Laurel memandangi sekelilingnya, tidak ada yang berubah sejak 7 tahun dia meninggalkan rumah ini, semua perabotan dan penataan barang-barang tetap seperti semula, termasuk piano kesayangannya, masih berada di ruang keluarga dalam kondisi terawat dengan baik. Bahkan Laurel bisa melihat warna cat setiap ruangan di rumah ini masih tetap sama, walaupun terlihat bahwa rumah ini baru saja dicat ulang. Laurel menarik nafas panjang, melihat kondisi rumahnya yang bersih dan sangat terawat nampaknya almarhum suaminya orang yang cukup telaten dan perduli dengan kebersihan rumah ini. Ada sedikit rasa penasaran di hati Laurel membayangkan orang seperti apa dan bagaimana wajah almarhum suaminya dulu.
Laurel kembali mengamati sekelilingnya, termasuk lemari dan dinding mencoba melihat apakah ada jejak foto dari almarhum suaminya yang tertinggal, tapi dia tidak dapat menemukan petunjuk sedikitpun. Dengan hati-hati Laurel membuka pintu kamar utama yang dulunya adalah kamarnya, yang menurut Bik Umi (salah satu pembantu yang mengurus rumah itu selama almarhum suaminya tinggal disini sampai sekarang) selama almarhum suaminya tinggal di rumah itu, laki-laki itu yang menempati kamar tersebut.
Begitu pintu terbuka Laurel melihat tempat tidurnya 7 tahun lalu sudah digantikan dengan sebuah tempat tidur berukuran besar, lebih dari 2 x 2 meter, sepertinya ukuran tempat tidur yang harus dipesan khusus, dan tentu saja Laurel bisa menebak tempat tidur itu awalnya ditujukan sebagai tempat tidur pengantin mereka. Di atas sandaran tempat tidur nampak foto seorang gadis yang sangat cantik dengan mengenakan gaun pernikahan dengan ukuran besar. Laurel menatap dalam-dalam fotonya dalam balutan gaun pernikahan mewah 7 tahun lalu. Foto itu diambil ketika dia baru saja selesai dirias, beberapa waktu sebelum dia melarikan diri ke Amerika. Laurel memejamkan matanya berusaha mengira-ngira laki-laki seperti apa yang dulu menjadi suaminya, bahkan rasa penasaran Laurel semakin besar membayangkan laki-laki itu selama bertahun-tahun bertahan hidup di kamar dimana terpasang foto gadis yang sudah meninggalkannya di hari pernikahan mereka.
"Tempat tidur non Laurel yang lama oleh almarhum tuan diletakkan di kamar tamu yang baru," Laurel tersenyum menanggapi perkataan Bik Umi, satu-satunya yang berubah dari rumah ini adalah tempat tidurnya yang sudah tidak pada tempatnya dan almarhum suaminya sudah memindahkan tempat tidurnya ke kamar tamu baru yang kelihatannya dibangun saat dia sudah meninggalkan rumah ini.
"Kak Laurel kapan berencana pindah kembali kesini?" Laurel langsung menoleh ke arah Freya mendengar pertanyaannya.
"Belum tahu pasti, masih kakak pikirkan,"
"Sebaiknya Kak Laurel segera pindah kesini secepatnya, untuk menghormati keinginan kakakku," Laurel terdiam mendengar perkataan Evelyn. Sepertinya sejak dia meninggalkan Indonesia 7 tahun lalu terlalu banyak hal yang terjadi, termasuk hubungan Freya dan Evelyn yang berkembang sampai seperti saudara kandung. Beberapa lama ini Laurel melihat dimana ada Freya, disitu ada Evelyn dan sebaliknya. Hubungan mereka tampaknya sangat dekat. Laurel menahan nafasnya sebentar, andaikata kakak Evelyn adalah pria yang dicintainya, pasti saat ini hubungan anggota keluarga mereka akan sangat baik. Laurel teringat bagaimana sosok mama Ros yang lembut dan begitu baik padanya.
Cladia memandang ke arah Evelyn, gadis itu merupakan gadis yang cantik, rambutnya yang hitam dan berombak membuat wajahnya yang memiliki dagu runcing, mata hitam lebar yang selalu terlihat ceria dan bulu mata lentik terlihat sangat manis. Jika diperhatikan, sepertinya gadis itu memiliki garis keturunan asing, bukan orang Indonesia murni. Dari bentuk wajah dan matanya terlihat jelas dia merupakan seorang blasteran. Tentu saja Laurel tidak terlalu berani untuk mengorek keterangan tentang latar belakang Evelyn, mengingat kesalahan apa yang sudah dia lakukan pada keluarga Evelyn, terutama kakaknya.
