Karin menyibak selimut yang membalut tubuh Aoi.
"Aoi, bangun sayang. Makoto nungguin kamu di bawah tuh. Mama sama ayah mau keluar kota, jaga diri baik-baik ya?" Karin mengecup kening Aoi.
Aoi terbangun. "Ma, kok mendadak sih? Jangan pergi ma, aku di rumah sama siapa? Masa sendirian?"
Aoi meraih tangan sang mama. Menahannya agar tidak pergi.
"Kan ada Makoto. Dia yang bakal jagain kamu disini. Kalau mau masak, di kulkas udah mama isi semua. Masakin juga Makoto ya? Belajar jadi istri yang baik. Mama berangkat dulu ya? Ayah udah nungguin tuh," Karin melepas tangan Aoi yang berusaha menahannya.
"Ma! Jangan tinggalin aku! Masa harus sama Makoto sih! Mama!" teriak Aoi saat mamanya sudah menghilang menuruni tangga.
Aoi menuju ruang tamu, lagipula hanya Makoto. Tidak masalah kalau bangun tidur dan ileran. Kalau Ryuji, perlu dandan dan cantik.
Makoto menatap Aoi. Rambut berantakan, dan mata yang setengah terbuka. Apa cewek itu baru saja bangun tidur ku terus mandi?
"Kamu kalau gini, cantiknya natural Aoi. Sini duduk," Makoto terpesona, entah kenapa aura cewek baru bangun semakin cantik.
Aoi menurut. Matanya masih mengantuk, gara-gara menemani Fumie yang curhat tiada habisnya.
"Sana, cuci muka dulu. Mandi, biar wangi. Kita jalan-jalan," Makoto membenarkan rambut Aoi yang menutupi sebagian wajahnya.
"Hm. Iya," dengan langkah malas, Aoi menuju kamar mandi.
"Gak ada salahnya ngajak Aoi jalan-jalan. Apalagi kemarin dia sedih, Ryuji punya mantan. Dia bukan cowok yang baik," Makoto tak akan membiarkan Aoi menangis lagi.
Tak lama kemudian, Aoi selesai berganti casual wear biru laut.
Makoto sampai tercengang melihatnya.
"Cantik banget kamu. Mau kemana emang?"
Aoi berdecak kesal. "Katanya jalan-jalan. Gimana sih? Gak jadi? Ya udah," Aoi berbalik tapi Makoto mengatakan...
"Gak ada baju jogging yang lain gitu? Itu pendek Aoi. Aku gak mau kamu di liat cowok genit," selain aku aja sih, batinnya.
"Terus, masa aku pakai swimsuit gitu?"
Makoto mendelik. "Gak! Ngapain pakai swimsuit? Emang mau renang?"
"Jadi gak jalan-jalannya?" lama-lama Aoi ingin mencakar Makoto sekarang juga.
Makoto menghampiri. "Jadi. Daripada bosen di rumah. Ya gak?"
Aoi tak menjawab.
"Iya deh. Cuek banget," Makoto mengacak rambut Aoi, cewek itu mengomelinya.
"Gak usah acak-acak rambut! Bikin jelek aja!"
Selama berlari kecil, Makoto selalu menggoda Aoi, tapi cewek itu terus mengomel karena tak suka di baperin.
"Jadi aku boleh dong nginep di rumah ka-aww!" Makoto meringis karena kakinya di injak oleh Aoi.
"Nginep boleh, tapi tidur di ruang tamu!" ketus Aoi tak mau tau. Makoto menginap? Lebih baik ia di rumah sendirian daripada satu atap dengan pria itu.
"Tapi kalau udah nikah ya di kam-emm!" mulut Makoto di bungkam, Aoi jengkel mendengar gombalan Makoto yang tak ada habisnya.
"Beliin aku es krim sama pop corn di amusement park. Kan dulu gue sama lo gak jadi kesana. Gara-gara ayah sih, suruh pulang!" gerutu Aoi kesal. Dan ujung-ujungnya ia di suruh tidur.
"Ok, mau liat bioskop juga?"
"Gak usah. Bilang aja mau modus kan? Ngaku!"
"Kamu kok marah-marah terus daritadi? Datang bulan lagi?"
Aoi menggeleng. "Udah, jangan banyak bawel. Tuh, jadi antri kan. Kebanyakan ngomel sih," Aoi bersidekap dada.
"Kamu duduk aja disana, aku yang beliin," Makoto rela antri demi Aoi. Apa sih yang gak buat dia?
Aoi duduk sendirian.
"Kamu disini juga ya? Senang banget bisa ketemu kamu," sapa Ryuji duduk di sebelah Aoi.
Aoi tersenyum tipis. "Iya nih, sendirian. Kita naik kincir angin yuk," Aoi menarik tangan Ryuji, melupakan Makoto.
"Ayo. Emangnya kamu berani? Gak takut?"
Makoto selesai membeli es krim dan pop corn yang masing-masing harganya ¥200.
"Aoi! Aku beliin kam-" Makoto tidak melihat Aoi, kemana perginya cewek itu? Kelayapan lagi. Kebiasaan.
Seorang cewek berbaju biru itu berhenti saat Makoto menanyai ciri-ciri Aoi.
"Oh, dia tadi mau naik ke kincir angin. Tapi masih rame, jadi antri. Permisi," ia berkalu pergi.
Makoto mempercepat langkahnya, Aoi asik bercanda dengan pacarnya.
"Aku udah bilang tungguin aja! Malah kemana-mana," dengan suara lantang Makoto mengomeli Aoi.
"Apa sih? Aku tadi kan gak bareng sama kamu. Kenapa malah marahin aku?" Aoi menoleh, moodna buruk. Ia mengurungkan niatnya menaiki kincir angin.
"Dan pacar kamu itu udah bikin sakit hati. Kenapa masih pertahanin dia? Apa aku kurang?"
Semua orang yang ada disitu pun memperhatikan Makoto dan Aoi.
"Nih, habisin. Aku udah capek-capek antri buat beliin kamu es krim dan pop corn, tapi malah bilang gak datang sama aku," ujar Makoto dengan wajah pias.
"Terima aja Aoi. Kasihan dia," bisik Ryuji.
Makoto yang mendengar itu pun tak terima.
"Gue gak perlu di kasihani. Aoi, sini. Atau-"
Aoi menghampiri Makoto dengan langkah malas. Kenapa harus ada ancamannya? Dan ayahnya pun terlibat.
"Atau apa?"
"Aku nikahin kamu secepatnya," jawab Makoto tenang.
"Heh! Anda gak berhak merebut Aoi. Dia itu pacar saya," ujar Ryuji berapi-api. Rupanya, Makoto berusaha merebut miliknya.
Makoto tersenyum penuh arti. "Terserah saya dong. Aoi aja gak keberatan. Ayo sayang, kita liat bioskop aja. Biar tambah romantis," Makoto merangkul bahu Aoi.
Ryuji mengikuti langkah keduanya.
Di dalam bioskop, Aoi memilih tidur. Melihat film romantis sangat membosankan. Alangkah baiknya Makoto memilih film horor.
"Baru aja di mulai, udah tidur," Makoto menatap Aoi yang bersandar di bahunya.
Ryuji mengambil tempat duduk di sebelah Aoi.
"Aoi tidak senang dengan anda. Melihat bioskop saja memilih tidur," ucap Ryuji kesal.
"Oh ya?" Makoto tak percaya. "Asal kamu tau, saya dan Aoi tinggal satu rumah. Dan orang tua Aoi, mempercayakan semuanya pada saya," jelas Makoto percaya diri. Ryuji pasti insecure tidak bisa sedekat dirinya.
"Tapi hati Aoi hanya untuk saya. Aoi tidak mencintai anda pak," Ryuji tak mau kalah.
Aoi yang hanya berpura-pura tidur pun senang, Ryuji membelanya.
'Ya ampun, kamu romantis banget. Aku kira ada cewek lain di hati kamu,' batin Aoi, menyunggingkan senyum tipisnya.
"Memangnya bisa menjamin Aoi akan bersamamu selamanya? Gak akan!" Makoto keukeuh mempertahankan Aoi agar di sisinya.
Ryuji terdiam. Apakah Makoto benar-benar mencintai Aoi?
Sampai film berakhir pun, Makoto membangunkan Aoi dengan kecupan di pipi. Ryuji sampai kepanasan melihatnya.
"Kenapa? Udah selesai ya filmnya?" Aoi tidak tau harus bertanya pada siapa, ia diapit dua laki-laki yang mencintainya.
"Udah kok sayang. Mau pulang?" Ryuji yang menyahut. Ia melirik Makoto yang ngambek.
"Iya," Aoi mengangguk. Dengan tubuhnya yang limbung, ia hampir saja jatuh kalau Ryuji tidak menangkapnya.
Sejenak Aoi dan Ryuji saling pandang. Menelisik setiap inchi indahnya wajah. Mengangumi dan senang bisa memiliki.
Makoto menarik tangan Aoi kasar.
"Gak usah deket-deket dia! Kita pulang. Udah mau sore," Makoto menautkan jemarinya di tangan lentik Aoi.
"Dan Aoi bakal jadi milik gue!" gumam Ryuji, menatap kepergian Aoi dengan hati penuh luka.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments