Setelah berpikir selama bermenit-menit, hingga berjam-jam, akhirnya Weng Lou pun memilih untuk membawa Man Yue saja.
Janjinya kepada Xin Yue membuatnya akan tambah merasa bersalah jika dia meninggalkan Man Yue seorang diri di sini.
Kelompok Weng Lou yang berada di luar kota tak beranjak dari tempat mereka sama sekali sampai susana sekitar mereka mulai terang dan matahari mulai menunjukkan sosoknya.
Dari arah barat Kota Liming, matahari keluar dari arah timur kota terlihat benar-benar menerangi seluruh Kota Liming yang sedang dalam keadaan hancur lebih dari setengahnya.
Orang-orang yang berduka karena peristiwa semalam memandangi mentari pagi yang memberikan mereka kehangatan di kala rasa duka dan sedih dalam diri mereka itu seakan mendapatkan semacam penghilang akan kesedihan mereka.
Salah satu pria yang sedang sibuk mengangkati tubuh-tubuh para penduduk yang meninggal karena terkena serangan dari Naga Tanah menatap mentari itu dan membusungkan dadanya.
"OOOAAAAAA!!!!!!"
Tiba-tiba, pria itu berteriak lantang sambil menatap langit pagi.
Penduduk lainnya yang melihat tindakan pria itu pun sedikit terkejut dan menundukkan kepalanya, lalu kemudian mengikuti apa yang dilakukannya.
"OOOAAAAA!!!!"
Tak lama, satu demi satu para penduduk yang berhasil bertahan dari serangan Naga Tanah semalam mulai berteriak dalam nada yang sama.
"OOOOAAAAA!!!!"
"OOOAAAA!!!"
"OOOOOAAAAAA!!!!!"
Tua, atau pun muda, semuanya berteriak dalam nada yang sama sambil menatap ke langit.
Ini adalah sebuah kebiasaan para penduduk asli Kota Liming, yaitu mereka yang sudah menetap di tempat ini sebelum Weng Lou di kehidupan kesembilan puluh tujuh membuatkan mereka air mancur yang membuat kehidupan mereka berubah.
Teriakan ini merupakan sebuah pengingat bagi mereka semua bahwa rasa sedih dan duka yang mereka hadapi atau pun alami semuanya adalah cobaan yang diberikan oleh dewa kepada mereka, dan mereka harus menghadapinya.
Tidak diketahui siapa yang memulainya pertama kali, yang pasti, teriakan kepada langit pagi itu untuk melepaskan semua yang mereka rasakan dalam keadaan duka mereka ini.
Teriakan-teriakan itu dapat terdengar hingga bagian luar Kota Liming, yaitu sampai ketempat kelompok Weng Lou berada saat ini.
Sambil menatap kearah kota, mereka bisa dengan jelas mendengar teriakan orang-orang itu.
Mereka semua hanya diam mendengarnya hingga akhirnya teriakan-teriakan itu pun tak terdengar lagi.
"Sudah saatnya kita melanjutkan perjalanan kita," ucap Jian Qiang yang kemudian berdiri dari tempat ia duduk, lalu berjalan ke arah kota.
Weng Lou dan yang lainnya menatap punggungnya yang mulai menghilang di kejauhan dan menghela napas satu persatu.
Pang Baicha pun ikut berdiri dan segera pergi menyusul Jian Qiang, lalu Lin Mei, Weng Ying Luan, dan yang terakhir, Weng Lou dan Shan Hu yang diperintahkan oleh Weng Lou untuk menggendong tubuh Man Yue yang tak sadarkan diri.
Ketika mereka sampai di kota, bisa terlihat kehancuran lebih dari setengah wilayah kota yang diakibatkan oleh sang Naga Tanah tadi malam.
Weng Lou yang melihat itu semua pun menarik napas dalam. Ini adalah kematian terbanyak yang pernah ia lihat dalam satu hari dan lebih parahnya lagi, dia terlibat akan hal ini.
Dia tidak yakin apa yang mengganjal di hatinya sekarang, rasa bersalah atau sedih, yang pasti Weng Lou hanya bisa mengepalkan tangannya dengan keras menyaksikan kehancuran itu.
Kelompok Weng Lou dan yang lainnya pun berjalan menuju lokasi penginapan mereka semalam, dan ternyata dampak dari serangan Naga Tanah semalam tidak terlalu mengenai tempat ini.
Terlihat hanya atap bangunan saja yang mengalami jebol karena terkena sebuah duri tanah yang ditembakkan oleh Naga Tanah, sisanya yang lain masih dalam kondisi baik-baik saja, bahkan kereta kuda, dan kuda mereka masih selamat.
