ch 6

Setelah dua hari menghabiskan waktu sendirian di rumah akhirnya Bapak dan Ibu datang dari Jombang bersama Mas Ari. Ternyata dari Malang Mas Ari langsung ke Jombang jemput mereka.

Hari ini aku shift pagi jadi jam lima sore sudah di rumah. Malamnya setelah isya aku, Bapak dan Ibu menghabiskan waktu bersama ngobrol di teras. Mas Ari dan istrinya nonton tv di dalam rumah.

"Ada titipan buat kamu nduk dari Pakde Karman." Ibu menyodorkan bungkusan dalam plastik hitam, "Beliau juga titip salam buatmu, sayang sekali gak ikut ibu mampir lagi kerumahnya katanya."

Aku menerima bungkusan itu, enggan membukanya. "Apa ini Bu?" tanyaku penasaran.

"Ibu gak tau," jawab ibu sambil melihat Bapak meminta penjelasan. "Apa yang dititipkan Pakde Karman ke Bapak buat Dina pak? Kemarin Bapak kan yang terima barangnya."

"Jimat paling," jawab Bapak santai.

"Bapak ini gimana sih, jangan bercanda Pak," kata Ibu yang ternyata juga penasaran.

"Pakdemu bilang itu dioleskan dipusarmu." Bapak diam sebentar mengingat pesan Pakde, "gunanya untuk pelindung badan, penangkal barang yang gak bener dan untuk membuka aura biar kamu segera dapat jodoh."

Ibu melongo. Aku tertawa geli mendengar penjelasan Bapak, bukan aku gak percaya sama hal - hal gaib tapi yang membuat aku tertawa adalah sikap Bapak yang jadi aneh.

Bapak orang yang religius, memandang hal gaib dari sisi agama, membantu orang kesurupan seperti Alan dengan lafal Allah tapi kenapa masih percaya sama kata - kata Pakde.

"Serius ini Pak?" tanyaku.

"Itu ada dua bungkus isinya, yang bungkus kecil untuk dioles di pusar, yang bungkus besar dicampur air untuk mandimu." Selesai menjelaskan Bapak masuk ke rumah, mau buang hajat katanya. Jadi aku meneruskan obrolan hanya dengan ibu.

"Ibu percaya sama Pakde?" tanyaku antusias.

"Ibu merasa kurang sreg Nduk, apalagi pas Ibu mampir sama Bapakmu sebelum pulang kemarin dia terus menanyakan kamu. Beliau senang sekali kamu berkunjung, dan minta tolong ibu agar kamu mau mengunjunginya lagi secepatnya."

Aku mendengarkan ibu bercerita lebih banyak tentang harapan - harapan Pakde padaku. Hal yang aneh menurutku. Sebelumnya aku tidak pernah bertemu beliau, tapi kenapa harapan dan perhatiannya begitu besar buatku.

"Ini mau diapakan Bu?" tanyaku. 

"Coba dibuka Nduk, kita lihat isinya apa."

Bau menyengat keluar dari dalam plastik begitu aku membukanya, barang itu dikemas dalam kantung kain berwarna hitam dengan tali pengikat dari benang hitam seperti kalung. Ini biasanya mungkin untuk digantung di ruangan kalau melihat simpul talinya.

Aku buka kantung kain itu, ternyata didalamnya berisi seperti serbuk kayu berwarna cokelat tua tapi dengan aroma yang sangat menyengat seperti kemenyan bercampur bau sedikit busuk. 

Bulu kudukku merinding dan kepalaku mendadak pusing. Aku mengulurkan jari telunjuk menyentuh sedikit serbuk tersebut karena penasaran. 

Tanganku bergetar hebat seperti ada aliran listrik yang berjalan dari ujung jariku ke seluruh tubuh. Sepintas aku ingat pria berkumis yang kutemui dalam mimpi di rumah Pakde. Senyumnya sangat memikat. Jantungku seperti mau meledak. 

Aku sangat terkejut dengan sentuhan ibu di lenganku. Aku menatap ibu heran dan bingung, "ini bau Bu, Dina gak suka baunya. Dina gak mau pake ini Bu."

Ibu juga bingung dan wajahnya khawatir, "Iya gak usah Nduk, ibu juga merasa ngeri kalau - kalau ada akibat yang gak baik buat kamu." Ibu mengelus lenganku, "nanti ibu yang bilang sama Bapakmu kalau kamu gak mau pakai pemberian Pakdemu ini."

"Jangan bilang Bapak dulu Bu, Dina lihat Bapak percaya dengan ucapan Pakde. Dina minta tolong ibu buang ini ke saluran air di depan musholla aja sekarang."

Ibu mengangguk membereskan kantung - kantung itu dan membawanya keluar rumah. Musholla hanya berjarak lima puluh meter dari rumah.

