CINTA KARNA CINTA
Mata Laurel terlihat bengkak, rasanya dia sudah tidak lagi memiliki kekuatan untuk menangis lagi, dipandanginya mamanya yang hanya bisa tertunduk lesu dengan mata sembab di hadapan tantenya, kakak perempuan satu-satunya dari papanya, Tante Lina.
"Aku benar-benar minta maaf Kak, aku tidak bisa melakukan apa-apa lagi." Denia, Mama Laurel mengangguk lesu, rasanya memang satu-satunya jalan dia harus menjual rumah peninggalan suaminya yang meninggal akibat serangan jantung sebulan lalu.
"Aku juga tidak bisa membantu banyak, keuangan keluarga kami juga belum terlalu kuat." Mama laurel mengangguk, dia jelas-jelas tidak bisa menyalahkan Lina, kakak dari suaminya yang selama sebulan ini sudah begitu banyak membantunya, menyokong kebutuhan sehari-hari mereka karena kondisi ekonominya yang merosot tajam akibat penipuan yang dilakukan oleh adik kandung mma Laurel sehingga perusahaan mereka mengalami pailit, mengakibatkan papa Laurel yang tertekan terkena serangan jantung dan meninggal berapa waktu yang lalu.
"Kak, aku akan segera menjual rumah ini. Uangnya sebagian akan kami gunakan untuk membeli rumah yang lebih sederhana di pinggiran kota, sisanya untuk biaya hidup, biaya sekolah anak-anak dan menutup hutang gaji karyawan yang belum terbayar." Laurel melirik ke arah mamanya.
Dengan umurnya yang masih akan 18 dua bulan lagi rasanya dia tidak dapat membantu banyak, apalagi adik perempuannya Freya yang baru berumur 15 tahun. Dua minggu lalu dia baru saja menerima surat kelulusan SMA nya, sedangkan dia sendiri memiliki impian untuk kuliah di kedokteran.
Lina tidak bisa berkata apa-apa lagi, tapi sebenarnya masalahnya tidaklah sesederhana itu.
Rumah yang akan mereka jual ini sudah memiliki seorang calon pembeli yang bersedia membayar harga tinggi, bahkan melebihi pasaran, hanya saja orang tersebut meminta syarat yang tidak masuk akal.
Lina mendengar bahwa orang yang akan membeli rumah ini adalah seorang pengusaha muda yang sukses. Dia sama sekali tidak keberatan untuk membeli rumah ini, bahkan bersedia menanggung biaya kuliah Laurel sampai lulus asal Laurel mau menikah dengannya.
Bagaimana bisa dia membiarkan adik iparnya menjual rumah seolah juga menjual putrinya sendiri yang juga merupakan keponakannya kepada orang yang tidak mereka kenal sama sekali.
"Denia, aku menghargai keputusanmu untuk menjual rumah ini, tapi membiarkan Laurel menikah dengan orang yang tidak kita kenal sama sekali, apakah itu merupakan tindakan bijaksana?" Mendengar itu airmata Laurel kembali menetes, bukan hanya masalah papanya yang meninggal, perusahaan yang bangkrut, rumah yang harus dijual, tapi masalah terberat adalah dia harus menikah dengan laki-laki yang tidak dikenalnya sama sekali, sedangkan dia sendiri sejak 2 tahun lalu sudah memiliki tambatan hati, Devan.
Kakak tingkatnya yang sekarang ada di tingkat 2 jurusan managemen di salah satu universitas besar di Australia, dan sebenarnya mamanya juga tahu tentang hubungan mereka selama ini walaupun mungkin cinta mereka hanya dianggap romansa masa-masa SMA, hanya cinta monyet belaka.
"Aku memiliki sahabat yang mengenal keluarga mereka, menurutnya laki-laki ini adalah laki-laki yang baik Kak. Aku tidak serta merta menyetujuinya, aku sudah memiliki info tentang laki-laki ini. Dia bahkan tidak keberatan Laurel tetap mengejar impiannya menjadi dokter setelah mereka menikah dan dia bersedia menunda untuk memiliki anak karena usia Laurel yang masih terlalu muda," Mata Tante Lina melotot, sepertinya keputusan Denia untuk mengorbankan Laurel sudah benar-benar bulat.
"Denia, aku benar-benar tidak setuju. Aku tahu Laurel bukan putri kandungmu, tapi ingatlah, dia putri dari kakak kandungmu yang sudah meninggal. Kamu dulu mau menikah dengan papanya juga dengan alasan kamu ingin merawat Laurel dengan baik. Bagaimana bisa kamu mempertanggungjawabkan keputusanmu kepada kakakmu dan suamimu kelak? Kalau memang dia pria baik-baik kenapa kalau mau menolong harus bersyarat?” Mendengar tantenya menyebutkan bahwa dia bukan anak kandung dari Denia membuat hati Laurel semakin teriris-iris.
Memang papanya menikah dua kali. Mama kandung Laurel meninggal saat melahirkannya, sehingga adik mamanya, Denia, menggantikannya untuk merawatnya, sampai akhirnya papanya memutuskan untuk menikahinya supaya tidak ada desas desus negatif tentang hubungan mereka.
Selama ini Denia memperlakukan Laurel seperti anaknya sendiri, sama dengan dia memperlakukan Freya yang memang anak kandungnya. Tapi, dengan keputusannya untuk membiarkan dia menikah dengan pria yang tidak dia kenal sama sekali, membuat Laurel mulai meragukan ketulusan Denia sebagai mama tirinya.
Denia sendiri dalam posisi terjepit, dengan kondisi keuangan mereka yang parah. Dia sendiri semasa hidup suaminya tidak pernah sedikitpun ikut campur dalam urusan perusahaan, yang dia tahu dia hanyalah bertugas untuk semua urusan rumah tangga, bagaimana supaya rumah tangganya harmonis, suami dan anak-anaknya hidup bahagia bersama dalam rumah, mendapatkan makanan yang cukup dan mereka sukai, pendidikan anak-anak sukses, urusan lain dia tidak pernah ikut campur sama sekali.
# # # # # # #
Devan hanya bisa menepuk-nepuk bahu Laurel yang dalam pelukannya dengan lembut untuk bisa menghiburnya, dia sendiri saat ini tidak bisa membantu apa-apa. Saat Laurel kekasihnya menghadapi masalah paling tidak dia merasa beruntung kampusnya di Australia sedang libur dan dia bisa pulang ke Indonesia.
"Bagaimana kalau kita pergi jauh dari kota ini saja? Kita sama-sama berangkat ke Australia," Laurel melotot mendengar ide gila dari Devan.
"Kenapa? Aku akan bertanggung jawab untuk kehidupanmu selanjutnya. Saat aku lulus, 2 tahun lagi kita akan segera menikah, aku akan berusaha belajar dengan giat supaya bisa mempercepat kuliahku untuk lulus dalam waktu 1,5 tahun saja," Laurel menatap mata Devan dengan tidak percaya, tapi sepertinya itu bukan ide yang buruk. Saat ini yang terpenting baginya bagaimana dia bisa menggagalkan rencana pernikahannya dengan laki-laki asing itu.
"Lalu bagaimana dengan kuliahku?" Laurel menatap Devan dengan wajah bingung, karena dia sudah mendapatkan surat perberitahuan bahwa dia diterima di salah satu universitas terbaik di Indonesia jurusan kedokteran dengan jalur prestasi.
Menjadi dokter adalah impian Laurel sejak kecil, kalau dia mengikuti Devan untuk pergi dari kota ini, bagaimana dengan kuliahnya? Bagaimana dengan masa depannya? bagaimana dengan nasib mama dan adiknya?
Masa bodoh dengan mereka, mamanya sudah memutuskan akan menerima penawaran pengusaha tidak dikenal itu, benar-benar mama yang hebat, menjual anaknya untuk melindungi dirinya sendiri, Laurel tersenyum sinis mengingat bagaimana dua hari lalu mamanya memberitahunya bahwa keputusannya sudah bulat untuk menjual rumah mereka dan menikahkan dia dengan pria yang tidak dia kenal sama sekali, baginya sama saja dengan mamanya sudah menjualnya ke rumah pelacuran untuk laki-laki asing.
"Kamu bisa kuliah di Australia. Kamu gadis yang cerdas, pasti kamu bisa masuk ke universitas disana juga. Dengan nilai-nilai akademis yang tinggi, kamu bisa mengajukan beasiswa," Laurel mengerutkan keningnya, berusaha memikirkan ide dari Devan yang saat ini terdengar sedikit masuk akal walaupun sedikit gila juga.
