Semua akan berjalan dengan baik tanpa luka. Nelam percaya itu. Hari-hari buruk akan berlalu, dan Nelam bisa dengan tenang tidur tanpa memikirkan hari esok. Sekarang hari begitu sulit dan membuatnya ketakutan. Entahlah, masih berpikir repetitif.
Seseorang mengganggu Nelam dengan mendekatkan kursinya. Nelam melihatnya dengan ketidaksukaan. Selalu saja Nelam merasa sakit saat melihat wajahnya. Kalau difraksikan, dia dalam kebencian Nelam. Kurasa, Nelam tidak perlu bertemu dengannya. Sudah cukup bagi Nelam mengetahui kelakuannya.
"Nel, gimana kabar Ibu kamu?" tanya Danu, namun Nelam acuh tak acuh.
Nelam mengeluarkan buku LKS mata pelajar biologi. Nelam berniat membuka halaman buku, namun dia menahan tangan Nelam.
Nelam menoleh padanya dengan ketus, "Ibu baik," jawab Nelam singkat, dia mulai jengah dengan sikap Nelam.
"Kamu kenapa sih, Nel. Suka marah gak jelas sama aku." Dengan kesal, dia bangkit dari duduknya.
Nelam mendongak menatapnya.
"Kamu tau gimana perasaan aku saat kamu chat dengan cewek lain. Apalagi panggil sayang." Nelam juga bangkit berniat keluar dari kelas, namun dia meraih tangan Nelam.
"Aku cuma sayang sama kamu." Dia berkata lembut seakan-akan kalimatnya yang penuh kebohongan akan mempengaruhi Nelam. Sama sekali tidak. Jiwa Nelam berbisik lirih bahwa Nelam harus benar-benar melupakannya. Walaupun masih ada rasa cinta sedikit. Dia seperti mawar, walaupun indah juga bisa melukai. Nelam tidak bisa menatap matanya lagi, dia telah merobek hati Nelam.
"Aku lagi mau ngerjain PR, " kata Nelam melepaskan tautan tangan Danu. Karena jengah, dia meninggalkan Nelam dengan kekecewaan.
Sekalipun Nelam takkan pernah kembali, maka dia juga tidak akan mencari Nelam. Salah Nelam juga yang mencintainya dengan tulus hingga Nelam merasa sesakit ini. Hatinya sudah patah. Walaupun kisah ini akan berakhir, Nelam tidak akan menangisinya lagi. Air mata terlalu sering muncul, dan Nelam sudah terlalu lelah.
Tak lama, Milan datang masuk dan berjalan ke arah tempat duduknya. Seperti biasa, Milan itu bersikap seenaknya. Dia menaruh tasnya begitu saja di atas mejanya, Danu yang sedang kesal itu tambah marah.
"Bisa gak, sih, lo sopan sedikit!" Bentak Danu dengan nada suara agak dingin membuat Nelam menoleh pada kedua orang itu.
Lagi-lagi Milan menampilkan puppy-eyes-nya. Cukup untuk Danu melihat wajahnya. Sudah terlalu emosi bagi Danu. Daripada tambah berapi, Danu memilih diam mengunci seribu kata.
Milan beralih dengan berdiri di dekat kursi Nelam. Milan menceluk sakunya mengeluarkan sesuatu. Cukup terkejut bagi Nelam mendapat hadiah kecil namun sangat manis di pagi ini. Apalagi, kalau bukan sebuah coklat. Dengan senang hati, Nelam memegang coklat itu berniat menerimanya, namun mata Nelam menatap ke arah Danu. Apakah Nelam tidak menghargai Danu? Mereka belum putus. Tapi Nelam tidak enak menolak pemberian Milan, Nelam terkesan labil.
Nelam berhenti membuat Milan menaikkan alis kanannya terheran.
"Udah jangan banyak mikir," ucap Milan memegang tangan lalu menempelkan coklat itu di telapak tangan Nelam, sedangkan keadaan Nelam sedang mematung.
"Ma-makasih," jawab Nelam sedikit canggung namun matanya masih mengikat Danu yang sedari tadi menatap mereka dengan tajam.
