Aoi berangkat pagi-pagi demi menghindari Makoto. Untung saja pria itu tidurnya pulas di ruang tamu.
"Enaknya ngapain ya?" Aoi gabut, apalagi kelas masih sepi.
Haruka dan Fumie memasuki kelas. Keduanya terkejut melihat Aoi yang sudah ada di kelas.
"Aoi? Tumben banget berangkat pagi," Haruka meletakkan tasnya yang sangat berat itu. Rasanya pegal di hari Senin, pelajaran banyak, upacara di campur Matematika dan Fisika.
"Males ah sama dia. Apalagi kemarin. Maunya sih berdua aja sama Ryuji. Tapi om-om nyebelin itu ganggu!" Aoi curhat dengan berapi-api.
"Kencan gitu sama Ryuji?" tanya Fumie.
Aoi mengangguk. "Iya. Aku sama Ryuji pingin naik kincir angin, tapi om nyebelin itu ngajak nonton bioskop. Filmnya aja aku gak suka," Aoi menggerutu.
"Kamu sama Ryuji jauhan terus ya kalau aku liat-liat," celetuk Fumie setelah berpikir beberapa saat kemudian.
Benar juga. Tapi mau bagaimana lagi? Makoto selalu menjadi penghalang.
"Gak apa-apa. Mungkin lain waktu aku sama Ryuji jalan," Aoi mengembangkan senyumnya. Dan itu pun harus sembunyi-sembunyi dari Makoto.
Taiga menguap. Gara-gara kipas angin dirinya mulai mengantuk.
"Kenapa pelajaran pak Sasuke kadang jamkos? Lebih enak olahraga aja sih meskipun gak ada gurunya," Taiga menegakkan tubuhnya, duduk menghadap Ryuji dan Syougo.
"Nah! Gue setuju!" seru Syougo antusias. "Lumayan bisa main basket. Apalagi sama si kapten nih," Syougo menunjuk Ryuji yang mengerjakan tugas dari guru BK, pak Sasuke ada kepentingan dan tugasnya di serahkan guru BK.
"Apa lo gak nyamperin Aoi? Mumpung jamkos nih," usul Taiga dengan ide cerdasnya.
Ryuji meletakkan pulpennya. "Ya kalau kesana kelas Aoi ada gurunya gimana?"
Benar juga ya.
"Cepetan dong! Mau upacara nih," Syougo tak sabaran.
"Sabar. Bentar lagi," Ryuji menulis dengan cepat, berantakan dan mirip seperti resep dokter.
Syougo menatap Taiga heran.
"Dasi lo mana? Mau di tangkap pak Daiji?" Syougo selalu mengingatkan Taiga tentang dasi, temannya itu sudah pikun akut.
Taiga terkejut. "Loh iya! Mana? Lo ya yang ambil?"
Ryuji selesai mengerjakan tugas penjaskes, siap mengikuti upacara.
"Kenapa lagi?" tanya Ryuji malas. Pasti perkara dasi lagi.
"Dasi gue mana? Biasanya Syougo yang ambil!" Taiga ingin beli dasi baru, tapi percuma yang ada menumpuk dan mengoleksi dasi.
"Beli aja kok ribet banget. Yuk Syou, sebelum pak Daiji patroli kelas," Ryuji melangkah lebih dulu.
"Hei! Tunggu!"
Di Sakura Koperasi, Taiga membeli dasi spesial.
"Apa bedanya sih mas? Sama yang biasa aja," Mami memberikan dasi spesial itu, ada logo kucing emas yang melambangkan SMA Sakura. Harganya pun setara pizza di cafe Cherry Cat.
"Ya beda lah mi, biar keliatan ganteng," Taiga memakai dasi simple iti dengan cepat.
"Lain kali jangan lupa sama dasi. Jadi beli terus kan," omel Mami kesal.
Taiga mengangguk. "Iya mbak Mami yang cantik," Taiga menyusul Ryuji dan Syougo di barisan paling belakang seperti biasanya.
Fumie menghindari sinar matahari. Apalagi Haruka lebih tinggi darinya, sangat mutualisme.
Haruka mundur sedikit. "Enak aja kamu gak kena panas! Aku yang jadi hitam!"
Fumie terkekeh. "Biarin, aku gak mau ya bedakku luntur," apalagi tujuh lapis saja lama.
Makoto di tugaskan untuk memantau semua siswa yang mengikuti upacara. Karena pak Daiji sedang sakit.
Makoto berhenti melangkah, ada satu siswi yang tidak memakai dasi.
"Kamu yang lagi ketawa, sini!" tegas Makoto lantang, semuanya pun menatapnya.
"Mati deh. Aoi, ada pak Makoto tuh," Haruka menoleh menatap Makoto yang berkacak pinggang.
Ya, Aoi tidak memakai dasi. Aoi lupa. Berada di barisan belakang, ia kira aman.
"Aoi kepergok sama pak Makoto gara-gara gak pakai dasi!"
"Masa sih?"
