Devan mencuci tangannya di kamar mandi rumah sakit dengan cepat, berusaha membersihkan bekas darah Laurel yang menempel di lengan dan bajunya sambil memandangi ke arah kaca yang ada di atas wastafel.
Akhirnya Devan kembali menyalakan kran air, mengambil air dengan telapak tangannya dan membasuh wajahnya yang tampak berantakan. Selesai mengeringkan wajah dan tangannya dengan tissue Devan berjalan dengan sedikit tergesa keluar dari kamar mandi ke arah ruang operasi.
Devan langsung bangkit dari kursi yang berjejer di depan ruang operasi, begitu diihatnya pintu terbuka, seorang dokter dan seorang perawat keluar dari ruang operasi.
“Dokter, bagaimana kondisi pacar saya?” Dokter tersebut sedikit mengernyitkan alis mendengar pertanyaan Devan.
Sebelum menjawab pertanyaan Devan dokter tersebut melepas masker yang menutupi wajahnya. Devan sedikit kaget, karena ternyata dokter tersebut terlihat masih muda, berwajah campuran, bukan wajah orang Indonesia asli.
Setelah maskernya dilepas Devan baru memperhatikan bahwa dokter tersebut memiliki mata bewarna coklat muda, bukan seperti mata orang Asia pada umumnya.
“Anda kekasih nona yang baru saja mengalami penusukan?” Devan mengangguk cepat mendengar pertanyaan dokter tersebut.
“Bagaimana ceritanya? Kenapa tiba-tiba ada peristiwa penusukan seperti itu? Apa ada orang yang punya dendam dengan nona itu?” Devan sedikit mengernyitkan alisnya, harusnya dia yang bertanya tentang kondisi Laurel, tapi kenapa sekarang dokter itu seolah-olah sedang menginterogasinya seperti seorang ayah yang menemukan dan menangkap basah anak gadisnya pergi keluar dengan teman laki-lakinya tanpa ijin.
“Ehmmm, anu dokter, saya tidak tahu. Tapi Laurel gadis baik-baik, tidak mungkin ada orang yang menyimpan dendam padanya,” Dokter itu menarik nafas panjang, keningnya sedikit berkerut seolah-olah sedang memikirkan sesuatu, sebentar kemudian kepalanya menoleh ke arah pintu ruang operasi yang lampunya sudah dimatikan, bertanda sedang tidak ada kegiatan operasi di dalam ruangan tersebut.
“Dok, jadi, bagaimana kondisi Laurel?” Dokter itu kembali menatap Devan.
“Oooo, dia baik-baik saja, sebentar lagi suster akan membawanya ke kamar, dia harus rawat inap untuk memastikan semua baik-baik saja pasca operasi. Kami akan melakukan observasi selama 24 jam, jika kondisinya sudah stabil, dia boleh pulang untuk menjalani rawat jalan,” Devan menarik nafas lega mendengar penjelasan dokter barusan.
“Untung saja tusukan belatinya tidak terlalu dalam dan tidak mengenai organ dalam, semua akan baik-baik saja dan semoga tidak terjadi infeksi lanjutan,” Entah kenapa Devan merasa dokter yang menangani Laurel ini terlihat begitu perduli dengan kondisi Laurel.
Devan mencoba mengingat-ingat apakah Laurel memiliki saudara atau kenalan seorang dokter, dan seingat Devan benar-benar tidak ada.
“Ok, saya harus mengurus pasien lain, tolong perlengkapi data diri anda sebagai wali dari nona tadi,” Devan mengangguk mendengar permintaan dokter tersebut.
“Terimakasih dokter,” Devan segera mengucapkan terimakasih dan dokter muda tersebut langsung berjalan meninggalkan Devan.
“Devan! Apa yang terjadi pada Laurel?” Denia, mama Laurel berlari-lari bersama dengan Freya ke arah Devan yang masih berdiri termenung di depan ruang operasi.
Belum sempat Devan menjawab pintu ruang operasi kembali terbuka, terlihat seorang suster sedang mendorong sebuah brankar dorong (merupakan ranjang yang digunakan untuk ranjang emergency dan transfer pasien. Transfer pasien disini adalah memindahkan pasien dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan mudah. Penggunaan brankar ini tidak hanya terbatas memindahkan pasien antar ruangan. Namun brankar pasien juga bisa digunakan untuk transfer pasien dari dan ke ambulan. Brankar pasien ini lengkap dengan roda dan tiang infuse) dengan Laurel yang masih belum sadarkan diri terbaring di atasnya.
Denia langsung mendekati brankar tersebut dan mengikuti suster yang mendorongnya ke sebuah kamar. Devan hanya bisa mengikuti mama Laurel di belakangnya.
“Suster, bagaimana kondisi anak saya?” Wajah Denia terlihat benar-benar cemas, suster yang membawa Laurel hanya tersenyum.
“Tenang bu, dokter malam ini sudah menanganinya dengan baik, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, semua akan baik-baik saja, tinggal menunggu masa pemulihan pasien,” Penjelasan suster cukup membuat Denia tenang, tapi setelah dia sedikit tenang dia baru menyadari bahwa kamar yang ditempat Laurel saat ini merupakan salah satu kamar VVIP rumah sakit.