Tidak terlihat sama sekali orang di tempat itu selain mereka, sepertinya para pengunjung yang menginap di penginapan ini langsung segera pergi tadi malam karena tidak mau sampai terkena amukan dari sang Naga Tanah.
Pang Baicha langsung pergi mengikatkan kuda pada kereta mereka, sementara Jian Qiang naik ke lantai atas penginapan dan mengambil sisa arak nya yang belum sempat ia habiskan tadi malam.
Begitu dia turun kembali dan sampai di depan penginapan, terlihat Weng Lou dan yang lain sudah berada di atas kereta dan menunggu dirinya.
Dia dengan santainya meneguk langsung arak di tangannya yang mana membuat Pang Baicha yang melihatnya merasa sedikit kesal.
Jian Qiang sendiri yang mengatakan pada mereka untuk segera pergi dari tempat itu, namun dia sendiri yang tampak terlalu santai.
Ingin sekali dia mengumpati nya, namun Pang Baicha segera sadar bahwa kekuatan dirinya dan Jian Qiang sangatlah berbeda jauh, sehingga ia tidak boleh dengan bodohnya mengatakan sesuatu yang bisa membuat dirinya mati ditangannya.
Jian Qiang pun segera naik ke atas kereta, dan Pang Baicha pun langsung mengendalikan kuda untuk jalan.
Kereta pun bergerak dan mulai pergi ke luar dari Kota Liming.
Akan tetapi, mereka melupakan satu hal yang sangat penting. Jalan kota saat ini telah di penuhi dengan puing-puing bangunan yang hancur, sehingga membuat akses jalanan terhenti.
Tapi ternyata, hal itu bukan lah masalah besar bagi Weng Lou dan Weng Ying Luan yang memiliki Qi tanpa unsur dan dengan mudahnya mereka berdua langsung membuka jalan dengan bantuan Qi milik mereka.
Penduduk yang melihat sedang sibuk membereskan puing-puing bangunan pun terpana dibuat keduanya.
Weng Lou dan Weng Ying Luan tanpa disadari telah membantu para penduduk yang setengah mati mengangkati satu puing bangunan saja.
Melihat usia keduanya yang sangat muda membuat para penduduk semakin bersemangat dan mulai lebih mencurahkan lebih banyak tenaga mereka dalam mengangkati puing bangunan.
Kelompok Weng Lou pun akhirnya berhasil keluar dari kota setelah memakan waktu hampir setengah jam yang dikarenakan terlalu banyaknya puing bangunan yang menghalangi mereka.
Kereta mereka bergerak menuju ke timur, dimana Wilayah Tengah berada tidak terlalu jauh lagi.
Sementara itu, di atas tembok kota, terlihat dua sosok yaitu pria dan wanita mengenakan pakaian serba hitam menatap kereta kuda kelompok Weng Lou.
Pada bagian dada kiri mereka, terlihat lambang salju putih yang merupakan lambang dari Sekte Langit Utara.
"Itu mereka, setelah mengikuti jejak mereka selama kurang lebih satu minggu, kita akhirnya menemukan mereka," ucap sang pria dengan wajah seriusnya.
"Patriak memberi perintah untuk membunuh ketiga murid itu, tetapi sepertinya ini tidak akan mudah," balas sang wanita.
"Tidak hanya ada seorang yang memiliki kekuatan di Ranah Penyatuan Jiwa bersama mereka, bahkan tingkat praktik ketiga murid itu sendiri berbeda jauh dengan informasi yang diberikan kepada kita.
Rencana pembunuhan ini harus kita lakukan dengan rencana yang matang, atau jika tidak kita bisa saja mati....."
"Haaa...aku masih tak mengerti mengapa Patriak menyuruh kita untuk melakukan hal ini, bukankah justru bagus jika kita memiliki murid-murid berbakat seperti tiga orang murid itu?" tanya sang wanita.
Pria yang bersamanya hanya dia dam memejamkan matanya sejenak sebelum kemudian menjawab.
"Itu tidak penting, kita hanya harus mengerjakan apa yang dikatakan oleh Patriak, atau jika tidak kita yang akan dibunuh olehnya," jawab pria itu.
Sosok keduanya pun menghilang seperti menjadi sebuah bayangan dan bergerak mengikuti kereta Weng Lou dari jauh tanpa mengetahui bahwa sebenarnya Weng Lou dan Jian Qian sudah mengetahui keberadaan keduanya semenjak berada di Kota Liming sebelumnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 391 Episodes
Comments
Muhammad Yusuf
mantap lanjut kan Thor
2022-05-17
0
Yono Sujono
makin mantap thor
2022-04-27
0
hariyono liman
😶🤤🤤
2021-12-11
0