ch 3

Aku berlari ke rumah terdekat untuk minta bantuan. Akhirnya ada empat orang warga sekitar yang datang membantu mengeluarkan Alan dari dalam mobil dan membopongnya ke salah satu rumah warga tersebut. Dia begitu berantakan dan masih belum sadar. 

"Pak, bisa minta satu gelas air putih?" tanya bapak ke pemilik rumah.

"Eh iya pak bisa, tunggu sebentar!" jawabnya sambil bergegas ke dalam.

Bapak membacakan doa - doa dan mengusap wajah, telapak tangan serta telapak kaki Alan dengan air putih tersebut. Alan menggeram dan matanya melotot ke arah bapak.

"Siapa kamu berani menggangguku?" tanya Alan sambil mengulurkan tangannya untuk mencekik Bapak. 

Untunglah warga yang ada masih memegangi tangan dan kaki Alan sehingga dia tidak bisa bergerak dan tetap dalam posisi terlentang di tikar.

"Pergilah!, ini bukan rumahmu," sahut Bapak menjawab pertanyaan Alan. Beliau terus berdoa dan berusaha mengusir makhluk yang sedang menguasai tubuh Alan.

"Hahahaha… aku sudah menempati tubuh ini sejak lama, aku tidak mau pergi," suara Alan marah. Matanya nyalang menantang Bapak.

"Ini bukan rumahmu, aku akan memaksamu keluar dari tubuh anak ini," jawab Bapak lirih.

"Aku akan pergi tapi aku akan membawa serta anak ini bersamaku hahahaha…!"

Bapak mengusap wajah Alan dengan air putih, "Pergilah, tak bekali ayat-ayat Alquran".

Alan mengamuk berusaha melepaskan diri dari ke empat warga yang memegang tangan dan kakinya, berteriak dengan mata melotot.

"Ampun, ampun, ampun, aku akan pergi tapi aku minta kembang kanthil sebagai bekal, jangan ayat - ayat itu, panas, ampun!"

"Pergilah tanpa syarat!, atau aku akan membuatmu sakit, aku akan memotong kakimu," kata Bapak sambil mengulurkan telapak tangan kanan ke kaki Alan seperti hendak memotong dengan tangan.

"Ampun…"

Alan kembali sadar.

***

Rumah Bulek Siti sedang direnovasi di bagian kamar mandi, bak mandinya yang besar bocor jadi kami menggunakan kamar mandi lama di belakang rumah. 

Aku dan Alan akhirnya ikut menginap di rumah Bulek karena Bapak melarang kami langsung pulang ke Surabaya setelah kejadian Alan kerasukan.

"Aku takut ke kamar mandi sendirian, temenin yuk!" ajak Alan.

"Ya ampun mas, lampunya terang di belakang. Nggak ada apa - apa juga, aku lho barusan dari sana," sahutku.

"Ayolah!, sebentar kok Din, aku cuma mau pipis," Alan meringis memohon. "Nggak tau kenapa nih rasanya nyaliku jadi ciut gara - gara kejadian sore tadi, rasanya kayak ada yang ngikutin," kata Alan mengusap tengkuknya.

"Ya wes ayo!" Aku jadi ikut merinding sekarang.

"Din, pintunya nggak aku tutup ya? awas jangan ngintip!" canda Alan. Sebenarnya untuk menutupi rasa takutnya yang nggak bisa disembunyikan itu.

"Ya ampun, nggak sopan!" aku melengos mengalihkan pandangan ke bulan sabit yang mengintip di balik awan - awan hitam. Sunyi dan terasa mencekam, aku bergidik. Suasananya jadi berbeda, padahal baru beberapa menit lalu aku dari kamar mandi ini dan tidak merasakan hal aneh. 

Ekor mataku menangkap bayangan hitam di belakang Alan ketika tidak sengaja arah pandanganku mendekati kamar mandi.

Jantungku rasanya berhenti berdetak, bayangan itu tinggi dan besar. Aku langsung menatap lurus kearah kamar mandi mencari sosok itu, ingin memastikan apa yang aku lihat. Tapi hanya ada Alan yang tersenyum lebar dari kamar mandi.

"Kenapa Din? Ada yang aneh?" tanya Alan menunduk memeriksa resleting celananya.

Aku masih tertegun, lidahku kelu. "Nggak, nggak ada apa - apa".

"Kok pucet kayak liat setan?" kata Alan sambil tertawa ringan.

