Ryuji masih tidak percaya bahwa Aoi adalah anak Amschel.
"Kenapa Aoi nyuruh aku tutup mulut? Bukannya bagus kalau semua siswa di SMA Sakura tau?" tapi Ryuji akan menurut apa yang di sampaikan Aoi, mungkin ada niat tersembunyi.
"Kalau itu maunya Aoi, aku janji gak akan ngasih tau siapa-siapa," Ryuji tersenyum memandangi lock screen wallpaper Aoi yang ia ambil dari Instagram.
***
Seorang cewek duduk di gazebo rumah menatap kerlip bintang, membayangkan senyum seseorang yang selama ini ia kagumi sejak lama. Dia adalah Ryuji Sakuma. Cowok tampan kapten basket yang memiliki kekasih bernama Aoi.
"Apa aku kurang cantik sampai Ryuji memilih Aoi," Nakura menatap coklat batang itu dengan nanar, percuma saja ia berikan secara diam-diam kalau pada akhirnya berakhir di tempat sampah.
Kedua alis Nakura menyatu. Sebelumnya Aoi dan Ryuji saling benci. Rasanya tidak masuk akal langsung sama-sama jatuh cinta.
"Liat aja besok. Kamu akan mendapatkan balasan dari aku Aoi," Nakura tersenyum licik.
***
Nakura tidak fokus dengan penjelasan bu Sanae. Pandangannya tertuju pada Ryuji yang mencatat materi penting dari bu Sanae.
Rumi menyenggol tangan Nakura.
"Naku, ngeliatin siapa sih?" tanya Rumi penasaran.
"Gebetan aku. Dia tambah ganteng aja ya Rum?" Nakura tersenyum memperhatikan Ryuji, badan yang tegap dan paras yang indah. Ingin sekali Nakura mengusap rambut itu, berbicara manis dan romantis.
"Sadar diri Naku, Ryuji udah punya Aoi. Gak usah ganggu hubungan mereka deh kalau gak mau di nyinyirin," Rumi tau Nakura menyukai Ryuji sejak kelas 10 sampai sekarang yang perasaannya tak terbalaskan.
"Apa sih yang spesial dari Aoi? Cewek tomboy ketua kick boxer aja sombong. Kayak aku nih Rum, ketua atletik," Nakura membanggakan dirinya. SMA Sakura memiliki ketuanya masing-masing, dari kick boxer, atletik, renang, basket, tenis meja, balet dan memasak.
"Beda Naku, kalau kick boxer kan ikutan lomba terus. Lah kamu atletik aja jarang, gak maju-maju. Ya jelas Ryuji pilih Aoi daripada kamu," jawab Rumi pedas tanpa di filter.
Nakura tidak sakit hati. Apa yang di katakan Rumi benar. Atletiknya tidak akan pernah maju seperti kick boxer.
***
Tibalah saatnya istirahat, Nakura masih berdiri di stan gorengan. Meskipun Rumi mengomel ingin duduk.
"Naku, masa aku makannya berdiri kayak sapi sih?" dengan kesal dan marah Rumi mengomeli Nakura.
Tak lama kemudian, Aoi, Haruka dan Fumie datang. Ketiga cewek itu duduk di tempat seperti biasanya.
Nakura tersenyum licik, saatnya beraksi.
Rumi yang tak tau apa-apa pun mengikuti langkah Nakura.
"Fumie tadi lucu banget sih. Masa ada cicak aja takut, gak kayak Aoi yang langsung di buang," Haruka tertawa mengingat moment Fumie yang phobia cicak.
"Halah, kamu juga takut Haru. Jangan merasa berani!" Fumie kesal, ia bersidekap dada.
Byur!
Nakura dengan cepat duduk di tempat yang kosong. Meletakkan gelasnya yang kosong, berakting tidak tau apa-apa.
Rumi terkejut. "Naku, apa yang kamu lakukan? Bagaimana kalau Aoi tau?"
"Sstt, makannya jangan berisik," Nakura ingin menunggu reaksi Aoi.
"Aoi! Seragam kamu basah. Gimana ini?" pekik Fumie panik.
Aoi mencari siapa pelakunya. Tidak ada, kantin hanya beberapa siswa saja.
"Siapa yang berani nyiram seragam aku?! Jawab!" Aoi berkacak pinggang, menatap sengit satu-persatu seisi kantin. Mereka diam dan menatap Aoi aneh.
Ryuji menghampiri Aoi.
"Aoi, kamu kenapa? Kok sergamnya basah?"
"Seragamku di siram. Gak tau pelakunya siapa. Awas aja ya, kalau sampai ketemu. Habis di tanganku!"
Ryuji melepas seragamnya, menyisakan kaos putih polos.
"Kamu pakai seragamku aja. Biar nanti aku beli lagi," Ryuji memakaikan seragamnya pada Aoi.
"E-makasih ya?" Aoi specheels, Ryuji perhatian.
"Apa kamu ganti dulu aja? Aku anterin ya?"
"Ih, Ryuji! Itu kan toilet cewek! Mana boleh!" sahut Fumie kesal. "Biar aku sama Haru aja yang nganterin Aoi ke toilet," tambahnya lagi.
Ryuji tersenyum kikuk. "Ya udah deh. Daah, sampai ketemu nanti," Ryuji melambai, Aoi di buat baper.
Nakura menahan amarahnya. Rencananya gagal.
"Kenapa Ryuji sih? Kalau aku di posisi gitu udah di marahin," Nakura menghentakkan kakinya kesal.
"Makannya, kalau perasaan gak di bales nyerah aja. Percuma berjuang sendirian, kalau ujung-ujungnya sama yang lain," nasehat Rumi sebagai ahli cinta.
"Nyerah kamu bilang?"
Rumi mengangguk. "Naku, disini banyak cowok. Tinggal pilih aja yang mana. Jangan Ryuji doang," Rumi berkali-kali mengatakan ini, tapi Nakura sudah cinta buta dengan Ryuji.
"Rum, aku udah cinta banget sama Ryuji. Dia udah nolong aku waktu itu. Coba kalau gak ada Ryuji, aku hampir mati Rum," Nakura mempertahankan cintanya, Ryuji sudah menolongnya. Itu berarti sebuah pengorbanan.
"Nolongin yang hampir di tabrak mobil?" tanya Rumi heran.
"Naku, Ryuji nolong itu karena hatinya sendiri. Ryuji cuman gak mau kamu celaka, bukan karena cinta Naku," Rumi lelah menasehati Nakura. Hanya karena itu, sahabatnya mencintai Ryuji setengah mati.
"Terserah! Pokoknya aku cuman mencintai Ryuji. Titik!" Nakura melangkah pergi, kenapa Rumi tidak mendukung hubungannya? Cinta kan datang sendiri, memangnya ia salah?
***
Fumie menggeleng tak habis pikir.
"Emang tuh orang gak ada kerjaan ya? Sampai nyiram seragamnya Aoi sampai kotor?"
Haruka mengangguk. "Mungkin dia gak suka sama Aoi. Jadi kayak gitu deh," Haruka membenarkan rambutnya yang berantakan, tidak di perbolehkan membawa sisir karena barang itu termasuk dandan.
"Kebesaran nih! Masa aku pakai seragam cowok?" Aoi keluar dari bilik toilet kedua, seragam Ryuji menenggelamkan tubuhnya.
"Daripada seragam kamu basah. Mau di marahi pak Makoto?"
Benar, sekarang adalah pelajaran bahasa Jepang.
"Ya udah, ayo ke kelas. Nanti aku di hukum lagi sama dia," Aoi melangkah paling depan.
Di kelas 12 Ipa 1, Makoto menuliskan sebuah cerita dalam bahasa Jepang. Seisi kelas diam memperhatikan.
"Baiklah, buatlah lima kalimat bahasa Jepang dengan huruf kanji. Setelah itu, kumpulkan di depan. Faham?"
"Faham pak!" seru semuanya kompak.
"Permisi, pak Makoto. Maaf, kami terlambat," ucap Haruka, kenapa selalu cepat sampai di kelas. Apa menggunakan jurus menghilang?
Aoi merutuk dalam hati. Kenapa pria itu selalu datang lebih awal? Dan ia harus bernasib sama seperti kemarin. Di hukum berdiri dan kakinya kesemutan.
"Oh. Kalian berdua silahkan duduk," ucap Makoto santai.
"Wah? Beneran nih pak?" tanya Fumie tak percaya.
Makoto mengangguk. "Iya, benar. Duduk saja, dan catat materi di papan tulis. Untuk tugasnya kalian bisa tanya dengan teman yang dekat duduknya dengan kalian," Makoto tak peduli dengan Aoi. Biarlah cewek itu berdiri disana sendirian.
"Tapi pak, bagaimana dengan saya? Apa di perbolehkan duduk juga?"
Makoto menoleh. Aoi memakai seragam kebesaran?
"Apakah tidak ada seragam lain? Kau terlihat sangat kecil. Cepat ganti!" titahnya tak mau tau.
'Enak aja di suruh ganti. Ini seragam Ryuji, gak mau ah. Lumayan kan bisa peluk Ryuji secara gak langsung?' batin Aoi. Aroma maskulinnya pun membuat hatinya tenang.
"Tadi seragam Aoi di siram pak. Jadinya pakai punya Ryuji," jawab Fumie to the point.
"Fumie! Kok bilang gitu sih sama pak Makoto? Gimana kalau dia marah?" Haruka ingin menjepit mulut Fumie dengan jepitan jemuran biar diam.
Fumie tersenyum kikuk. "Emang iya kan? Kamu pernah bilang. Kalau ada orang yang tanya itu di jawab aja," Fumie menirukan Haruka saat itu.
"Ya, ini beda Fumie. Pak Makoto kan suka sama Aoi. Dia pasti cemburu lah!"
"Apa benar itu?" tanya Makoto curiga. Selama ia menjauh dari Aoi, ada saja hal yang janggal.
Aoi mengangguk. "Iya, tapi saya tidak tau pelakunya siapa," sekalian Aoi ingin bekerja sama dengan Makoto menangkap pelaku itu. Siapa tau, Makoto bisa di ajak kerja sama kan?
"Oh," jawab Makoto cuek. 'Beraninya orang itu. Aku akan memeriksanya melalui CCTV sekolah,' batin Makoto geram.
'Ih, kok oh doang sih? Cuek banget. Gak ada perhatiannya sama sekali,' Aoi kecewa dengan respon Makoto. Bukannya khawatir tapi cuek.
***
See you...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments