ch 13

Adzan subuh dari mushola terdengar merdu, menghapus suara bisikan dan tawa dalam mimpiku. Aku membuka mata dengan rasa lega karena dikembalikan ke kehidupan nyata yang penuh dengan cahaya. 

Suara itu seperti memindahkanku ke dunia lain, aku tidak bisa melihat karena di sana gelap, tapi aku bisa mendengar dengan sangat jelas. 

Aku tidak lagi setakut kemarin, mungkin karena sudah beberapa kali mendengar suara bisikan itu. Aku juga bisa sedikit mengingat kata - katanya. Hanya saja masih merinding dengan suara tawanya. Tawa mengejek dan ganjil.

Tanpa memikirkan lebih dalam aku menuju kamar mandi dan mengguyur tubuhku dengan air dingin. Acara mandiku lebih lama dari biasanya, aku merasa tubuh dan kepalaku panas. 

Setelah menunaikan sholat subuh aku mengeluarkan sepeda. Aku butuh olahraga, aku juga butuh ketenangan. 

"Mas, aku mau olahraga," pamitku.

"Gak kepagian? Masih gelap sekarang."

"No problem, makin pagi makin baik, jalan masih sepi, udara juga masih bersih," kataku sok puitis.

Aku mengayuh sepeda tanpa tujuan, menikmati dinginnya angin pagi dan menghirupnya dalam hingga memenuhi paru-paru. Bersyukur aku masih bernafas hari ini.

Aku mengusap peluh yang membasahi dahi dan leher, rupanya aku bersepeda cukup jauh. Lelah, aku menghentikan sepeda dan berniat istirahat.

"What the heck?" Sumpah serapah aku lampiaskan pada diriku sendiri. Ini perumahan tempat Andric tinggal.

God, apa yang terjadi? Aku tidak sengaja melakukan ini. Sesuatu pasti membuatku tidak menyadari arah tujuanku.

Dengan geram aku mengayuh sepedaku lagi, kali ini melintas depan rumahnya dengan harapan bisa melihatnya. Ternyata aku tidak bisa menahan diri untuk tidak mencarinya, aku merindukannya dan ini membuat aku jadi setengah gila.

Setelah enam kali mondar mandir gak jelas dan tanpa hasil di depan rumah Andric, akhirnya aku mengayuh sepedaku pulang dengan air mata yang terus meleleh. 

Kecewa dan sedih yang aku rasa tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, jadi aku ungkapkan dengan sarapan nasi krawu khas Gresik yang aku beli di pinggir jalan. Memikirkan Andric sambil bersepeda ternyata membuat lapar. Ini hal normal pertama yang bisa aku lakukan selama tiga hari terakhir, makan dengan lahap.

Rumah sudah sepi saat aku kembali, kakakku pasti sudah pergi ke rumah mertuanya. Udara masih dingin karena matahari tertutup mendung, padahal sudah jam sembilan. Badanku makin panas dan kepalaku sakit jadi aku putuskan untuk mandi lagi.

Bel berbunyi ketika aku sedang memakai baju, aku menyisir rambut seperlunya dan pergi membuka pintu.

"Pagi Din," sapa Alan di depan pintu.

"Ampun ya Allah ... dari sekian banyak makhluk ganteng ciptaan-Mu kenapa Alan yang kau kirim kemari?" jawabku dengan tangan menengadah layaknya orang berdoa. Aku mempersilakan masuk.

Alan tertawa, "kamu berharap yang datang Andric?"

Aku hanya tersenyum sambil mengangkat bahu. "White Kopi?"

"Ya, mana Mas Ari?"

"Lagi keluar." 

"Jadi kapan Bapak datang?" tanya Alan ketika aku membawakan kopinya. Aku memilih kopi hitam pagi ini untuk mengurangi rasa sakit di kepalaku.

"Besok."

"Syukurlah, lebih cepat lebih baik."

"Lebih baik lagi kalau kamu jauhi aku Mas, aku gak mau masalah ini makin memburuk."

"Masalah itu dihadapi Din, bukan di tinggal lari. Aku tau sudah membawa masalah padamu, jadi aku akan bantu menyelesaikannya, selain itu aku butuh bantuanmu, kita sudah membahasnya kemarin malam jadi gak ada alasan aku harus menjauh kan?"

"Jangan keras kepala," kataku putus asa. Firasatku mengatakan akan ada hal buruk segera terjadi. 

"Sudahlah, kita jalani dan hadapi apapun yang terjadi. Aku yakin orang tuamu akan mengerti keadaanku jika kamu menjelaskan situasinya dengan baik.'

Aku menghembuskan nafas berat. Ini tidak termasuk dalam rencanaku, aku harus mencari cara lain untuk menjauh dari Alan. Mungkin aku harus keluar kerja dan pulang ke Yogya. Aku harus menyelamatkan nyawaku.

"Jadi ada perlu apa sepagi ini kamu sudah bertamu, bukan karena gak ada kerjaan atau iseng kan?"

"Kamu lupa ya kalau motormu parkir nginap di mall? Kamu berangkat kerja bareng aku hari ini. Tidak ada penolakan, baik secara halus atau kasar," kata Alan tertawa menang.

"Baiklah, tapi aku ingin istirahat sebentar sebelum berangkat. Kepalaku sakit," keluhku. "Kita pindah ke ruang tengah aja sambil nonton tv biar aku bisa tidur."

"Ya, kamu kelihatan tidak sehat. Pucat sekali, tidurlah."

Aku memang tidur, tapi sama sekali tidak bisa lelap. Aku masih dengan jelas mendengar suara televisi, juga mendengar suara - suara lain di kepalaku.

Tiba - tiba wajah Pakde Karman berkelebat, senyumnya sadis. Aku jadi ingat bisikan yang memanggilku, waktu itu aku ingin sekali pergi ke sana. Apakah panggilan itu berasal dari sana? 

Aku memaksa membuka mata kembali, tidur membuat kepalaku makin sakit. "Kita berangkat sekarang aja, aku siap - siap bentar."

"Loh, bukannya kamu ingin tidur dulu?"

"Udah kan barusan, aku pingin ketemu Andric."

"Huh, kamu benar-benar bikin aku cemburu," kata Alan frustasi.

Sesampainya di mall aku tidak langsung ke toko tempatku bekerja, jam kerjaku baru akan dimulai satu jam lagi karena aku shift siang hari ini. Jadi aku ikut Alan ke tokonya berharap bisa segera ketemu Andric.

"Aku merasa pusing, aku sepertinya mendengar ada suara - suara aneh dalam kepalaku," ceritaku pada Alan. 

"Sejak kapan Din?" tanya Alan antusias. Dia serius sekali mendengarkan ceritaku.

"Baru aja, awalnya dalam mimpi, tapi hari ini dalam kondisi sadar, yah walaupun tidak bisa dibilang sepenuhnya sadar sih."

"Bagus, artinya kamu sadar dengan yang sedang terjadi pada dirimu. Kamu sedang bereaksi dan mencerna kejadian yang tidak nyata."

"Aku merasa seperti bukan diriku yang dulu." Sungguh aku merasa sangat lelah, aku makin merasakan panas dari dalam tubuhku. Mungkinkah ini demam biasa atau reaksi dari tubuhku karena hal lain? Oh andaikan saja aku bisa tidur mungkin kondisiku tidak seburuk ini.

Sudut bibirku langsung naik dan membuat senyuman paling manis  begitu melihat Andric datang. "Andric, aku merindukanmu!" kataku konyol. Aku menyuarakan pikiranku begitu saja.

Andric tentu saja tertawa lebar, "I miss you too honey," katanya mesra. Dia mendekat dan mengamatiku, "Kamu gak tidur? Matamu hitam dan lelah."

"Kau menghantuiku Andric, aku sangat tersiksa karena memikirkanmu." Duh siapa yang tega memanipulasi perasaanku seperti ini, pikirku sedih.

"Jangan sedih sayang, semua akan baik - baik saja," katanya lembut. Dia mengusap air mata yang meleleh di pipiku tanpa aku sadari. "Nah loh, kamu demam Din," tukasnya panik.

Alan ikut menyentuh dahiku, dia marah karena terlambat menyadari kalau aku demam. "Aku sudah bilang dari tadi kalau kamu itu gak sehat kan?" 

Aku mau protes tapi tertahan oleh suara wanita yang berteriak dengan marah, "Mas, apa yang kamu lakukan?" 

Wanda masuk ke dalam toko dengan wajah merah menahan amarahnya. Aku kembali dalam masalah, "Maaf mbak, saya …. "

Aku belum selesai bicara. "Dasar cewek gatel pengganggu suami orang, apa Andric aja tidak cukup buatmu hah?"

Aku malu sekali diteriaki seperti itu. Untunglah Andric segera menyelamatkan aku, "Kita ke dokter sekarang, Sayang." Dia menggandengku meninggalkan Alan dan Wanda yang sedang bertengkar.

Samar - samar masih terdengar jelas suara Wanda berteriak padaku, "Dasar kegatelan, awas kamu ya!"

Well, sekarang aku jadi punya gelar baru, cewek gatel. Sebenarnya aku ingin menjelaskan posisiku saat itu tapi melihat api kemarahan Wanda sepertinya aku akan segera jadi abu.

***

Terpopuler

Comments

Ass Yfa

Ass Yfa

kayaknya Wanda deh yg buat Dina gitu

2024-04-22

1

yamink oi

yamink oi

up

2022-11-25

2

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

di pelet malah jadi jodoh ya

2022-10-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!