"Papaku bukan orang yang benar-benar kaya, tapi kalau aku minta dia membantu sedikit biaya kuliahmu pasti dia tidak keberatan, apalagi aku anak tunggal dari papa, dia kan juga tahu kita sudah berpacaran sejak 2 tahun lalu, sisanya kita bisa bekerja paruh waktu disana untuk menutupi kekurangan keuangan kita," Wajah Laurel yang awalnya terlihat kusut mulai sedikit berubah ceria, merasa menemukan jalan keluar untuk masalahnya.
Sebenarnya walaupun hanya 2-3 kali baik dia ataupun Devan sudah pernah bertemu orangtua masing-masing walaupun bukan dalam acara resmi.
"Ah, sebaiknya sekarang kita hentikan pembicaraan kita, besok kita bahas lagi, sekarang aku lapar sekali," Devan bangkit berdiri dari kursi beton yang ada di tengah-tengah taman kota, Laurel yang pada saat bertemu Devan sudah tidak bisa tersenyum akhirnya bisa sedikit tersenyum karena pembicaraan mereka barusan, rasanya apa yang dikatakan Devan bisa menjadi jalan keluar terbaiknya saat ini.
"Ayolah, berapa hari ini nafsu makanku juga benar-benar kacau karena masalah ini. Hari ini kita harus makan dengan puas," Devan tertawa kecil mendengar keluhan dari Laurel, dia segera meraih tangan Laurel dan mengajaknya berjalan sambil berpegangan tangan ke arah parkiran taman kota untuk kemudian menuju sebuah mall untuk membeli makan malam mereka.
Setelah mereka makan dengan puas di area food court salah satu mall di kota itu, Devan dan Laurel sepakat untuk nonton bersama untuk menghilangkan stress mereka, berusaha melupakan sejenak masalah yang harus mereka hadapi saat ini.
Laurel masih memilih-milih judul film yang akan mereka tonton sampai akhirnya dia merasakan sesuatu benda yang awalnya terasa dingin menyentuh pinggangnya dan sedetik kemudian dia merasakan sakit yang teramat sangat di bagian itu, tangan kanannya spontan memegang bagian itu.
Seseorang dengan memakai topi dan masker terlihat berlari menjauhi Laurel dengan tangannya yang memakai sarung tangan terlihat meneteskan darah di lantai sepanjang dia berlari menjauh. Membuat beberapa orang berteriak histeris karena kaget dan ketakutan.
"Aduhhh!!" Laurel berteriak histeris menyadari tangan kanannya yang baru memegang pinggang kanannya berlumuran darah dan sebuah belati tampak masih tertancap menusuk bagian pinggang kanannya.
Devan yang awalnya berdiri tidak jauh dari tempat Laurel untuk membeli makanan kecil langsung berlari ke arah Laurel yang langsung pingsan dalam pelukan Devan. Beberapa orang yang melihat kejadian itu langsung mengerumi Devan dan Laurel.
"Tolong! Panggil ambulan! Panggil ambulan!" Dengan wajah pucat Devan berteriak histeris melihat kondisi Laurel yang pingsan di pelukannya dengan tubuh bagian pinggangnya dengan kondisi sebuah belati masih tertanjap disana terus mengalirkan darah segar, mengotori lantai mall tersebut.
"Panggil ambulan! Cepat!" Devan kembali berteriak histeris karena orang-orang yang berkerumunan hanya saling memandang tanpa melakukan apa-apa. Keringat dingin memenuhi kening Devan karena emosi sekaligus ketakutan yang dialaminya saat ini melihat kondisi Laurel yang masih pingsan.
"Panggil ambulan! Cepat! Tolong ambulan!" Devan kembali berteriak histeris karena orang-orang yang berkerumunan untuk melihat karena rasa penasaran mereka hanya saling memandang tanpa melakukan apa-apa.
Kerumunan orang yang melihat mereka semakin banyak, dua tiga orang meraih handphone mereka untuk melakukan panggilan ke rumah sakit terdekat, petugas keamanan tampak berlarian ke arah kerumunan orang-orang itu. Beberapa wanita dan anak kecil menutup mata mereka karena ngeri melihat kejadian yang menimpa Laurel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 200 Episodes
Comments
Edah J
hadirr walaupun telat☝️😁
2022-10-16
1
Lia
cerita nya lucu banget iyh
2022-09-08
0
Putu Balasatvika
Cinta ku di mana
2022-03-01
0