Beruntung hari ini aku shift siang, begitu sampai rumah aku akan sempatkan tidur sebentar sebelum berangkat kerja. Lingkar bawah mataku menghitam dan aku kelelahan.
Bapak sama ibu masih beberapa hari lagi di Jombang, sedangkan Mas Ari belum pulang dari Malang. Aku sendirian di rumah. Sedikit merasa takut jika ingat kejadian di Jombang kemarin. Setidaknya rumah ini memberiku rasa nyaman.
Alan hanya mengantar sampai depan rumah, dia tidak mau mampir. Bunyi panggilan di ponselnya yang sengaja diabaikan beberapa kali sepertinya membuat dia ingin segera punya waktu untuk dirinya sendiri. Pastinya dia tidak ingin aku mendengar atau tau siapa yang menghubunginya. Aku tidak peduli, aku juga ingin segera istirahat dan terlelap.
Matahari tepat di atas kepala, teriknya membuatku berkeringat. Setelah parkir motor segera saja aku menuju toko tempatku bekerja.
"Siang mbak Din," sapa Yeni menyambut kedatanganku.
"Siang Yen, gila panas banget di luar."
"Mbak Dina ditunggu tamunya ya," kata Yeni begitu aku selesai menyimpan tas dan merapikan rambutku yang berantakan karena memakai helm.
"Siapa Yen?"
"Nggak tau aku Mbak, itu dua cewek yang duduk di pojok tamunya."
Aku pergi mendatangi dua wanita yang disebutkan Yeni, memasang senyum ramah mengingat aku sepertinya belum pernah bertemu mereka. Mungkin pelanggan toko, atau siapapun yang punya urusan dengan pemilik toko.
Selain sebagai kasir aku dipercaya untuk menangani beberapa urusan toko, termasuk menerima tamu Bos.
"Selamat siang mbak - mbak, Saya Dina, ada yang bisa saya bantu?"
"Siang, maaf mengganggu pekerjaan Mbak Dina, bisa kita bicara di tempat lain Mbak? Di sini terlalu ramai, saya juga gak mau pembicaraan kita didengar orang lain." Kata wanita berbaju merah dengan senyum masam yang disetujui dengan anggukan dari wanita disebelahnya. "Ini soal Alan," lanjutnya.
Aku mengangguk, "Iya Mbak, tunggu Saya di Kantin, kita bisa sekalian makan siang." Aku mempersilakan mereka menuju kantin, "Sepuluh menit ya Mbak, Saya membereskan pekerjaan sebentar," lanjutku berusaha tenang.
"Yen, siapa mereka ya? katanya sih mau ngomong soal Alan." Aku mengajak Yeni bicara lagi sebelum menyusul tamuku.
"Wow, jangan - jangan pacarnya Mbak, atau tunangannya atau mungkin malah istrinya?" jawab Yeni bingung. "Pasti cemburu itu liat Mas Alan sekarang dekat sama Mbak Dina."
"Tapi aku kan gak ada hubungan apa - apa Yen sama Alan, aku jadi nyesel dianterin ke Jombang kemarin kalau ujung - ujung nya malah jadi masalah. Salahku juga nggak cari tau latar belakang Alan."
Aku menggerutu sendiri, memikirkan jika wanita itu adalah orang yang punya hubungan istimewa dengan Alan maka posisiku adalah perusak hubungan mereka.
"Tenang Mbak Dina sayang, aku akan carikan info apapun soal Alan. Nanti aku kabari secepatnya biar Mbak Dina bisa ambil sikap." Yeni meyakinkanku dengan kemampuannya menyerap gosip, "Buruan sana!, kasian tamunya udah nunggu satu jam itu tadi."
"Salah siapa nggak janjian dulu," jawabku menepuk bahu Yeni, meneguhkan hati menuju kantin.
Aku lihat tamuku duduk gelisah, mungkin mereka kira aku nggak akan datang. Aku memesan tiga minuman dan tiga porsi bakso untuk makan siang kami.
"Maaf sudah menunggu lama," sapaku ramah dan mengambil duduk di depan mereka. Mereka hanya mengangguk.
Untunglah makanan yang aku pesan langsung datang jadi suasana tidak kikuk, "Ayo Mbak sambil makan ngobrolnya, silakan!"
Aku minum dan mulai makan bakso, begitu juga mereka. Belum ada obrolan apapun di antara kami. Bahkan berkenalan juga belum. Rasanya kami seperti sedang berpikir dan menyusun kata apa yang akan kami sampaikan, sambil berusaha menikmati makanan.
