ch 7

Bapak dan Ibu sudah kembali ke Yogya. Aku sengaja membuat diriku sibuk dengan rutinitas baru. Membaca novel di waktu senggang, aku juga memasak sekarang, padahal sebelumnya aku paling malas di dapur bahkan aku membeli sepeda hanya untuk menghabiskan waktu di pagi hari.

Sudah seminggu aku tidak bertemu Alan, dia sama sekali tidak menghubungi, aku juga tidak melihat dia ada di toko reparasinya. Aku bertemu Andric dua kali, dia hanya menyapaku sekedarnya karena kami tidak dekat. Jadi aku pun tidak menanyakan Alan padanya.

Aku merasa lebih baik dan lega, mungkin Alan menghindariku, mungkin dia sedang sibuk menyelesaikan masalah dengan istrinya. Setidaknya dengan Alan tidak muncul di hadapanku aku bisa menepati kata - kata yang kuucapkan di depan Wanda.

Lapar, aku lupa tidak makan sore tadi. Aku beli nasi goreng dulu sebelum sampai rumah. Mas Ari mengunjungi mertuanya dan menginap di sana malam ini. Jadi aku sendirian di rumah.

Selesai mandi aku menyalakan tv dan menyiapkan nasi gorengku, malam ini udara terasa panas. Aku mengambil jus jeruk dari kulkas, menyeruput sedikit dan tersedak karena kaget suara bel pintu yang begitu nyaring.

Setengah sepuluh malam ada tamu, mungkin Mas Ari gak jadi menginap di rumah istrinya.

"Alan?" aku terkejut sampai lupa tidak mempersilakan dia masuk.

"Boleh aku masuk? Di teras aja kok, aku juga gak lama. Aku tau ini udah malam, bukan waktu yang tepat untuk bertamu."

Aku mengangguk dan ikut duduk di teras. "Mau kopi? Atau jus jeruk mungkin?" tanyaku.

"Jus aja, Bapak sama Ibu apa masih di sini?"

"Sudah pulang."

"Mas Ari ada? Panggilkan ya, aku mau menyapa sama minta maaf bertamu semalam ini."

"Gak ada, menginap di rumah istrinya," jawabku sambil masuk mengambil minuman dan nasi gorengku.

"Aku sambil makan ya Mas, aku laper banget. Nasinya cuma satu, mau barengan? Aku ambilkan sendok."

"Gak usah Din, kamu makan aja. Aku barusan makan sama Andric."

"Oke." Aku mulai makan nasi gorengku yang mulai dingin, "ada apa?"

"Aku minta maaf tiba - tiba menghilang tanpa kabar. Banyak hal yang terjadi selama seminggu ini."

Aku menyimaknya, "ada kejadian apa aja memangnya?"

Wajah Alan kusut, lingkar bawah matanya hitam menandakan kurang tidur. 

"Tiga hari lalu Wanda memaksaku pulang ke rumahnya karena anakku demam, aku sama sekali tidak curiga jadi aku langsung ke sana sore itu." Alan menghela nafas menimbang ingin melanjutkan cerita ini atau tidak, "sampai rumahnya aku disuruh mandi, tapi tidak seperti biasanya, bak mandinya kosong."

"Lalu?" tanyaku menunggu kelanjutan ceritanya.

"Ada air yang disiapkan di ember khusus untukku mandi, aku merasa ada yang janggal di situ. Bak mandi itu dalam kondisi bersih jadi aku menyalakan kran dan mengisinya penuh, tidak bocor atau terlihat ada kerusakan juga." 

"Trus apanya yang aneh? Mungkin bak nya baru dibersihkan dan belum sempat diisi." Aku menanggapi kemungkinan yang biasa terjadi dengan kondisi seperti itu.

"Air dalam ember itu baunya berbeda dengan air yang keluar dari kran. Air dalam ember itu berbau sedikit wangi seperti dupa agak bau seperti bedak juga." Alan menatapku, "aku membuang air itu dan mandi dengan air dari bak."

"Dan apa yang terjadi selanjutnya?"

"Gak ada sih, cuma begitu aku keluar kamar mandi Wanda langsung menanyakan apakah air dalam ember tersebut sudah aku pakai mandi, bahkan dia mengecek ke kamar mandi segala."

Aku tertawa, menurutku memang mencurigakan gelagat seperti itu. Tapi bisa saja itu hanya bentuk perhatian istri pada suaminya. Aku gak berhak menilai Wanda sedang melakukan hal buruk pada Alan. Itu juga gak termasuk dalam urusanku. "Ohya?"