"Iya kamu setannya," jawabku sekenanya sambil lalu, menuju ruang tamu tempat keluarga sedang mengobrol melepas rindu.

Aku menyeruput teh yang disediakan Bulek sambil memikirkan bayangan hitam di kamar mandi tadi. Perasaanku sungguh tak enak.

"Pakde Karman itu sakti, banyak sekali pasiennya, dari orang biasa sampai pejabat yang datang ke sana," kata Bulek Siti mengajakku bicara. Mungkin karena aku terlihat gelisah. "Kamu nggak pingin dibantu cari suami, Nduk?" lanjut Bulek sambil melirik Alan.

Aku hanya tersenyum kecut menanggapinya sementara Alan yang tidak ditanya malah menjawab "Mungkin Dina nunggu lamaran Saya, Bulek," Alan memasang wajah jenaka.

"Kalau sudah cocok ya disegerakan saja toh, nunggu apa lagi? Biar segera bisa momong banyak anak, mumpung masih usia produktif," Bulek Siti menasehati, yang langsung disetujui oleh Ibuku.

Alan mulai terlihat serius, aku sendiri malas menanggapi. Aku justru memikirkan bayangan hitam tadi.

"Nanti minta hari yang bagus sama Pakde Karman buat lamaran sama nikahan biar langgeng, minta syarat juga kalau mau buka usaha biar usahanya lancar," Bulek Siti masih terus membahas pernikahan seolah - olah aku dan Alan akan menikah besok. "Kamu tau kan Pakdemu itu serba bisa, pinter ngitung hari, sakti."

Aku hanya mengangguk malas. "Bulek, Dina istirahat dulu ya, Dina ngantuk, capek juga," pamitku penuh alasan. Aku memang capek tapi sama sekali tidak mengantuk, aku hanya ingin pergi menghindari pembicaraan ini. 

Aku berdiri dan pergi menuju kamar yang disediakan Bulek untukku. Aku lihat Alan juga pamit meninggalkan obrolan dan berjalan ke teras rumah karena harus menerima panggilan. Dari sejak berangkat ke Jombang aku lihat Alan sering mengabaikan panggilan di ponselnya.

Aku menutup pintu kamar, mematikan lampu dan merebahkan diri di kasur. Kamar gelap membuatku mengantuk.

Entah sejak kapan aku merasa ranjang ini jadi lebih sesak, aku merasa terhimpit sesuatu. Seperti sebuah pelukan sangat erat yang membuatku sulit bernafas.

Seluruh bulu di tubuhku rasanya berdiri tegak, dan hawa mencekam ini tidak pernah kurasakan sebelumnya. Aku merasa sedang tidak berada di rumah Bulek, aku juga tidak lagi mendengar obrolan mereka. Tidak ada suara sama sekali, senyap.

Udara begitu dingin, aku menggigil. Dadaku makin sesak, aku berusaha bergerak melawan desakan yang makin menghimpit, juga mencoba berteriak minta tolong atas keadaanku, tapi seluruh tubuhku seperti telah berubah jadi jelly yang lembek. Aku tidak bisa melakukan apapun.

Ciuman panas dibibirku, bulu - bulu kumis menggelitik di sekitar bibir menimbulkan gelanyar ke seluruh tubuh. Desah nafas tersengal samar - samar hinggap di telingaku. Seseorang sedang menyentuhku dan ini sangat erotis. Oh Tuhan selamatkan aku, aku tidak mau dilecehkan seperti ini.

Tiba - tiba mataku terbuka, sesak itu hilang entah kemana. Aku lupa mimpi apa barusan, yang jelas aku bangun menyalakan lampu kamar dan kembali ke tempat tidur dengan perasaan makin gelisah.

Sekuat tenaga aku mencoba mengingat apa yang terjadi, tapi semua kabur, yang aku ingat hanya bayangan hitam yang mengikuti Alan di kamar mandi. 

Malam masih mencekam, kali ini ada suara rintik hujan di atas genting. Aku haus tapi tidak berani keluar kamar untuk mengambil minum. Kamar sudah terang tapi aku masih terus melihat ke seluruh kamar, mencari sesuatu yang janggal. Aku merasa ada yang sedang mengawasiku. Aku tidak berani tidur, aku menunggu pagi agar bisa segera pulang ke Surabaya. Aku takut.

**"

Terpopuler

Comments

Kustri

Kustri

wah g baca doa dl nih sblm tidur😂

2024-04-18

2

A B U

A B U

next

2024-05-01

1

Septichan16_Canon

Septichan16_Canon

aman

2023-02-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!