ..." tentu saja text book panduan tak akan mengizinkan aku membawa korban dan mengambil resiko gila ini. Tapi aku mengambil keputusanku karena ini perlu dilakukan. Aku langsung memotong kalimat Gerald.
"Aku hampir sampai Mayor, just get me what I need." Kapten Scott memulai penurunan ketinggian untuk final approach di landasan dekat medical emergency building.
Kapten Scott berhati-hati melakukan ground approach. Untunglah landing gearnya tidak rusak dalam pendaratan keras tadi. Jika landing gear rusak, kami mungkin tidak punya kesempatan sama sekali.
Ross sudah setengah tak sadar. Waktu kami tak banyak. Begitu heli stabil, dua prajurit mendekati kami sambil membawa bed dorong darurat. Kami berpacu dengan waktu.
"Josh, apa kau ingin bersamaku. Kau bisa pergi ... " Aku tak ingin orang lain menyalahkan keputusan yang kuambil dan berakibat pada nyawa mereka.
"I'm with you Amanda." Josh memandangku. Entah mengapa hari ini semua dari kami digerakkan untuk mengambil resiko ini. Kurasa Tuhan memberikan tandanya atas kesempatan kedua bagi kami, sebuah tanda bahwa keajaiban masih ada di tengah perang kejam ini.
"Amanda! You guys ok?" Gerald berlari bersamaku yang berlari mengikuti bed pasien.
"We fine. Mana bomb expertnya?! Clear the area Gerald. Stay away from us!" aku tak bisa mengambil resiko di daerah yang tak kuketahui. Menjinakkan bomb jelas bukan mata kuliah kedokteran.
"Dia akan tiba sebentar lagi." Aku terus berjalan mengikuti bed perawatan.
"Stop Amanda! You don't need to do this!" Gerald mencekal pergelangan tanganku.
"Gerald, I'm a doctor! Lepaskan aku!" nadaku naik, aku mengibaskan tangannya yang mencekalku, tapi dia menarikku tanganku kembali.
"Kau tahu resikonya?! Itu bom. A Human Bomb!"
"Major Gerald Ford, Aku tak perlu izinmu!" aku marah karena dia menghalangiku. Aku berlari ke ruang operasi.
"Clear the operation room! Jangan mendekat, kecuali dokter, perawat bedah dan anestesi!"
"Lucas, buka semua perbannya. Prepare X-Ray. Transfusion. Mulai anestesi." Tim Lucas mempersiapkan pasien unruk X-Ray untuk memperoleh gambaran apa yang kami hadapi, sementara aku dan Josh dengan secepat yang kami bisa melakukan sterilisasi diri sebelum operasi.
"Kau bisa pergi Lucas." Lucas memberikan hasil X-Ray. Ujung missile itu hanya beberapa inchi dari jantungnya.
Seorang prajurit mendekati kami saat kami mulai memlihat dengan jelas luka yang diakibatkan dari luar.
"Kapten Philips, bomb squad Doc." dia dengan cepat memberikan nama dan pangkatnya.
"Perawat, pandu kapten untuk sterilisasi. Kami perlu tanganmu disini."
Dan melihat kerusakan apa yang telah terjadi. Dokter anestesi dengan cepat melakukan tugasnya sebelum Josh memulai sayatan pembukaan pertama.
Denyut jantung nya melemah sebentar lagi kami akan kehilangan dia. Terlalu banyak kehilangan darah. Sementara transfusi baru dimulai.
"Prepare epinephrine!" epinephrine nama lain dari adrenalin. Membuat otot jantung tetap bekerja memompa darah dan menghentikan gagal jantung. Sementara kami memperbaiki luka yang mengangga.
"You guys can get out." aku berkata kepada dua perawat dan anestesi. Tidak ada yang pergi, mereka semua diam dan mencoba melakukan pekerjaan yang mereka harus lakukan.
Kami membuka luka, menyedot darah, sementara kami memandu Kapten Philips dengan hati-hati mencoba menarik warhead missile itu. Rasanya seperti seabad dan kau harus menahan napas ketakutan. Tanganku gemetar saat melihat lebih jelas bom itu perlahan diangkat.
Ketika warhead missile itu tercabut. Kapten Philips dengan hati-hati segera membawanya keluar ruangan. Sebuah kelegaan membuatku menghela napas panjang bersamaan dengan Josh. Semua diruangan itu berpandangan dan mengucap doa syukur. Ternyata kami semua tidak ditakdirkan untuk meledak berkeping keping hari ini.
"Let's finish this Josh." pekerjaan kami masih panjang dari selesai saat ini. Tapi bagian paling sulit telah berlalu. Banyak kerusakan yang terjadi dan membutuhkan banyak waktu untuk pulih. Dan pasien ini masih menjalani masa pemulihan panjang setelah ini. Mungkin diperlukan tahunan fisioterapi hanya untuk bisa berjalan lagi.
Tapi yang jelas prajurit ini diberi kesempatan kedua untuk menemui keluarganya. Dan dijauhan terdengar suara ledakan kemudian. Kapten Philip telah meledakkan warhead missile itu di bungker. Dan hari ini adalah sebuah keajaiban telah terjadi bagi kami.
🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Jangan lupa vote yaakk
TERJEMAHAN
》》 You keep fighting with me and I'll keep fighting with you. You hear me Ross. Doctor Amanda she was the best, she with us."**
Kau harus tetap bertahan denganku dan aku akan bertarung bersamu. Kau dengar aku Ross, dokter Amanda adalah yang terbaik dia bersama kita
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
palupi
gila.. ikutan tegang... gemeteran. sumpah ini bener bener ngikut semua emosiku. adegan yg berat.
top author 👍👍
2024-03-27
1
jeje
author kerennnnn bangetttt..belum ada saingan nih
2023-08-12
1
Yanti
aku baru sempat baca novel ini,dan gak bisa panjang lebar,cuma bisa bilang kak Margareth othor serba bisa....luar biasaa
2023-07-14
0