Sosok di Kebun

Api berkobar,membakar semua benda yang ada di dalamnya.Angin yang lumayan deras,tiba-tiba saja datang dan membuatnya kewalahan.Tidak ada yang bisa ia lakukan untuk menghentikan api ini.Ia hanya bisa mengawasi dan bersiap,jika api itu keluar dari jalurnya.

Membakar sampah memang menjadi tugas utamanya setelah ayahnya pergi.Awalnya,ia hanya bertugas sendirian,memandang pepohonan dan juga jalanan sendirian.Ia juga menjalani bosan sendirian tanpa adanya teman.Bisa dibilang,dia adalah orang paling sendirian di rumah ini.

Namun,semua itu tidak berlangsung lama.Seseorang datang membantunya dan menemaninya dalam memandang pepohonan,jalanan,dan juga meratapi kebosanannya.Walaupun sama saja,kebosanan yang ia alami sedikit demi sedikit memudar.Mereka mengobrol seru walaupun usia mereka terpaut cukup jauh.

Namun,saat ini orang itu sedang tidak berada di sampingnya.Orang itu juga mempunyai tugas sendiri di bagian gudang.Alhasil,ia kembali meratapi kesendiriannya bersama pohon,jalanan,dan juga kebosanannya sendiri.

"Liza!!"

Jeritan itu membuat Alex menoleh.Alis tebalnya yang mengkerut,masih terlihat walaupun wajahnya sedikit menghitam karena asap.Ia lalu berdiri sembari tetap menjaga kondisi api yang sudah lumayan stabil.

"Dimana Liza??"

"Di gudang." Balasnya. "ada apa,Kak?"

Heran,itulah yang dirasakan Alex.Salah satu teman kakaknya itu terlihat begitu panik saat datang.Bukannya mendapatkan jawaban,Alex malah diacuhkan begitu saja.Dengan terburu-buru,Sasya meninggalkannya sendirian.

---

BRAKK

Kardus terakhir dan pekerjaan terakhir.Liza menghela nafas lega.Ia juga melempar senyum kepada para kardus yang baru saja ia tata.Ada rasa kepuasan tersendiri saat melihat kardus-kardus tersebut tersusun rapi.

Kemarin,Ben meminta tolong padanya untuk membersihkan gudang.Sebenarnya,itu adalah tugas laki-laki dan ia sudah menunjuk Alex sebagai orangnya.Namun,Ben merasa kasihan pada anak laki-laki jangkung tersebut.Alhasil,ia meminta bantuan Liza untuk meringankan sebagian tugas Alex.

"Liza!!"

Entah mimpi apa ia semalam, tiba-tiba saja dirinya dikagetkan oleh sesosok manusia kerdil di ambang pintu.Awalnya,ia mengira itu adalah tuyul.Namun saat dibacakan mantra,sosok yang dikira tuyul itu malah mengamuk.

"Kenapa teriak-teriak begitu??membuat kaget saja!" Ucapnya sedikit kesal.Ia juga mengelus kakinya yang sepertinya tersandung sesuatu.

"Ada yang ingin aku sampaikan..." Sasya menjeda ucapannya untuk bernafas. "...ini tentang mimpiku dan Anjani waktu itu!" Lanjutnya.

---

Tubuhnya sedikit bergetar,keringat dingin perlahan turun menuju dagu.Wajahnya yang mendadak pucat,nampak begitu jelas dari kejauhan.Rasa takut kembali hadir saat otaknya kembali mengingat dua sosok yang berada di belakang rumahnya.

Dari arah ruang keluarga,Vanessa tiba-tiba saja muncul sembari menenteng radio di tangannya.Radio yang ia kira sudah rusak,ternyata sudah kembali Seperti sedia kala.

Vanessa menatap heran Anjani dari kejauhan.Sudah jelas,gadis berambut sebahu itu terlihat sangat ketakutan.Tanpa banyak berfikir,Vanessa melangkah mendekat dengan perasaan campur aduk.

"An..." Vanessa menyentuh pundak kurus itu dengan pelan. "...kau kenapa??"

Vanessa semakin bingung saat melihat Anjani bersimbah air mata.Ditanya pun Anjani hanya membalas dengan isakan.Tidak ingin melihat temannya terus-terusan bersedih,Vanessa mencoba menenangkan dengan memeluknya.Ia juga menyalakan radio dengan memutar lagu,supaya keadaan lebih menenangkan.

"Anjani!"

Pintu utama yang terbuka lebar itu,kini dipenuhi oleh dua orang yang masuk dengan tergesa-gesa.Mereka mendekat dan begitu kaget saat melihat keadaan Anjani.

"Ada apa,An?kenapa kau menangis??"

Sasya mendekat,membelai rambut Anjani yang masih didalam pelukan Vanessa.Seperti sebelumnya,Anjani hanya diam.Ia hanya bisa terisak sebagai balasan.

"An!" Panggil Liza. "Sasya bilang,kalian menemukan sebuah kamar yang mirip sekali dengan kamar yang ada di mimpi kalian.apa itu benar??" Tanya Liza.

Anjani tak banyak bicara.Dia hanya mengangguk.Hal tersebut membuat Sasya kembali bersuara.

"Kamar itu adalah milik orang tua Anjani.letaknya di atas,di samping kamar Al!"

Sasya mengangkat jarinya seolah menunjuk kamar yang dimaksud.Semua orang mendongak kecuali Anjani.Tanpa basa-basi lagi,Liza kembali melangkah,menaiki anak tangga untuk menuju kamar yang dimaksud.Tidak bisa diam saja,Sasya mengikuti Liza dari belakang.

Melihat adegan yang terjadi,membuat Vanessa diam.Ia sangat tahu arah pembicaraan ini.Ia juga ingin ikut,namun ia tidak bisa meninggalkan Anjani dalam keadaan seperti itu.

---

"Ini kamarnya!"

Liza menghentikan langkahnya.Matanya memandang pintu itu dengan seksama.Namun anehnya,ia tidak merasakan apapun di dalamnya.

"Kau yakin??"

"Ya!kami baru saja keluar dari sini."

Liza membuka pintu itu.Sinar mentari yang mulanya akan menyambut mereka,kini tergantikan oleh kegelapan.Rupanya,jendela yang semula terbuka,kini sudah tertutup.

Mereka memasuki kamar itu dengan lebih tenang.Sembari memandang sekitar,Liza juga mencoba untuk merasakan aura-aura lain.Namun,semakin keras ia mencoba,semakin pula ia tidak merasakan apa-apa.

"Aku buka,Ya?gelap sekali disini!"

Liza menoleh,memandang aktivitas Sasya yang tengah membuka satu-satunya jendela di kamar ini.Bagi Sasya,udara sejuk yang ia hirup setelah membuka jendela sangat membuatnya nyaman.Namun entah mengapa,hal itu malah berbanding terbalik dengan Liza.

Gadis berkulit cokelat itu mendekat,dan mengambil posisi di samping Sasya.Matanya terpejam,membiarkan kelebihannya yang akan bekerja.Angin yang awalnya tenang,mendadak menerpa wajahnya dengan keras.Dedaunan yang tumbuh di sekitar belakang rumah,terlihat bergoyang karena angin yang tiba-tiba datang tersebut.Bukan hanya para tumbuhan,Sasya pun bingung dengan perubahan angin yang terjadi.

Tak lama,angin yang lumayan kencang itu perlahan sirna.Liza membuka matanya dan memandang kebun belakang yang ada di balik gerbang.Disana,ia melihat dua sosok yang berbeda umur.Dengan mata yang sepenuhnya hitam,mereka menyeringai menatap Liza dari bawah.

"Liza!"

Terlonjak,Liza mengubah arah pandangnya.Ia menatap Sasya dengan mata yang membulat.

"Kenapa??"

"Kau diam saja saat aku memanggilmu.kenapa?kau melihat sesuatu??"

