Taiga Yuki
Bel pulang berbunyi, Aoi sangat bosan berada di UKS sendirian.
Akhirnya pulang juga, saat dirinya turun dari ranjang sebuah uluran tangan besar membuat Aoi tau siapa. Makoto lagi.
"Apa kondisimu sudah lebih baik?" tanya Makoto khawatir.
Aoi mengangguk. Ia terlalu kejam mengabaikan Makoto, pria itu sudah berbuat banyak demi melindunginya.
"Ambilkan tasku di kelas," titah Aoi, rasanya senang juga tinggal duduk manis dan menyuruh Makoto.
"Biar aku suruh temanmu saja," Makoto mengirimkan pesan ke adiknya itu.
Makoto menatap Aoi. "Masih sakit? Apa perlu kita ke rumah sakit saja? Sepertinya kondisimu sangat parah ya," ujar Makoto kasihan.
Aoi berdecak kesal. Kenapa Makoto berlebihan? Memangnya ia sakit hati yang perlu di perikaakan ke dokter? Eh? Tidak akan pernah.
"Kenapa sih lo peduli sama gue?" tanya Aoi heran. Rasanya sulit satu laki-laki saja yang peduli dengannya.
Makoto mendekat. Dan membisikkan sesuatu.
"Karena aku mulai jatuh cinta sama kamu," dengan gampangnya Makoto mengatakan itu.
Aoi terpaku. Mencintainya? Kenapa secepat itu? Dirinya saja tidak memiliki perasaan dengan Makoto. Hatinya sudah sepenuhnya untuk Ryuji.
Syougo melongo mendengar kakaknya menyatakan cinta.
"Permisi. Kurir pengatar tas sudah sampai. Maaf kalau mengganggu yang lagi pacaran," dirinya mendapat tatapan tajam dari Makoto.
"Ya udah sana! Ganggu aja!" usir Makoto galak.
Aoi memukul bahu Makoto kesal. "Jangan marah-marah gitu dong. Dia itu murid, masa di bentak sih? Gak salah apa-apa juga," omel Aoi.
Makoto tersenyum kikuk. "Ya sayang. Maaf, dia ganggu sih," dirinya sudah lupa berterima kasih dengan Syougo yang ikhlas dan rela mengambilkan sebuah tas.
"Pulang. Gue ngantuk," Aoi meraih tasnya dari tangan Makoto. "Lo bisa pulang juga. Gue bisa sendiri," Aoi melangkah pergi.
Tapi Makoto tak tinggal diam, ia mengikuti Aoi dari belakang.
Aoi menoleh. "Kenapa sih masih ngikutin gue? Sana pulang!" usirnya. Rasanya risih saja sangat dekat dengan guru.
Rintik hujan yang sangat deras mengguyur kota Cherry Blossom.
"Kenapa harus hujan segala sih? Kalau gini kan gak bisa pulang," gerutunya kesal. Tidak membawa jas hujan lagi, ah dirinya ini memang pelupa.
"Aku bawa payung," sahut Makoto.
Aoi menoleh. "Payungnya di mobil kan? Ya udah, ambil sana!" titahnya tak mau tau.
"Oke. Aku akan mengambilnya demi kamu," Makoto menerobos hujan, ia rela bajunya basah. Demi Aoi, apa sih yang gak?
"Hei?" Ryuji menyapa, membuyarkan Aoi yang sedang melamun.
"Eh? Kamu, kenapa gak pulang?" sejak kemarin, Aoi suka deg-degan kalau Ryuji dekat seperti ini.
"Ini mau pulang. Bareng yuk, aku selalu bawa jas hujan. Bisa nih berdua," tawar Ryuji.
'Aaa, romantis banget sih. Kalau gini aku mau aja,' batin Aoi berteriak baper. Rasanya sangat beruntung bisa mendapatkan Ryuji.
Ryuji mengambil jas hujannya di dalam tas. Saatnya berdua dengan Aoi seperti di drama romansa, dimana sepasang kekasih satu payung atau jas hujan berdua.
Dengan berlari dan hati yang senang, Makoto berhasil mengambil payungnya. Meskipun sudah basah kuyup dan kedinginan, asalkan Aoi tidak sakit.
"Ayo Aoi, bareng sama-" Makoto menjatuhkan payungnya. Aoi dengan pacarnya.
"Oh, ya udah bareng aja sama dia," Makoto berubah cuek. Jelas hatinya sakit, berjuang mengambil payung dan rela menerobos hujan tapi Aoi memilih pacarnya.
"Kita pulang. Nanti kamu sakit," ajak Ryuji tak peduli dengan keberadaan Makoto.
Makoto menghubungi Tuan Amschel. "Halo Tuan, Aoi ternyata sudah memiliki pacar. Mereka berdua sangat bahagia, saya sudah mengajak Aoi-"
Ponsel Makoto di rebut paksa oleh Aoi.
"Bisanya cuman ngadu!" Aoi melihat ponsel Makoto, hanya lockscreen foto dirinya yang cemberut. Pria itu tidak menelepon ayahnya!
"Makannya nurut sayang," Makoto menarik tangan Aoi hingga cewek itu jatuh ke pelukannya.
Ryuji tersenyum miris. "Ya udah, aku pulang duluan ya? Nanti malam kayak biasanya," tapi Ryuji tak mau kalah dengan Makoto.
Aoi mengangguk. "Pasti dong," kebiasaan sebelum tidur, Ryuji menemaninya chattingan bahkan sampai tengah malam.
"Ngapain sama dia? Emang main ke rumah kamu? Gak bakal berani! Yang ada di usir sama Tuan Amschel," ucap Makoto sedikit kesal.
"Daritadi marah-marah terus. Udah tua tambah tua," Makoto hari ini seperti cewek saja, gak tau kenapa marah-marah, bilang gak papa, banyak maunya.
"Biarin tambah tua. Ini juga calon suamimu nanti," dengan percaya dirinya Makoto mengatakan itu.
"Jadi pulang gak sih?" Aoi lama-lama gregetan.
"Ya. Ayo," Makoto mengambil payungnya yang terjatuh tadi.
Di dalam mobil, Makoto terus-terusan bersin. Aoi merasa terganggu.
"Lo kenapa? Sakit?"
Makoto menggeleng. "Mungkin hujan-hujanan tadi. Aku udah biasa gini," entah se-berapa khawatirnya Aoi kalau dirinya sakit.
"Tapi wajah kamu pucet banget," Aoi mengecek dahi Makoto yang ternyata panas.
"Habis nganterin kamu pulang, aku bakal istirahat kok. Ciee yang keceplosan manggil kamu," Makoto menoel pipi Aoi.
"Apa sih? Gak usah geer deh. Tadi gue salah ngomong," kenapa mulutnya tidak bisa di rem sedikit sih? Makoto kan jadi baper.
"Jangan marah-marah. Udah muda tambah cantik aja," goda Makoto, sekarang gantian Aoi yang salah tingkah.
"Pulang gak sekarang! Atau aku turun aja. Biarin hujan-hujanan," Aoi yang akan membuka pintu mobil dengan sigap Makoto menguncinya.
"Gak usah berani kabur deh. Gimana kalau ke kafe aja? Kita kan gak jadi kesana, kamu lagi dapet," mungkin tambah romantis jika hujan-hujan seperti ini minum yang hangat, apalagi di temani calon istri. Eaa, aduh dirinya terlalu baper membayangkan itu.
Aoi bergidik ngeri. "Ngapain lo senyum-senyum?"
"Kamu makin hari tambah cantik aja," goda Makoto lagi.
"Semua cowok emang kerjaannya gombal terus ya? Males tau dengernya!" dirinya sensitif dengan bujuk rayu para lelaki, awalnya saja manis tapi akhirnya asam pahit.
"Sama gimana?" Makoto kurang peka. Kenapa cewek mudah marah ya?
"Awalnya aja manis, terus kalau bosen di tinggalin. Nyari yang baru, terus pamer, ya situ gampang move on. Disini? Ya gak gampanglah!" Aoi tanpa sadar curhat dengan Makoto.
"Oh. Aku mana pernah ninggalin kamu. Kan kita juga bakalan nikah. Kalau udah nemu yang paling di sayang dan di cintai, aku gak mungkin nyari yang baru. Apalagi bosen, ngeliat pipi kamu aja aku betah," dirinya tidak se-spesies dengan cowok kebanyakan.
"Buruan! Katanya mau ke kafe! Laper nih," Aoi merengek, moodnya buruk karena tamu bulan.
Daripada di omeli lagi, Makoto sedikit mengebut. Demi Aoi kenyang. Apa sih yang gak buat kamu? Begitu lah batinnya.
Saat sampai di kafe cherry cat, Makoto memilih duduk di di dekat jendela. Melihat pemandangan orang yang berlalu-lalang.
Aoi membuka buku menu. Bingung mau pesan apa.
"Mau makan apa? Jangan yang pedes loh. Bisa di marahin Tuan Amschel nanti," mengenai Aoi itu keras kepala, kemauannya harus di turuti. Makoto sudah tau semuanya tentang cewek tomboy itu dari Tuan Amschel.
"Kalau spaghetti neapolitana gak papa kan? Masa pedes sih," dengan Makoto saja dirinya kurang bebas.
"Sini, aku pesenin yang lebih sehat aja," Makoto melihat dengan teliti berbagai macam menu. Harganya juga tak main-main.
"Gimana kalau curry and rice aja? Minumannya mango parfait dan makanan penutupnya shortcake. Nah, ini baru sehat," pilihannya tak pernah salah. Yang penting peduli dengan kesehatan saja.
Aoi mengangguk. "Selera makanan lo oke juga. Tau aja kalau gue suka mangga," selain manis juga membuat mood-nya membaik
Makoto memanggil writers, menyebutkan pesanan.
"Baik, silahkan tunggu sebentar ya," setelahnya ia pergi.
Setelah pesanan datang, Aoi makan dengan lahap. Pipinya pun menggembung.
"Pelan-pelan Aoi, nanti keselek," nasehat Makoto.
"Biarin," Aoi melanjutkan menghabiskan curry and rice, lalu mango parfait. "Ini enak banget, pingin deh bikin sendiri di rumah," lumayan juga buat teman camilan. Sayangnya ia tak tau resepnya.
"Mau pesen buat di bawa pulang juga?"
Aoi menggeleng. "Gak usah. Gue gak pingin amat kok," rasanya tak enak menghabiskan uang banyak. Entah berapa total makannya ini.
Selesai makan, Makoto membayar total makanannya. Si mbak kasir menyebutkan harganya.
"Totalnya limabelas ribu empat ratus limapuluh yen Tuan."
Makoto menyerahkan uang 20 ribu yen.
"Kembaliannya ambil saja," Makoto kembali menghampiri Aoi.
'Apa? Limabelas ribu yen? Banyak banget, itu uang apa daun sih?' Aoi heran, Makoto sanggup membayar dengan mudah mengenai keluarga Anekawa bekerja sama dengan perusahaan milik ayahnya.
"Ayo pulang. Udah gak hujan lagi tuh," Makoto menggandeng tangan Aoi. "Gimana? Udah kenyang apa masih kurang?" tanyanya jahil.
Aoi memukul bahu Makoto kesal. "Ya kenyang lah!"
Makoto hanya terkekeh. Aoi tidak pernah kalem sedikit pun. Entah bagaimana kalau sudah menikah nanti.
***
Buat menunya, aku ambil di game Sakura School Simulator, semuanya ada di kafe cherry cat yang deket sama rumahnya Biju Mike.
Jadi pingin nyobain deh.
See you...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments