Kami masuk ke lobby luas Hutong. Lampion lampion merah cantik memenuhi muka restorannya. Sementara berjalan ke dalam desain oriental cantik yang didominasi warna merah dan coklat kayu berlanjut memukau mata. Desain interior yang mengagumkan. Aku selalu kagum dengan kebudayaan Timur, menurutku mereka sangat indah.
Pelayan yang menerima reservasi langsung mengantar kami ke meja kami. Lagi-lagi aku dibuat ternganga. Reservasinya adalah meja dengan pemandangan spektakuler London dari ketinggian lantai 33 terlihat di depanku.
"Adrian, ini sangat mengagumkan ... terima kasih sudah mengajakku kesini." Mataku terperangkap dalam keindahan kerlip lampu kota London didepanku. Adrian tersenyum. Dia tidak bicara membiarkan aku mengagumi pemandangan didepanku. Sementara dia hanya diam menatapku.
"Sudah berapa wanita kau sihir dengan pemandangan ini." aku mengerling ke arahnya. Dia hanya tertawa menanggapiku.
"Pantas saja mereka dengan sukarela melemparkan diri padamu." Sekarang dia hanya diam menatapku, apa aku salah bicara?
"Maaf aku cuma bercanda, kau jangan tersinggung." aku meralat perkataanku. Dia hanya mengangkat bahunya.
"Sebenarnya aku belum pernah mengajak siapapun ke sini. Hanya kau yang pernah kuajak kesini. Aku pernah kesini karena diundang oleh seorang partner bisnisku. " Aku menatapnya yang sedang membolak-balik buku menu tanpa melihatku. Sepertinya dia tidak suka karena aku membawa wanita-wanitanya. Seharusnya aku tak menyinggung kehidupan pribadinya yang bukan urusanku.
"Maafkan aku Adrian ... tak seharusnya aku mengomentari kehidupan pribadimu. " aku mengengam tangannya sebagai permintaan maaf. Sontak dia menatapku.
"Aku merusak malammu ya ... terimakasih sudah mengajakku kesini. Jadi sekali lagi, bisakah kau tersenyum untukku." Aku masih menggengam tangannya dan membuat senyuman permohonan tanda aku meminta maaf.
"Dimaafkan ... tagihan 3jam ke depan akan dikirim beserta billnya." Dia menyeringai. Aku langsung melepas tangannya, dan cemberut.
"You jerk!" dia tertawa terbahak. Tapi senyum itu timbul lagi diwajahnya. Aku lega bisa melihatnya lagi.
"Pesanlah ... kau mau aku memilihkan untukmu?" Aku membolak-balik menu di tanganku. Kelihatannya semua sangat enak, aku tak tau mana yang harus kupilih.
"Iya, kau ahlinya. Pesanlah untukku."
Makan malam itu berjalan bagaikan mimpi. Kami memesan vegetarian dumpling yang sangat enak, scallop dan udang dengan saus khas Wutong, burung dara goreng yang baru kucicipi sekali seumur hidupku dan anehnya ternyata enak, soup XiangHu Ta yang terasa seperti obat china pelayannya bilang sangat baik untik kesehatan, dan tentu saja dimsum plate, dimsum restoran ini digelari yang ternaik diseluruh London. Kami menikmatinya. Pemandangan indah didepanku yang membius. Makanan enak yang punya rasa menggiurkan. Teman yang menemaniku bicara. Aku punya banyak kegembiraan malam ini.
Kami duduk dan mengobrol hampir tiga jam disana, waktu berjalan begitu cepat. Jampir jam sepuluh malam kami keluar restaurant.
Kami memutuskan berjalan sebentar di South Banks, menikmati malam di London, aku sudah lama tidak punya kesempatan berjalan-jalan seperti ini.
Kami duduk disebuah bangku taman, Menikmati kerlap kerlip lampu kapal dan lalu lalang orang yang ikut menikmati weekends. Dan menikmatinya walaupun malam cukup dingin dan aku hanya memakai gaun tanpa lengan, tanpa membawa coatku.
"Pakailah ini, ... udara cukup dingin " Adrian dengan pengertian menyampirkan jasnya ke bahuku. Aku langsung merasakan kehangatan suhu tubuhnya yang masih tertinggal dijasnya.
"Thank you ... " Dia terlihat gagah dengan hanya memakai dalaman turtle neck woll lembut berwarna abu-abu. Sosoknya sempurna, tubuhnya proporsional, aku membayangkan jika dia membuka dalaman itu, apa yang aku lihat. Ya ampun Amanda! Kau dan pikiran mesummu itu. Tapi aku akui bayangan itu menggoda.
"Kenapa kau menatapku seperti itu ... " dia memergokiku sedang menatapnya. Aku tersenyum kikuk.
"Tidak apa-apa, hanya saja aku belum pernah melihatmu tanpa jas. Rasanya berbeda ... " dia tersenyum diam. Aku tak tahu apa ini perasaanku saja, setiap kali dia hanya tersenyum diam seperti itu, aku penasaran apa yang ada dipikirannya. Selama hampir enam bulan ini kami berjalan tanpa ada ikatan apapun rasanya selalu menenangkan, punya teman bicara, punya seseorang yang kau percaya tanpa ada perasaan lain seperti roller coaster.
"Amanda, kau punya kesempatan melihat sisi lain diriku jika kau menginginkannya ..." aku masih mencerna perkataannya. Aku tak mengerti. Melihat sisi lain dirinya, apa dia punya kehidupan lain? Semacam superhero misalnya. Atau agen rahasia mungkin.
"Apa maksudmu? Kehidupanmu yang lain, aku tak mengerti, apakah kau semacam agen rahasia mempunyai dua kehidupan?" Adrian langsung meringis lebar, sementara aku masih menatapnya dengan tatapan penasaran.
"Princess Xena, kenapa kau begitu naif ... hidupmu itu terlalu lurus." dia menyebutku princess sekali lagi. Kali ini aku cuma penasaran dengan kata-katanya. Aku lurus, iya mungkin itu benar, aku memang tidak suka hidup dengan ekspektasi terlalu besar atau petualangan yang tidak perlu. Mungkin karena aku membosankan Howard lebih memilih blonde itu.
"Kata-katamu membingungkan ... katakan apa maksudmu sisi lain ... kelihatannya menyenangkan ... " aku memajukan wajahku kearahnya.
Tanpa kuduga dia bergerak begitu dekat, tangannya mengamit pinggangku, membawaku mendekat, sangat dekat, sehingga tubuh kami menempel. Dan dalam sekejab bibirnya menemukan bibirku.
Jantungku langsung berdetak tak terkendali. Napasku terhenti, aku terkesiap merasakan brewok tipisnya mengenaiku. Ciuman hangat itu terasa lembut tapi juga menuntut dan saat dia menyentuh bibirku aku otomatis mundur, tapi tangannya mengunciku leherku. Sesaat dia menguasai bibirku. Bibirnya melumat bibirku tanpa memberiku kesempatan mengelak, dia memejamkan matanya! Dan saat dia melepasku, aku langsung bergerak menjauh.
"Adrian, apa yang kau lakukan ... " aku membelalak menatapnya.
"Kau sudah menyentuh kehidupanku sejak pertemuan kita hampir setengah tahun yang lalu. Aku pernah berkata kita hanya teman. Tapi aku sekarang yakin menginginkanmu lebih dari sekadar teman. Jadilah kekasihku Amanda, kenalilah sisi hidupku yang lain." Adrian mengatakan itu sambil memegang tanganku dengan erat.
"Adrian ... aku ... tapi ... kenapa?" aku tidak bisa menerima ini, kenapa dia ingin aku menjadi kekasihnya. Dia selalu bercerita tentang gadis-gadis itu. Kami cuma teman sebelumnya.
"Kenapa? Aku tak tahu? Kenapa aku selalu memikirkanmu ...."
"Tapi selama ini kau bercerita tentang semua gadis itu?"
"Aku mengarangnya. Agar kau nyaman oke..., aku tidak menemui siapapun. Aku salah, mengarang semua cerita itu. Aku hanya binggung bagaimana menghadapi seorang gadis yang sama sekali tidak pernah melihatku sebagai pria, sementara yang lainnya dengan sukarela menyerah mengikutiku, aku tidak pernah menghadapi wanita sepertimu." Aku diam. Aku tak mengharapkan pengakuan ini. Sejujurnya aku nyaman sebagai teman dengan Adrian. Dengan reputasinya sebagai penakluk wanita dia telah bertemu banyak wanita cantik. Kenapa aku. Bahkan Florence pacar Howard mengangapku dibawah standarnya.
"Adrian ... aku bukan gadis cantik seperti model-model teman kencanmu itu. Bahkan Howard lebih memilih blonde itu dibanding aku. Kenapa kau mengatakan hal aneh seperti ini. Kau hanya binggung dan perlu waktu, saat kau bertemu wanita yang cantik yang menarik perhatianmu, kau akan melupakan aku. Ini semua tidak nyata .... " Aku memalingkan wajahku. Tidak aku bukan orang yang tepat untuknya. Dia terlalu sempurna, Adrian bisa mendapatkan banyak gadis yang lebih baik, lebih cantik, lebih pintar dariku.
"Ya Tuhan Amanda, berhentilah merendahkan dirimu sendiri. Apa Howard sialan itu begitu mempengaruhimu. Aku menyukai wanita bukan karena dia berwajah sempurna seperti model. Kau adalah kau, kau cantik seperti mereka, aku tidak membandingkan kau dengan wanita lain." Aku hanya diam memandangnya. Aku bingung apa yang harus kukatakan.
"Amanda, beri aku kesempatan kumohon. Aku tak pernah memohon kepada seorang wanita seumur hidupku selain kau. Kumohon beri aku kesempatan untuk membuktikan diriku." dia masih menggenggam tanganku dengan erat, seakan takut aku akan pergi.
"Adrian ... aku tak tahu. Aku binggung, aku perlu waktu untuk ini." Aku menggeleng. Tidak! Dia juga akan meninggalkanku seperti Howard meninggalkanku dengan Florence yang cantik. Aku tak mau jatuh dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya. Itu sangat menyakitkan.
"Baik, aku akan memberikan waktu berapapun banyakpun kau perlu. Tapi jangan hindari aku, berjanjilah padaku .... " Aku cuma menatapnya dalam diam. Aku sudah memikirkan bagaimana menghindarinya sejujurnya. Ada sebuah tugas yang bisa kuambil. Dia akan melupakanku begitu aku kembali dua bulan kemudian.
"Amanda ... kau belum berjanji untuk tidak menghindariku. Kita tetap berteman, aku tidak akan memaksakan apapun, aku hanya minta kau mempercayai aku... " Dia bingung dengan sikap diamku. Sama, aku juga bingung kenapa dia mengatakan ini.
"Kita kembali saja Adrian, ini sudah malam." Aku menghindari janji apapun. Aku tidak bisa menanggung akibatnya.
"Really ..." Adrian menghela nafas frustasi dan meluruskan kakinya di bangku itu. Aku sedikit kasihan padanya. Dia bisa mendapatkan siapapun yang dia mau tapi kenapa dia bicara seperti ini padaku.
"Maafkan aku, aku tidak ingin berjanji apapun. Biarkan aku berpikir ... semuanya terlalu tiba-tiba." Dia menatapku, lalu tersenyum kecil.
"Baiklah, ayo kita pulang. Maaf bila ini terlalu membinggungkan bagimu." Dia menarik tanganku, mengajakku berjalan menyusuri jalanan South Banks terang yang penuh orang-orang. Pegangan tangannya erat, aku berjalan dalam diam. Terlalu banyak hal yang berkelebat dalam pikiranku.
"Kau mau eskrim?" dia melihat penjual eskrim didepan kami. Aku merasa seperti seorang anak high school yang dibelikan eskrim oleh pacarnya. Tapi eskrim didepan sangat menggoda.
"Iya ... " aku mengangguk.
"Ayo." aku menemukan senyum lembutnya.
Kami mengantri didepan beberapa orang pasangan mesra didepan kami. Salah satunya didepanku berciuman. Aku jadi salah tingkah sendiri melihat mereka. Gosh... aku seperti anak belasan tahun. Apa aku dan Adrian juga terlihat seperti pasangan. Andrian menatapku. Aku dengan cepat berpaling. Kenapa aku menjadi malu seperti ini.
"Katakan padaku kenapa kau tidak tenang seperti itu. Apakah didepan kita terlalu panas." Adrian berbisik disamping telingaku, dia menarik posisiku mendekat ke tubuhnya, sementara tangannya melingkar ke pinggangku dengan akrab.
"Stop it ...." aku memandangnya, melihatnya dengan seringai Casanova di wajahnya. Gosh, dia memang tampan. Ciumannya tadi cukup membuatmu berpikir terlalu jauh. Hawa panas dengan cepat naik ke wajahku.
"Now you blushing like a virgin Amanda. It's only a kisses. Wanna more?" ** Dia berbisik sambil menyeringai lucu menertawakan ekspresiku. Aku menyarangkan sebuah cubitan ke perutnya. Yang langsung membuatnya mengaduh.
"Okay...okay... I got it " Dia masih menyeringai lucu sambil kesakitan. "Now, It's your turn." Dia mendorong lembut bahuku kedepan kasir.
"Vanilla cone with choco. Adrian ?"
"Make it double." dia langsung membayar, padahal aku sudah ingin mengeluarkan uangku. Akhirnya aku membiarkannya.
Kami menikmati es krim itu sambil berjalan menyusuri Bridge Walk menuju mobil kami. Bagaimanapun ini malam yang menyenangkan, selain pengakuannya yang mengejutkan.
"Amanda, terima kasih atas malam ini. Kuharap akan ada malam-malam yang lain. Beri aku kesempatan oke. Aku berjanji aku tak akan membuatmu kecewa." aku cuma tersenyum mendengar perkataannya.
"Katakan sesuatu Amanda, God, kau wanita paling sulit yang pernah aku hadapi. Katakan sesuatu yang bisa membuatku bisa tidur malam ini Amanda." Dia membuat ekspresi memelas yang membuatku tertawa.
"Adrian, aku akan memikirkannya.... " aku berkata diantara tawaku.
"Kau akan memikirkannya ... itu jawabanmu?"
"Iya."
"Bisa kita mampir ke farmasi dan resepkan aku pill tidur." Aku langsung terbahak.
"You are so desperate Sir."
"I am." Dia membenturkan kepalanya ke kemudi.
"Adrian, kau cuma bingung. Hahaha... You're kidding me now, right!" Aku sebenarnya setengah tidak percaya pada perkataannya karena Adrian sering bercanda. Dengan kelakukan treatrikalnya sekarang, aku berpikir dia hanya sedang bermain drama denganku dan kupikir ini drama yang sangat lucu.
Dia menoleh. Mematung memandangku dengan ekspresi sulit ditebak, aku diam. Oke, mungkin dia tidak bercanda.
"Amanda, I'm not playing anything here ... " aku masih menyeringai menatapnya. Jika dia tidak bermain drama, oke mungkin ini hanya perasaan sesaat. Saat aku pergi dan tak menghubunginya lagi dia akan mencari wanita lain. Sesederhana itu. Pria gampang ditebak.
"Well, oke then. Mari kita pulang. Baiklah kau tidak bercanda. I get it Adrian." Dia diam. Masih penasaran dengan sikapku. Bisa dimengerti, jika gadis lain mungkin mereka sudah meleleh dan langsung terlibat percintaan pertama mereka. Tapi itu mereka, aku? Aku lebih takut aku akan sakit hati dengan pria populer seperti Adrian Hudson. I can't take it anymore. He is out my league. That's all.**
Dia menjalankan mobil. Masih diam dalam pikirannya. Aku membiarkannya, aku juga melamun sendiri dengan berbagai pikiran di kepalaku. Sementara kami mengarah ke Mansion Paman di Mayfair. Sudah hampir tengah malam dan rasanya malam ini tidurku tidak akan tenang.
🌸🌸Hi jangan lupa klik jempol
TERJEMAHAN
》》 "Now you blushing like a virgin Amanda. It's only a kisses. Wanna more?
Sekarang kau merona seperti seorang perawan Amanda. Itu hanya sebuah ciuman. Kau mau lagi ?
》》 I can't take it anymore. He is out my league. That's all
Aku tak bisa menerima ini lagi. Dia jelas diluar jangkauanku. Itu saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Vlink Bataragunadi 👑
duh bacanya bikin perutku laffaaaar >_<
2023-01-05
0
Balgis Febrizha Al-Amrie
Binggung,Menanggis,Semangkin + sedikit typo ,selain itu,karya2 mu nyaris sempurna
2022-03-05
1
Nur Kholifah
aq terpesona bgt dg novelmu ini thor
2022-01-14
2