"Apa mama dan kamu akan ikut pindah kesini?" Freya tertawa mendengar pertanyaan Laurel.
"Tentu saja tidak, rumah ini khusus disediakan kakak ipar untuk Kak Laurel, lagipula usaha kue basah mama sudah terlanjur berkembang di daerah sana, apalagi usaha cafeku juga lebih dekat kalau aku tinggal rumah yang sekarang." Laurel menahan nafasnya sebentar, berarti ke depannya dia akan tinggal disni sendirian bersama Bi Umi, Rita dan Ujang (tukang kebun sekaligus suami Rita) dan tiga orang satpam yang bergantian menjaga rumah ini. Sebenarnya bagi Laurel terlalu banyak orang jika harus mengurus dan membiayai rumah ini bersama 6 orang sekaligus, tetapi mama Ros, begitu Laurel memanggil ibu mertuanya, bersikeras mereka berenam harus tetap membantunya mengurus dan menjaga rumah ini, bahkan menurut mama Ros, untuk gaji mereka berenam almarhum anaknya sudah menyiapkan rekening tersendiri khusus untuk membayar gaji bulanan keenam orang tersebut yang berisi uang yang tidak sedikit, bahkan mungkin untuk membayar gaji mereka seumur hidup jumalh uang di rekening itu tetap akan bersisa.
"Freya, apa kamu ingat Cladia dan Jeremy?" Freya mengernyitkan keningnya mendengar pertanyaan Laurel yang tiba-tiba teringat tentang Cladia dan Jeremy.
"Oooo, tentu saja ingat, tapi 5 tahun lalu mereka sudah pindah dari sini karena kasus pemerkosaan dan pembunuhan yang dialami teman baik Cladia,"
"Apa kamu masih punya kontak mereka?" Freya langsung menggeleng mendengar pertanyaan Laurel.
"Aku kehilangan kontak mereka. Sepertinya setelah kejadian itu Cladia mengalami masa-masa sulit. Tidak lama setelah kejadian itu mereka pindah dari sini, nomer handphone mereka pun diganti dengan tiba-tiba, bahkan Cladia juga pindah dari sekolahnya yang lama. Padahal setahun sebelum kejadian itu kedua orangtua mereka juga meninggal karena kecelakaan," Mendengar penjelasan Freya, Laurel menutup mulutnya karena kaget, kakinya rasanya tiba-tiba terasa lemas, membuatnya jatuh terduduk di atas tempat tidur di depannya.
"Ah, andai saja aku bisa membantu menguatkan Cladia saat itu," Laurel memegang keningnya, teringat akan Cladia yang sebelum kepergiannya ke Amerika merupakan teman sepermainannya yang sudah seperti adik kandungnya sendiri.
# # # # # # #
Laurel membaca pesan yang tertulis di grup dokter dan perawat di rumah sakit Anugrah Indonesia, disana tertulis tentang undangan meeting siang ini tepat pukul 11 siang, satu jam sebelum jam istirahat.
"Pagi dokter, ini daftar laporan medis tentang pasien yang mendaftar untuk melakukan pemeriksaan." Indah, yang merupakan salah satu perawat yang sering membantunya mengurus data-data pasien di poli penyakit dalam menyerahkan tumpukan map di hadapan Laurel. Laurel memiliki kebiasaan sebelum mulai melakukan pemeriksaan dia akan membaca ulang rekam medis pasien yang melakukan kontrol, sedang untuk pasien baru dia akan lebih banyak melakukan interview kepada pasien dan melakukan serangkaian test kesehatan sebelum memutuskan pengobatan yang paling cocok untuk pasien.
Laurel begitu serius membaca data-data pasien sampai tidak menyadari bahwa Dave sudah berdiri di sampingnya, mengamati apa yang dilakukannya terhadap map-map di depannya.
"Ehem.." Suara deheman pelan dari Dave membuat Laurel menoleh ke samping, begitu melihat Dave berdiri di sampingnya, Laurel langsung bangkit berdiri. Wajahnya sedikit bingung melihat kehadiran Dave di ruangan poli penyakit dalam tempatnya bekerja.
"Ada yang bisa dibantu bos?" Seperti biasanya tanpa senyum Dave memandang Laurel dalam-dalam sebelum berbicara.
"Tidak, aku hanya ingin melakukan pengecekan kinerja para dokter yang sedang bertugas di poliklinik hari ini. Lakukan saja pekerjaanmu seperti biasanya, anggap saja aku tidak ada disini," Laurel meringis dalam hati, bagaimana bisa dia menganggap bosnya yang dingin itu tidak ada di ruangan ini, sedangkan tatapan dinginnya selalu membuat Laurel menggigil.
Suara pintu ruangan dibuka membuat Laurel sedikit bernafas lega, rasanya hari ini dia ingin segera menyelesaikan pekerjaannya dan keluar dari ruangan ini. Begitu pintu dibuka tampak wajah Indah dengan senyumnya menyembul keluar, melihat ada Dave di ruangan itu Indah langsung menganggukkan kepalanya untuk memberi hormat.
"Pagi bos,"
"Pagi Indah, hari ini aku akan melakukan pengecekan terhadap kinerja para dokter di poliklinik," Indah kembali menganggukkan kepalanya, sebenarnya dia tidak perlu mendengarkan penjelasan dari bosnya, apapun yang dilakukan bosnya rasa-rasanya itu adalah hak mutlak sebagai kepala rumah sakit sekaligus pemilik tunggal rumah sakit ini.
"Dokter Laurel, apa pemeriksaan sudah bisa dimulai? Para pasien sudah menunggu,"
"Ok, silahkan dimulai," Indah langsung mengangguk dan kembali keluar dari ruangan begitu mendengar perkataan Laurel.
Satu persatu Laurel mengani pasiennya hari itu dengan Dave yang duduk di samping kirinya agak ke belakang kira-kira 1 meter jaraknya. Kalau boleh jujur sebenarnya Laurel benar-benar terganggu dengan kehadiran Dave yang mengawasi kinerjanya, bukan karena dia tidak yakin dengan kemampuannya, tapi siapa pegawai yang bisa tenang bekerja di bawah pengawasan bosnya selama berjam-jam ditambah dengan sikap tidak bersahabatnya, tatapan dingin, tanpa senyum, dan setiap selesai satu pasien dia tangani selalu ada komentar tidak enak dari Dave, dan yang membuat Laurel sakit kepala adalah : semua komentar tidak enak Dave baginya bukan penilaian yang penting, tidak ada hubungannya dengan kinerjanya, kemampuannya dalam menangani dan memberikan pengobatan pada pasien.
Saat Laurel bersikap ramah Dave bilang dia kurang serius, terlalu ramah terhadap pasien, jika dia sedikit serius, dibilang dia kurang ramah, membuat pasien tidak nyaman, saat dia menjawab semua pertanyaan pasien dibilang dia tidak perlu menjawab semua pertanyaan pasien, saat dia berusaha hanya menjawab pertanyaan penting pasien, Dave menegurnya, mengingatkan bahwa sebagai seorang dokter dia harus bisa menjawab semua pertanyaan dari pasien utnuk menenangkan hati pasien. Pagi ini Laurel benar-benar dibuat pusing oleh sikap bosnya.
Laurel menarik nafas panjang, dilihatnya tinggal 1 map saja di hadapannya, artinya tinggal 1 pasien yang harus di tangani sebelum dia menghadiri meeting jam 11. Akhirnya sebentar lagi dia bisa terbebas dari pengawasan si mata elang (julukan baru Laurel untuk bosnya).
“Siang dok,” Seorang wanita tua berusia di atas 70 tahun, dengan gelang emas memenuhi pergelangan tangan kanan dan kirinyanya, dan kalung yang melingkar di lehernya yang terlihat cukup besar, datang memasuki ruang praktek Laurel diantar oleh Indah, yang langsung kembali keluar ruangan setelah membantu wanita tua itu duduk di hadapan Laurel.
“Granny Nuri ya, perkenalkan, saya Laurel, mulai sekarang saya yang akan menjadi dokter penyakit dalam granny,” Wanita tua tersebut tersenyum. Sebelum memanggil Nenek Nuri untuk diperiksa, Indah sudah lebih dahulu memberitahu Laurel kalau Nenek Nuri akan marah jika dipanggil dengan sebutan Nenek, dia selalu minta dipanggil "Granny".
“Dokter baru ya disini? Tapi sudah kenal Granny ya? Kok tahu kalau granny ini paling anti dipanggil nenek, oma, atau apalah, panggilan-panggilan yang terdengar kuno, padahal granny ini walaupun sudah berumur lebih dari 70 tahun masih sehat, tidak kalah dengan yang masih berumur 30an." Laurel tersenyum mendengar sikap narsis wanita tua di depannya.
"Dokter yang dulu kemana?” Laurel tersenyum mendengar pertanyaan wanita tua itu.
“Dokter Johan pindah tugas ke Kalimantan granny. Granny harusnya baru minggu depan kontrol, apa ada keluhan yang membuat granny datang lebih awal untuk kontrol?” Nenek Nuri terkekeh mendengar pertanyaan Laurel.
“Tidak ada, sebenarnya mau bertemu dengan dokter Johan saja, dokter tampan, sayang kalau tidak sering-sering dikunjungi,” Laurel berusaha untuk tetap memasang senyum diwajahnya, untung saja dia sudah mendapatkan peringatan dari Indah bahwa nenek Nuri ini adalah salah satu pasien yang sangat mengidolakan dokter Johan, dia selalu mencari-cari alasan untuk mempercepat waktu kontrolnya hanya supaya bisa bertemu Johan. Dengan latar belakang anak-anaknya yang kaya raya membuat dia tidak pernah merasa pernah sayang mengeluarkan uang yang sebenarnya tidak perlu keluar.
“Sebenarnya granny kecewa kenapa dokter Johan digantikan dokter wanita. Tapi tidak apa, karena dokter Laurel sangat cantik dan juga ditemani dokter yang jauh lebih tampan dari dokter Johan, granny juga tidak keberatan dokter Johan digantikan,” Mata Laurel sedikit membeliak mendengar perkataan Nenek Nuri yang matanya menatap Dave dengan pandangan terpesona dan senyum genit di bibirnya. Bagi Laurel adalah hal yang normal jika seseorang terpana melihat ketampanan Dave, apalagi didukung oleh wajah bule Dave dan mata birunya yang mungkin jarang sekali bisa ditemukan di kota ini, tapi dikagumi dan ditatap genit oleh seorang wanita berumur lebih dari 70 an? Yang benar saja, hal itu merupakan hal yang sungguh menggelikan, namun Laurel buru-buru mengedipkan matanya sekilas dan tersenyum manis supaya tidak dianggap tidak sopan oleh nenek Nuri.
Oh my God, mimpi apa aku tadi malam, kenapa ada pasien yang sudah uzur tapi genitnya minta ampun, Laurel berkata dalam hati sambil melirik ke arah Dave yang bangkit dari duduknya, berdiri di sampingnya.
“Dokter Laurel tidak kalah hebat dengan dokter Johan, Granny Nuri pasti tidak akan kecewa dengan pengobatan dokter Laurel,” Nenek Nuri tersenyum mendengar perkataan Dave yang terkesan membela Laurel, tapi bagi Laurel itu hanya trik Dave saja untuk menenangkan pasiennya.
“Ngomong-ngomong, dokter tampan ini suaminya dokter Laurel?” Laurel tersentak kaget mendengar pertanyaan Nenek Nuri.
“Bukan granny, bukan, beliau kepala rumah sakit ini, beliau bos saya,” Laurel langsung menjawab pertanyaan Nenek Nuri dengan cepat.
“Bagus,” Nenek Nuri memukul meja di depannya dengan telapak tangannya, membuat Laurel sedikit tersentak karena kaget.
“Dokter Laurel sangat cantik, cocok untuk menjadi cucu menantuku. Cucuku seorang pengusaha sukses dan sangatttt... tampan. Cocok sekali kalau disandingkan dengan dokter Laurel. Kontrol selanjutnya granny akan bawa cucu granny kesini supaya kalian bisa membuat janji untuk berkencan. Dan untuk dokter tampan ini, Nenek beri nasihat, jangan buru-buru menikah, nanti menyesal. Cari wanita baik dan sudah mapan, jangan cuma muda dan cantik,” Kalau tidak ingat wanita di hadapannya adalah pasiennya dan ada bosnya yang berdiri di sebelahnya rasanya Laurel ingin menepuk jidatnya sendiri melihat kelakuan Nenek Nuri.
NOTE : Terimakasih untuk para pembaca setia yang sudah menunggu lama novel tentang kisah cinta Laurel dan Dave, semoga bisa seromantis kisah Ornado dan Cladia. Selamat menikmati, jangan lupa like, komen, vote dan follow. Terimakasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 200 Episodes
Comments
Nony Suzana
Thor cerita ² nya menambah wawasan ku mantabb Thor 👍🥰
2022-11-02
1
Edah J
Duuub granny Nuri ada ada aja😁
2022-10-17
0
OrrieOn
grany Dave kah hehehe
2022-04-24
0