Ryuji yang lumayan tinggi dengan mudah melihat Makoto yang mennggiring Aoi. Sepertinya akan di bawa ke depan.
Ryuji memberikan dasinya pada Syougo.
"Kenapa Aoi aja? Kok aku yang gak pakai dasi gak kena razia?" Ryuji tak ingin Aoi di hukum sendiri, apalagi pagi ini sangat panas seperti di Sahara.
"Wah! Ryuji gak pakai dasi?"
"Pak Makoto! Ada lagi nih!"
Makoto mencari sumber suara. Siapa lagi yang tidak memakai dasi? Apa sengaja di lupakan seperti mantan?
"Siapa?"
"Ryuji!"
Makoto tersenyum miris. Apa Ryuji melihatnya membawa Aoi dan sengaja melakukan hal yang sama perkara dasi?
"Rupanya kamu ya? Bagus juga idenya," sindir Makoto, Ryuji berpaling.
'Aku tau kamu hanya ingin bersama Aoi apapun keadannya. Hm, aku tidak akan membiarkan itu,' Makoto akan memisahkan Aoi dan Ryuji saat hukuman nanti.
***
Aoi membersihkan kantor guru, dari menyapu, mengepel, mengelap kaca dan menata meja ia lakukan sampai lelah.
Masih jam pelajaran pertama. Kantor guru memang sepi.
Aoi bersandar pada tembok. Nafasnya tersengal, pelipisnya berkeringat.
"Huh, capek banget. Masih mending aku. Gimana sama Ryuji yang bersihin halaman sekolah? Kasihan dia," Aoi kira hukumannya akan sama. Tapi Makoto sengaja memberikan hukuman berbeda.
Makoto meletakkan sebungkus ayam goreng nyus kremes dengan nasi yang hangat.
"Kamu makan dulu. Pasti capek kan?"
Aoi menoleh, ya capek lah! Selama satu jam dirinya mondar-mandir sampai kantor guru kinclong.
"Gak tau. Pikir aja sendiri," tapi tangannya juga mengambil makanan dari Makoto, lumayan uangnya aman.
"Lain kali dasinya di pakai. Makannya, jangan berangkat gitu aja. Apalagi gak bangunin aku tadi pagi," Makoto sampai khawatir Aoi kenapa-napa, untungnya Syougo melapor Aoi sampai di sekolah dengan selamat.
"Pak Makoto. Halaman sekolah sudah bersih. Hukuman saya selesai. Apa boleh mengikuti pelajaran?" Ryuji berada di ambang pintu, pemandangan pahit itu ia saksikan. Makoto ingin menyuapi Aoi, tapi cewek itu tidak mau.
"Iya," jawab Makoto cuek. Mengganggu saja.
"Bisa makan sendiri. Memangnya anak kecil yang harus di suapin?" Aoi merebut sendok yang ada di tangan Makoto.
"Dasar bawel. Udah baik aku beliin makanan," Makoto tak marah, hanya gemas dengan kejudesan Aoi.
"Aoi. Ayo kita ke kelas, lebih baik mengikuti pelajaran daripada disini terus," Ryuji menarik tangan Aoi, meletakkan nasi bungkus itu di meja.
Makoto menahan tangan Aoi yang bebas.
"Tidak bisa. Aoi masih menjalankan hukumannya. Kalau kamu ke kelas, silahkan. Tidak perlu mengajak Aoi," Makoto hanya ingin berdua dengan Aoi.
Ryuji menatap sekeliling. Apanya yang harus di bersihkan lagi? Makoto hanya beralasan.
"Apa pak Makoto ingin membohongi aku? Aoi sudah selesai menjalankan hukumannya. Saatnya mengikuti pelajaran. Ayo Aoi, gak usah dengerin dia," Ryuji menarik tangan Aoi, Makoto terpaksa melepaskannya.
"Ingat di rumah nanti! Aku terkam ya kamu!" ancam Makoto setelah Aoi dan Ryuji keluar.
"Kok kamu di terkam?" tanya Ryuji heran. "Ada hubungan apa sih kamu sama pak Makoto?"
Aoi menggeleng. Kenapa pria itu ember sih? Apa tidak bisa diam? Bisa gawat kalau dirinya tinggal dengan Makoto.
"Gak ada. Sengaja kayak gitu biar kamu cemburu," jawab Aoi berbohong.
"Oh," Ryuji mengangguk, percaya. "Kamu capek banget ya? Sampai kerengitan gitu. Sini dulu," Ryuji mengelap pelipis Aoi dengan saputangan yang ia bawa kemana-mana.
Aoi baper. Ia ingin waktu berhenti sejenak, atau lebih lama lagi agar waktu luang dengan Ryuji selalu ada. Bukan Makoto terus.
"Udah. Kalau jamkos nanti, istirahat aja ya? Biar gak sakit karena kecapekan. Bye," Ryuji berlalu pergi.
'So sweet banget sih. Aaa! Sampai di rumah langsung nyanyi nih hehe. Tapi om nyebelin itu ada,' batin Aoi.
***
See you.-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments