"Jelas itu urusan saya Aoi!" tegas Makoto marah.
Langkah Aoi berhenti, menoleh menatap Makoto.
"Silahkan hukum saya sekarang kalau memang anda benar pak Makoto," pungkas Aoi berani, apa Makoto sengaja membuat peraturan sendiri?
"Ok," Makoto mengangguk. "Beridiri disitu dengan satu kaki selama pelajaran saya," Makoto mendekat, membisikkan sesuatu yang membuat Aoi diam tak berkutik. "Dan itu, sampai pelajaran saya selesai!"
Aoi melangkah sesuai perintah Makoto, mengangkat satu kaki sampai pelajaran bahasa Jepang selesai.
"Pak Makoto killer juga ya?"
"Aku kira dia sabar loh. Tapi pas Aoi di anterin Ryuji ke kelas, udah marah gitu aja. Kan aneh ya?"
Aoi juga berpikir seperti itu. Kenapa Makoto bisa se-marah itu dan tega menghukumnya?
Selama dua jam itu lah, kaki Aoi pegal. Aoi berusaha menyeimbangi tubuhnya, tapi...
Bruk!
Dengan sigap Makoto menangkap Aoi yang limbung.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Makoto khawatir.
Aoi menjauhkan dirinya dari Makoto. Baik-baik saja darimana? Berdiri dengan satu kaki selama dua jam tentu saja sangat melelahkan. Apa Makoto tidak peka?
"Iya," jawab Aoi cuek.
'Oh? Mau cuek-cuekan sama aku? Ok, liat aja. Yang ada kamu tambah kangen sama aku,' batin Makoto menyusun sebuah rencana.
***
Bel pulang sekolah berbunyi 5 menit yang lalu. Aoi, Haruka dan Fumie menunggu hujan reda. Entah kenapa cuaca sekarang suka mendung.
"Haru, emangnya kamu gak bawa payung?" tanya Fumie dengan bibir gemetar, ia kedinginan.
Haruka menggeleng. "Gak. Bikin berat tas aja. Lagian jarak rumah aku darisini deket kok," jawabnya enteng dan santai.
"Kamu enak Haru! Kita rumahnya jauh!" sungut Fumie berapi-api.
Makoto keluar dari kantor guru, tak terasa sudah pulang. Ia ingin langsung beristirahat.
"Hujan," Makoto menatap halaman sekolah yang terbasahi oleh air hujan.
Makoto mengambil jas hujan yang selalu ia bawa. Sengaja, daripada payung yang harus mengambilnya lebih dulu ke mobil.
Mengambil payung. Dimana perjuangannya hari itu tidak sia-sia meskipun harus memaksa Aoi.
Makoto menggeleng. Kenapa harus memikirkan cewek itu? Tidak penting, biar saja dengan pacarnya.
Selesai memakai jas hujan, Makoto menerobos hujan. Akhirnya tidak perlu memberikan tumpangan pada Aoi.
Sedangkan Aoi yang melihat Makoto dari kejauhan menerobos hujan pun memanggil-manggilnya tapi tak ada sahutan.
"Udahlah, pak Makoto gak kedengeran. Lagian hujannya deras banget," ucap Haruka.
"Gak kedengeran gimana? Haru, dia cuman berjarak dua meter darisini. Apa suaraku kurang jelas?" tanya Aoi sarkas.
"Aoi, jangan marah. Maaf kalau aku salah," jawab Haruka, ia mengerti Aoi ingin pulang dengan Makoto.
Ryuji yang melihat perdebatan itu hanya tersenyum. Makoto mengabaikan Aoi. Ini adalah kesempatan emas baginya agar semakin dekat dengan Aoi, tanpa ada halangan Makoto.
"Aoi? Kamu belum pulang?"
Mendengar suara Ryuji, Aoi menatap pacarnya itu.
"Belum, lagi hujan. Kamu tau sendiri, aku gak bawa payung atau jas hujan," Aoi ingin melempar kode kepada Ryuji agar pulang bersama, tapi sebagai cewek ia gengsi.
"Bareng sama aku aja yuk? Kalau temen-temen kamu, biar pakai jas hujan aku aja. Nih, jangan lupa besok di kembaliin," Ryuji memberikan jas hujannya kepada Haruka.
"Wah, makasih banget ya Ryuji. Coba kalau gak ada kamu, kita pasti nungguin hujan sampai reda," ucap Fumie mengembangkan senyumnya.
"Sama-sama. Gimana kalau kita makan di restaurant? Sambil nunggu hujan reda juga. Aku kasihan sama kalian, nanti seragamnya basah. Apalagi besok masih di pakai," Ryuji berusaha menarik hati Haruka dan Fumie, biar Aoi tambah cinta dengan dirinya.
"Ryuji pengertian banget. Kamu beruntung Aoi, bisa pacaran sama Ryuji. Udah ganteng, peduli sama temen pacarnya lagi," ucap Fumie terkagum-kagum.
Aoi menggeleng. "Lain waktu aja. Kalau aku pulangnya telat, mungkin ibu kos bakalan marah. Soalnya aku belum bayar uang kos, di tagih terus," dan alasan inilah agar Ryuji tidak perlu mengajaknya makan berlama-lama, ia tau Ryuji ingin mengenalnya lebih dekat. Tapi, kalau sampai lupa waktu, ayahnya bisa marah. Apalagi pulang sendiri tanpa dengan Makoto.
"Aoi, kok gak jadi sih? Kan lumayan kita makan-makan dulu. Kamu mau sakit lagi gara-gara hujan?" tanya Haruka, kapan lagi bisa makan di restaurant kalau bukan Ryuji yang mengajak?
"Kalau kalian mau ke restaurant, silahkan aja. Aku gak ada waktu," jawab Aoi dingin.
'Pasti kamu menghindar dari aku Aoi. Lagipula, aku hanya ingin memiliki waktu berdua dengamu,' batin Ryuji kecewa. Tapi ia berusaha mengerti, Aoi pasti mau di lain hari.
"Gak apa-apa kok, bisa lain hari. Yuk pulang, tambah deras aja ya hujannya?"
Haruka mengangguk. "Iya nih. Eh! Fumie, geseran dong! Aku kehujanan nih!"
Fumie menggeser jas hujan Ryuji, melindungi Haruka dari derasnya hujan dan cobaan balikan.
"Udah Haru! Makannya badan jangan kurus-kurus!" rasanya tidak enak di bilang gendut, Haruka sendiri kurus jarang makan karena kurang perhatian dari gebetan.
Di rumah, Makoto mengetikkan quotes di blog pribadinya. Quotes sangat berarti bagi isi hatinya, apalagi websitenya sudah di kenal banyak orang.
Makoto mulai mengetik kata-kata yang mengganjal di pikirannya.
Saat kau bersama dengan dia, jujur saja aku merasa cemburu. Dia memang kekasihmu, tapi bagaimana dengan aku? Yang akan menjadi calon suamimu? Apa hubungan kita nanti hanyalah kepalsuan?
Kirim. Quotes bertema cinta itu berhasil Makoto publikasikan. Tak lama banjir komentar dan suka.
Perasaan Makoto lega.
Sebelumnya, ia sudah mengatakan Aoi tidak mau pulang. Tuan Amschel yang akan menjemputnya. Cewek itu susah di tebak.
Meskipun jalan kaki, Ryuji tetap semangat mengantar Aoi pulang.
Tin! Tin!
Suara klakson mobil itu mengalihkan perhatian Aoi yang melamun.
"Eh? Itu mobil mewah banget! Siapa nih yang bakal di jemput?" pekik Fumie senang. Apalagi mobil lamborghini yang harganya pasti mahal.
Aoi terkejut. Apa?! Ayahnya?
'Kenapa ayah datang kesini? Mau bongkar identitasku?' dan Aoi bingung harus bersembunyi dimana.
Amschel keluar dari mobilnya, dengan payung di tangannya. Amschel tersenyum melihat Aoi pulang dengan teman-temannya.
"Aoi!" teriak Amschel, suaranya mengalahlan derasnya hujan.
Aoi terkejut. 'Ayah? Duh, gimana nih?' batin Aoi kelimpungan.
Ryuji syok, apakah itu Amschel?
"Aoi, ayo pulang. Makoto udah bilang sama ayah kamu gak mau pulang. Jangan bandel," Amschel mencubit hidung Aoi.
Ayah. Ryuji yakin ini memang Amschel.
"Om ayahnya Aoi ya?" tanya Ryuji sekedar basa-basi.
Amschel mengangguk. "Iya. Saya Amschel Rotschild," dengan to the point Amschel mengatakan itu.
Lebih baik Aoi menghilang sekarang juga.
"Apa? Rotschild?" Haruka tak percaya.
"Jadi, selama ini Aoi adalah putri orang kaya nomor satu di kota Cherry Blossom selama ini?" Fumie masih bertanya-tanya.
"Aoi, kenapa kamu tidak memberitahukan mereka?"
Aoi bingung harus menjawab apa. Terbongkar sudah nama aslinya.
Suara gemuruh petir bersahutan, hujan yang semakin deras.
"Ayah, anterin mereka pulang juga ya?" pinta Aoi, rasanya tidak tega meninggalkan teman-temannya di bawah guyuran hujan dan petir.
Amschel mengangguk. "Dengan senang hati. Ayo," Amschel menarik Aoi satu payung dengannya.
Ryuji, Haruka dan Fumie duduk di kursi belakang. Aoi di depan.
Selama perjalanan, Aoi mengetikkan pesan pada Haruka agar menutup mulut dan tidak memberitahukan pada siapapun. Aoi juga meminta Ryuji diam, sama halnya dengan Fumie.
"Wah, gak nyangka ya. Kita berteman sama putri terkaya nomor dua di kota ini," bisik Fumie lirih.
Haruka mengangguk. "Iya, aku aja kaget loh," mendengar nama Rotschild yang terkenal di publik pun sudah biasa, apalagi Aoi adalah anaknya.
***
Aoi merebahkan dirinya di kasur berukuran king size. Setelah keramas dan mengeringkan rambutnya, Aoi ingin memarahi Makoto.
Aoi bertambah kesal saat Makoto tidak membaca pesannya meskipun online.
"Sombong banget ya. Udah ngaduin aku ke ayah, sekarang gak balas chat. Sibuk apa sih?" Aoi memanggil Makoto, hanya berdering.
Sekali lagi.
Tidak di angkat.
"Terserah! Kesal aku sama dia!" Aoi meletalkan ponselnya di nakas. Sekarang Makoto berani cuek padanya.
***
Giliran hati gak enak sama sedih, nulisnya lancar. Apa harus sedih dulu ya?
See you.-.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Fraha Kaisan Prasetio
next...
2021-05-03
1