Aku termenung mengingat kejadian barusan, badanku masih gemetaran dan meremang. Tapi aku lupa lagi dengan pria yang kuingat barusan. Sekuat apapun aku mencoba mengingat aku tidak menemukan wajahnya.

Ibu datang dengan senyum canggung, "Sudah beres."

"Dina takut Bu, maaf kalau Dina gak percaya sama Pakde."

"Iya Ibu juga takut, baunya mengerikan," kata ibu menyeringai sambil memijat tangan kanannya.

"Tangan ibu kenapa?"

"Gak tau, mendadak pegal - pegal kesemutan." 

Wajah ibu berkeringat dan sorot matanya penuh rasa khawatir. Aku memegang tangan Ibu dan memberikan pijatan lembut, "Tangan ibu dingin, apa masih kesemutan?"

Ibu menggerakkan tangan memutar telapak tangannya, "Kok bisa gini ya, padahal tadi gak apa - apa. Ibu jadi curiga jangan-jangan karena ibu buang barang pemberian Pakdemu itu trus ada sesuatu yang gak terima."

"Jangan berpikiran terlalu jauh Bu, mungkin ibu capek habis perjalanan dari Jombang," jawabku. Sebenarnya aku juga berpikiran sama dengan Ibu. Jika tidak ada apa - apanya kenapa aku seperti kesetrum waktu menyentuh serbuk itu.

"Pakdemu kan paranormal Nduk, biasa melakukan hal gaib. Barang itu tadi juga pasti berhubungan dengan itu."

"Pas numpang kamar mandi di rumah Pakde, Dina lihat sesajen besar sekali Bu di rumahnya."

"Ya itu juga yang ibu pikirkan, Ibu…." Kalimat ibu menggantung, ada sesuatu yang tidak mampu Ibu ungkapkan.

"Sebaiknya ibu istirahat di kamar, ibu sepertinya kurang sehat." Aku mengajak ibu masuk rumah, waktu belum beranjak malam tapi udara mendadak lebih dingin. 

Bapak muncul lagi hendak ke teras sambil membawa kopi, "Loh udah selesai ngobrolnya? Bapak baru mau gabung lagi."

"Ibu mau istirahat Pak, dingin di luar," jawabku.

"Ya ibumu kecapekan itu, kalau kamu gak capek temani bapak ngopi, Nduk."  Bapak kembali ke teras dan menungguku.

Aku kembali ke teras setelah membuat kopi. Minum kopi bersama Bapak sudah jadi tradisi dari sejak kecil. Dulu sih minum kopi dari gelas Bapak, mulai besar aku selalu membawa gelas kopiku sendiri. Selain malu, aku bisa minum dalam jumlah banyak. Satu cangkir penuh jadi milikku sendiri.

Aroma kopi menguar dari cangkir - cangkir kami, Bapak menyeruput sedikit karena masih panas. "Gimana kabar Alan?" tanya Bapak tiba - tiba.

"Baik aja kayaknya Pak, Dina belum ketemu lagi sejak pulang dari Jombang."

"Ohya, apa masih ada keluhan soal kejadian kesurupan di Jombang?" 

"Dina gak tau Pak, Alan gak ngabarin apa - apa. Mungkin sudah gak ada masalah lagi Pak, makanya gak nyari Dina lagi." 

"Ya semoga aja begitu. Kasihan kalau badannya ditempati makhluk lain."

Sepertinya Pakde tidak bercerita ke Bapak kalau Alan ke Jombang sama Andric.

"Iya semoga kunjungan ke Mbah Kyai ada manfaatnya buat Alan," jawabku. Aku ingat minyak yang diberikan pada kami waktu itu, "Itu yang di rumah Mbah Kyai minyak apa Pak?"

"Minyak Al-Qur'an," jawab Bapak singkat tanpa penjelasan lebih lanjut. "Kalau udah gak ada masalah besok pagi Bapak sama Ibumu rencananya mau balik Yogya."

"Kok besok Pak, cepet banget."

"Bapak lupa kalau lusa ada undangan acara nikahan anak teman Bapak, sungkan kalau gak datang."

"Iya pak, kalau senggang sini lagi ya Pak, Dina masih kangen."

"Iya gak lama lagi Bapak pasti ke sini. Kamu jaga kesehatan ya, salam buat Alan. Dia laki - laki yang baik." 

"Dia laki - laki beristri Pak," kataku tertahan. Tanganku menutup mulut. Aku kelepasan bicara.

***

Terpopuler

Comments

A B U

A B U

next.

2024-05-04

1

Sunshine

Sunshine

ank sama bapak sama² g bisa terbuka padahal itu menyangkut keluarga lho aneh lho thorrrrr

2023-03-27

0

ዪጎልክጎ

ዪጎልክጎ

ap hsil akan am adric ya

2022-12-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!