Sasya bertanya bertubi-tubi.Tak bisa disangkal,jika dirinya sangat penasaran.Namun,Liza hanya diam sembari terus memandang ke luar jendela.

"Aku tidak merasakan apapun di kamar ini." Ucap Liza.Ia kembali memandang kebun belakang rumah sembari menunjuknya. "tapi,ada sesuatu yang aneh di kebun itu." Sambungnya.

"Ada apa disana??"

Sasya bertanya dan terus bertanya.Sejujurnya,Sasya tidak merasakan takut sama sekali.Ia juga tidak melihat apa yang tengah Liza lihat.

"Kita bicarakan ini di bawah saja.sekarang,ayo kita keluar!" Liza mundur,menjauhi jendela kemudian keluar dari kamar tersebut.Ia juga berpesan kepada Sasya untuk menutup kembali jendela itu.

Kali ini,Sasya tidak lagi menjawab.Ia menurut dan segera melakukan apa yang Liza minta.Setelah itu,ia menyusul Liza yang sudah lebih dulu meninggalkan dirinya.

---

Suara tapak kaki yang menuruni tangga,terdengar seperti bernada.Bukan untuk enak didengar,melainkan nada tersebut memberi tanda,jika ia sudah kembali hadir.

"Aku menemukannya-"

Liza terdiam.Antusiasnya berubah menjadi kegugupan.Saat ini di ruang tamu,bukan hanya Vanessa dan Anjani yang ia lihat seperti tadi.Ruang tamu ini menambah satu orang dewasa yang sangat ia kenal,yaitu Ben.

Wajah Ben terlihat tidak seperti biasanya.Raut ramah yang terpancar,kini berubah menjadi raut penasaran.Ia memandang Liza dengan dalam,membuat gadis berkulit cokelat itu bertambah gugup.

"Kau menemukan apa?ada sesuatu hal yang tidak aku tahu??" Ben berdiri,mendekati Liza yang masih mematung di tempat. "apa yang kau temukan di kamar itu??"

Liza meneguk salivanya tegang.Entah mengapa,Ben terlihat sangat menyeramkan.Selama ini,ia tidak pernah menceritakan kepada siapapun tentang misteri yang ada di rumah ini.Ia dan yang lainnya juga sepakat akan hal itu.Namun,melihat Ben yang bersikap seperti itu padanya,membuatnya yakin,jika ada seseorang yang memberitahunya.

Liza memandang Anjani yang masih meringkuk di pelukan Vanessa.Gadis berambut sebahu itu tidak lagi menangis,namun ia terlihat lebih pendiam.Liza tidak percaya jika Anjani yang mengungkap ini semua.Tapi,ia berbeda pendapat saat melihat Vanessa.

"Kenapa diam?" Ben kembali bersuara. "kau menyembunyikan sesuatu dariku??" Tanyanya lagi.

Liza kembali gugup.Dengan hati-hati,ia mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Ben.Ia juga menunduk untuk menghindari kekecewaan dari raut wajah Ben.

"Dengar,rumah ini tidak angker!tidak ada yang aneh di rumah ini!apa yang kalian lihat,itu hanyalah halusinasi!"

Suara Ben menggema,membuat Sasya yang baru saja hadir,mendadak diam di tempat.Tidak ada yang menjawab,bahkan menyela pun mereka tidak berani.Semuanya menundukkan kepala dan mengumpat dalam hati.

Namun,momen itu tidak berlangsung lama.Sebuah teriakan dari luar rumah membuat mereka waspada.Dengan sigap,Ben setengah berlari untuk melihat apa yang terjadi.Gerak refleknya itu juga membuat Liza dan Sasya segera mengikuti.

Vanessa juga ingin melakukan hal yang sama.Namun,dekapan Anjani malah semakin kuat.Dengan berat hati,ia kembali tidak bisa ikut,karena keadaan Anjani yang lagi-lagi tidak memungkinkan.

---

Terpopuler

Comments

Ananda Trizna

Ananda Trizna

judulnya yg kurang greget thor ..ceritanya bagus ..

2021-06-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!