Danu sudah mengepalkan tangannya di atas meja. Nelam sudah bergetar, takut ada perkelahian. Apalagi suasanan kelas sudah mulai ramai. Para siswa mulai memasuki ruang kelas satu per satu untuk duduk di kursinya masing-masing.
"Dug.."
Suara hentakan meja, sudah ku bilang, pasti Danu tidak akan tinggal diam. Nelam masih mematung melihat kebangkitan Danu yang sudah memegang kerah kemeja Milan. Tatapan tajam dia lontarkan, matanya juga memerah seperti dirasuki setan.
"Jangan deketin Nelam lagi, kalo lo masih nekat, gue bakal kasih lo pelajaran." Danu emosi berkata di bibir mata Milan.
"Gue udah cukup dapet pelajaran di sekolah. Tapi bagus sih, kalo ada pelajaran tambahan." Sahut Milan sambil menampilkan senyumnya yang menantang. Baiklah, sudah cukup untuk Danu.
Tangannya sudah mengepal dari tadi. Mencoba menahan emosi, tapi Milan sengaja. Dia bahkan menepuk pipinya sendiri memperbolehkan Danu menghantam pipinya. Tapi tidak untuk Danu, dia baru saja menjadi ketua kelas. Tidak mungkin membuat kegaduhan.
Semua orang yang baru berdatangan melihat kearah Danu dan Milan.
"Wah baku hantam semakin menjadi-jadi. Generasi penerus yang top," kata salah seorang pria teman sekelasnya. Danu yang sadar akan perlakuannya, melepaskan pegangan tangan kirinya pada kerah kemeja Milan. Sambil menghempaskan tubuh Milan, Danu mencoba menenangkan diri lalu duduk di kursinya.
Karena perkelahian ini, Milan tidak mungkin duduk dengan Danu lagi. Hingga dia menghalangi jalan Vera untuk duduk di kursinya. Gadis itu menaikan alisnya terheran.
"Ada apa sih?" tanya Vera sedikit bingung dengan keadaan ini.
"Ver, lo duduk sama Danu, ya."
Vera menggeleng cepat tak terima, dia langsung menempatkan tasnya di kursinya. Milan memegang tangan Vera untuk memohon. Posisi Vera sudah duduk di kursinya.
"Ver, please, kali ini aja."
Vera menatap tangannya yang dipegang Milan. Hatinya bergemuruh, detak jantungnya di atas normal. Matanya terikat dengan mata Milan yang mempesona.
"Dia ganteng banget. Aku gak bisa natap dia terlalu lama," batin Vera.
"Milan, kamu duduk sama Roby aja. Geri gak masuk katanya," tawar Nelam membuat senyum Milan mengembang. Milan segera melepaskan tangannya yang memegang tangan Vera, lalu meninggalkan Vera.
Milan mengambil tasnya dengan kasar di dekat Danu. Tanpa rasa takut, Milan malah menyindir.
"Biarin, gak punya temen.. Haha..," ucap Milan sudah duduk di belakang Danu.
Vera hanya tersenyum atas kejadian tadi. Sungguh membekas dan membekukan hatinya. Tangannya dia eratkan, mengingat kejadian tadi. Vera melirik ke arah Milan sambil tersenyum. Baiklah, cukup jelas kalau dia baper. Wanita memang mudah baper, jadi para lelaki janganlah memulai lebih dahulu. Perasaan wanita sentimental, kadang mereka menganggap serius, kadang suka bermain hati, kadang juga suka terbawa suasana. Dan lelaki harus bertanggung jawab atas hati perempuan.
"Gimana, ayah kamu setuju gak, aku gabung," tanya Nelam membuyarkan lamunan Vera.
Vera tampak berpikir lalu dia menampilkan jari jempolnya. "Tentu. Pulang sekolah kita ke rumah aku ya." Katanya membuat Nelam mengangguk cepat.
***
Nelam berjalan menuju koridor sekolah. Dia berniat menemui Vera di perpus, namun langkahnya terhenti saat dia merasakan ada seseorang yang mengikuti langkahnya. Dia berbalik dengan cepat, namun anehnya tidak ada seorang pun di sana dan Nelam hanya mengangkat bahunya lalu melanjutkan langkahnya.
Milan yang bersembunyi di balik tembok, akhirnya keluar dan mengikuti langkah Nelam lagi. Hingga Nelam memasuki ruangan perpus. Milan pun dengan berat hati harus masuk ke dalam ruangan yang sama sekali tidak disukainya yaitu perpustakaan.
Nelam duduk di dekat Vera yang sedang mengerjakan tugas fisika. Vera tersenyum menyambut hangat datangnya Nelam, dia pun memberikan Nelam sebuah buku.
Mata Nelam tertuju pada itu, "Apa ini Ver?" tanya Nelam.
"Novel Tere Liye." Katanya membuat Nelam senang dan membuka tiap halaman.
"Kamu udah siap kan. Nanti sore kamu bakal di tes nyanyi sama ayah aku. Kalo kamu lulus, kamu langsung di kasih baju buat manggung." Lanjut Vera membuat Nelam senang. Dia refleks langsung memeluk Vera.
Seorang pria duduk namun menutupi wajahnya dengan sebuah buku membuat Nelam dan Vera merasa penasaran, siapa dia sebenarnya.
"Kamu siapa sih?" tanya Nelam pria itu tidak menjawab.
"Mungkin dia introvert," balas Vera.
"Kesian dia."
Kelakuan Milan yang esentrik, membuat mereka menggidik. Seorang pria menyenggol kepala Milan membuat buku di depan wajahnya terjatuh ke meja. Nelam dan Vera pun terkesiap melihat wajahnya. Tak sedikit pun terbayang, tapi ini nyata. Sosok itu akan membuat siapa saja kesal akan kelakuannya.
.
"Milan! Aku bilang jangan ngikutin aku!" Kata Nelam marah, namun Milan memegang bukunya kembali lalu matanya melihat ke arah buku.
"Siapa yang ngikutin kamu, Nel. Orang aku sengaja mau baca buku, sekarang ada kuis MTK." Alasan Milan tidak membuat Nelam percaya, karena Nelam tau ini hanya akal-akalan Milan saja.
"Tapi itu kan buku fabel anak-anak."
"Ya.. kan kalo per tanyanya berapa jumlah kaki semut, gimana? Kamu gak bisa jawab kan, Nel."
"Terserah!"
Vera memperhatikan kedekatan Milan dan Nelam. Dia menatap Nelam dengan cemburu, dan memanyunkan bibirnya sedikit.
"Aku sudah menyangka kalau Milan menyukai Nelam," batin Vera.
"Milan, kamu emang belum ngerti MTK? Aku bisa kok ngajarin kamu." Kata Vera.
Milan menggeleng cepat. "Aku ngerti kok." Jawabnya singkat membuat Vera semakin memegang bolpoin dengan keras.
The first break will end in 5 minutes
Bunyi backsound bel tanda mata pelajaran setelah istirahat pertama akan segera dimulai, para siswa berhamburan dari ruang perpustakaan.
"Padahal aku masih mau di sini sama kamu, Nel." Milan yang tidak ada respon dari Nelam.
Vera semakin panas atas ucapan Milan. Hatinya sudah menjadi abu karena api cemburu membumi hanguskan hatinya. Dia pun berjalan cepat meninggalkan Nelam dan Milan.
"Ver!" Teriak Nelam namun Vera tidak menjawab.
***
Thanks ya...
Buat yang suka dan penasaran... diharapkan vote dan komen supaya aku bisa lanjutin nulis di wattpadnya
See you 😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Babo Saram
maaf saya baca'a aga pusing. 🙄🙄
2022-08-30
0
Qorie Izraini
hadeeecchhh...
bakalan betsmbah nech musuh Neelam, gara2 jantan
2022-02-10
0
Zifa Zifa
lanjuuut thooorrr🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏 semangat ya👍👍👍👍👍 thooorrr
2021-11-17
0