"Setelah mandi aku diajak makan bersama, dia masak khusus untukku katanya. Aku juga dibuatkan kopi."

"Gak ada yang aneh, itu kan biasa," kataku.

"Ya memang terlihat biasa, tapi selama ini Wanda tidak pernah membuatkan kopi hitam untukku, aku gak biasa minum kopi hitam dan dia sangat tau itu, tapi dia memaksa aku meminumnya, katanya kehabisan kopi susu."

"Masih masuk akal sih, sebagai peminum kopi kalau lagi kepepet aku juga minum kopi apa aja. Yang penting ada rasa kopinya, dari pada kepala pusing." Aku tertawa ketika memberikan perspektif tentang kebiasaan ngopiku.

"Malamnya kami membawa si kecil berobat dan pulang sekitar jam sembilan." Alan mulai ragu melanjutkan ceritanya, terlihat dari matanya.

"Dan?" aku mengangkat alis karena menunggu dia tidak segera melanjutkan ceritanya.

"Aku mau balik ke rumahku setelah anakku tidur, tapi Wanda menggodaku. Entah kenapa aku tidak bisa menolak, badanku terasa panas dan tidak bisa menahan hasrat. Aku menyesal menyentuhnya malam itu, kami melakukannya lebih dari satu kali sampai dia kelelahan dan tertidur." Alan menunduk menunjukkan wajah menyesal dan bersalah.

"Oh i see," kataku pelan.

"Saat Wanda tidur aku baru ingat kalau ingin pulang ke rumahku, aku buka lemari baju di kamarnya mencari baju ganti karena kausku basah kena keringat. Disitu aku menemukan bungkusan kain hitam yang aku buka isinya fotoku sama foto Wanda diikat benang hitam," tutur Alan menahan kemarahannya. "Aku rasa Wanda memakai guna - guna agar aku kembali padanya."

"Eh  iya tah?" tanyaku terkejut mendengar kalimat terakhir Alan. "Kok tau kalau diguna - guna?"

"Trus apa fungsinya foto dalam kain hitam itu Din? gak mungkin cuma iseng," jawabnya geram.

"Jadi apa yang kamu rasakan sekarang?" 

"Rasanya selalu ingin pulang ke rumah Wanda, tapi aku masih bisa menahannya. Cukup kejadian malam itu yang membuatku lupa daratan," kata Alan getir. "Aku minta maaf kalau cerita ini menyakitimu, aku ingin sekali segera berbagi cerita ini tapi aku malu mau ketemu kamu, banyak kissmark di leherku yang dilakukan perempuan sialan itu," lanjutnya jujur.

Aku terkekeh geli membayangkan Alan yang panik mendapati dirinya bercinta dengan orang yang katanya sudah diceraikannya. Aku sama sekali tidak merasa cemburu. Aku menghargai kejujurannya. "Jadi selanjutnya apa yang akan kamu lakukan?"

"Aku ingin ke Pakdemu untuk menangkal guna - guna Wanda," jawab Alan antusias.

"Ehm ... apa harus begitu penyelesaiannya? Aku sarankan jangan ke sana Mas." Firasatku mengatakan ada sesuatu yang gak baik jika Alan ke sana, "Lebih baik kamu pergi ke Pak Kyai."

Alan tidak menanggapi saranku. Dia sibuk dengan pikirannya sendiri, menimbang apa yang akan dilakukan untuk menghentikan keinginan pulang ke rumah Wanda.

"Aku harus menghentikan Wanda," kata Alan penuh penekanan.

"Mungkin Wanda hanya melakukan yang terbaik untuk dirinya dan anaknya, dia hanya ingin keluarganya tetap utuh."

"Kamu gak tau siapa Wanda, Din!"

Dan sekarang Alan malah membuatku takut memikirkan kemungkinan - kemungkinan yang akan dilakukan Wanda.

***

Terpopuler

Comments

Kustri

Kustri

ngapain jg alan crita ttg wanda
ada bener'a kt dina, wanda ingin mempertahankan RT'a

2024-04-20

1

A B U

A B U

next

2024-05-04

1

Mimik Pribadi

Mimik Pribadi

Klo baca novel horor kadang susah ditebak,yng diceritakan jahat terkadang sebenarnya baik,dan yng baik justru pintar memutar balikkan Fakta,,,,jdi bingung mau komentar apa lbih baik nyimak aja dech 🤭🤭

2023-09-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!