“Ehm, suster, apakah anak saya bisa dipindahkan dari kamar ini ke kamar kelas lain?” Suster tadi sedikit mengernyitkan alis mendengar permintaan dari Denia.
“Maaf bu, saya tidak berani, penempatan pasien ke kamar ini atas perintah langsung dari dokter yang melakukakan perawatan kepada pasien, kalau anda keberatan anda bisa mendiskusikannya dengan beliau,” Denia mengerutkan kening setelah mendengar jawaban suster tersebut.
“Baik suster, terimakasih,” Denia menarik nafas panjang, bukannya dia tidak mau Laurel mendapatkan perawatan dengan fasilitas terbaik, tapi mengingat kondisi keuangannya saat ini, dia benar-benar tidak tahu darimana dia akan mendapatkan uang untuk membayar semua biaya rumah sakit nantinya.
# # # # # # #
Laurel bangkit dari duduknya di atas tempat tidur kamarnya, berdiri di depan kaca rias di kamarnya.
Dengan hati-hati diangkatnya sedikit t shirtnya sehingga dia bisa melihat bekas luka di pinggang kanannya. Sudah tidak lagi menimbulkan rasa nyeri, hanya kadang-kadang saja saat dia bergerak terlalu terburu-buru masih terasa sedikit nyeri.
Laurel menarik nafas panjang, nyeri karena luka tusukan dari orang yang tidak dikenalnya sebulan lalu masih berbekas, tapi dia bisa menahannya, tapi nyeri karena hatinya yang sakit benar-benar sulit dia lupakan.
Sejak kejadian penusukan itu dua hari kemudian Devan menghilang tanpa jejak, bahkan waktu kepulangannya dari rumah sakit, Devan tidak muncul sama sekali.
Tidak menjemputnya ataupun memberi kabar, bahkan semua sms dan panggilan telepon darinya tidak dibalas satupun oleh Devan, justru dia mendengar kabar tiba-tiba Devan sudah kembali ke Australia tanpa memberinya kabar.
Saat Laurel berusaha memberanikan diri menghubungi orangtuanya jawaban yang dia dapat adalah Devan sedang berkonsentrasi terhadap studinya, jadi lebih baik untuk sementara waktu Laurel melupakan Devan dan tidak mengganggunya. Benar-benar jawaban yang menyakitkan.
Tapi yang paling menyakitkan adalah ketika Devan selama sebulan ini tidak dapat dihubungi sama sekali, salah seorang teman Laurel yang juga kuliah di Australia mengupdate status berupa foto, disitu terlihat Devan, teman Laurel dan seorang gadis cantik berambut pirang dengan posisi mencium pipi Devan, dengan caption di statusnya bertuliskan “Hari ini kebetulan berpapasan dengan Bos Devan dan pacar bulenya.” Melihat status medsos tersebut Laurel hanya bisa menarik nafas panjang. Tindakan Devan benar-benar menyakitkan, di saat dia terpuruk Devan datang seolah-olah menawarkan bantuan, tapi sedetik kemudian dia menghilang dan tiba-tiba terdengar kabar dia sudah memiliki pacar baru, dan tanpa malu-malu menunjukkan kemesraan mereka.
Laurel memejamkan matanya, teringat kembali pada kejadian sebulan lalu, teringat pada kejadian penusukan yang dialaminya.
Dengan kondisi setengah sadar dan tidak Laurel mendengar Devan memanggil-manggil namanya, beberapa orang sibuk mendorong tubuhnya yang terbaring di atas sebuah ranjang masuk ke ruangan yang dari baunya Laurel bisa menebak bahwa itu sebuah UGD rumah sakit. Beberapa saat kemudian Laurel mendengar ada suara orang yang berlari ke arahnya.
Dari ujung matanya yang terbuka sedikit setengah sadar dan tidak Laurel melihat sebuah sosok laki-laki muda berpakaian khas seorang dokter, dengan rambut bewarna kecoklatan, mendekat ke arahnya.
“Laurel Tanputra?” Sebuah suara lembut terdengar menyebutkan namanya.
“Benar dokter, nona ini bernama Laurel Tanputra,” Terdengar suara jawaban dari suster yang berdiri di dekat kepala Laurel tergeletak. Dokter tersebut menundukkan badannya, matanya mengamati luka tusuk di pinggang kanan Laurel dengan serius.
Sekilas Laurel sempat melihat tatapan mata dokter tersebut mengamati wajahnya dalam-dalam, seolah-olah dia mengenal Laurel. Mata tajam dan lembut bewarna coklat muda, yang sampai detik ini benar-benar membuatnya penasaran siapa dokter bermata lembut bewarna coklat muda tersebut.
“Siapkan segera ruang operasi, saya sendiri yang akan melakukan tindakan,” Suara lembut itu kembali terdengar sayup-sayup di telinga Laurel yang beberapa saat kemudian kesadarannya kembali menghilang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 200 Episodes
Comments
Edah J
Dewa penolongnya Laurel
2022-10-16
0
OrrieOn
Senang ada cerita dokter Laurel dan dokter Dave juga😍🥰
2022-04-24
0
This Is Me
Penuh misteri nih, bikin penasaran
2022-04-23
1