"Sebelumnya saya minta maaf sudah mengganggu waktu kerja Mbak Dina, kenalkan nama saya Wanda." Wanita berbaju merah membuka obrolan, dia menarik nafas sebelum melanjutkan, "Saya istri Alan."
Aku tersedak dan langsung menyambar minum untuk meredam batuk. Meskipun hal ini tadi sudah ada dalam gambaran tapi ternyata cukup mengejutkan juga ketika mendengar langsung.
"Oh iya Mbak," aku tetap memasang wajah ramah ketika menjawab. "Saya Dina, rasanya Mbak sudah tau nama Saya," aku tersenyum.
"Saya sengaja menemui Mbak Dina karena yang Saya dengar Alan sedang mendekati Mbak," kata Wanda. "Apa Mbak Dina tau kalau Alan sudah punya istri dan anak umur 2 tahun?"
Aku menghela nafas, "Saya gak tau Mbak, Alan tidak pernah bercerita hal pribadi, obrolan kami hanya seputar pekerjaan. Dia juga tidak mengatakan apapun soal perasaan atau niatnya mendekati saya, jadi saya memang belum ada hubungan apapun selain teman dengan suami Mbak."
Aku kehilangan selera makan, Wanda juga demikian. Hanya temannya yang belum sempat mengenalkan diri yang masih melanjutkan makan.
"Sebagai sesama wanita saya mohon Mbak Dina untuk menjauhi Alan. Demi keutuhan rumah tangga kami, apalagi anak Alan masih sangat kecil," tutur Wanda dengan mata berkaca-kaca. Dia menatapku dengan penuh permohonan.
"Saya sama sekali tidak bermaksud merusak rumah tangga orang, perlu Mbak ketahui lebih jauh kalau saya bukan orang yang senang berdiri diatas penderitaan orang lain. Jadi bisa saya pastikan bahwa saya dan Alan tidak akan menjalin hubungan lebih dari teman."
"Boleh Saya tau kenapa Alan ikut mengantar keluarga Mbak Dina ke Jombang? Apa itu bukan merupakan hubungan yang istimewa mengingat ada orang tua dan mungkin kerabat lain di sana. Sebagai apa, Mbak mengenalkan Alan di depan keluarga? Sebagai teman atau sebagai supir?" tanya Wanda lebih banyak.
Wanda menatapku penuh curiga, mencari kejujuran dalam setiap kata dan raut wajahku.
Dengan senyum hambar aku menjawab, "Anggap saja itu salah saya karena memperbolehkan Alan mengantar keluarga sampai Jombang, tapi yang pasti saya tidak memperkenalkan Alan sebagai pacar kalau itu yang Mbak Wanda maksud." Aku menarik nafas panjang, "Alasan Alan mendekati saya, dia seperti mendapatkan petunjuk untuk menyembuhkan sakitnya."
Wanda masih menunggu penjelasanku, tatapannya sedikit berubah.
"Sakit apa yang Mbak maksud?" tanya Wanda menyelidik.
"Saya nggak tau perihal sakitnya. Mbak kan istrinya, Saya rasa lebih memahami sakitnya dari pada Saya yang baru kenal."
Aku baru mau menyambung kata ketika Alan tiba - tiba sudah menghampiri meja tempat kami makan. Dia bahkan duduk di sebelahku.
"Kenapa kamu kesini, Wanda?" tanya Alan langsung pada istrinya.
"Mas, kamu gak angkat telepon aku dari kemarin, kamu susah sekali dihubungi, Angga terus menanyakan papanya." Wanda menatap sengit tapi dengan mata berkaca-kaca, "Andric bilang kamu pergi mengantar cewek ini ke Jombang."
"Aku ada keperluan lain di Jombang, kebetulan itu berhubungan dengan Pakdenya Dina," Alan memberikan penjelasan pada istrinya.
"Tapi kamu kan bisa ke sana sendiri Mas, atau sama Andric."
"Aku memang mau ke sana lagi sore ini sama Andric."
"Aku ikut Mas, aku akan menemanimu juga."
Aku rasa aku gak perlu mengikuti kelanjutan perdebatan suami istri ini. Ini bukan lagi urusanku. Kepalaku mendadak pusing. "Aku pamit balik kerja dulu Mbak, Mas. Silakan urusan rumah tangganya dirundingkan sendiri, dan tolong jangan lagi libatkan saya dalam urusan kalian."
Aku berdiri dan pergi meninggalkan mereka tanpa menoleh lagi. Aku kecewa sama Alan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Hulatus Sundusiyah
dinara ini kelak mom nya Al ya Thor...?
2024-09-27
1
Ali B.U
.next
2024-05-01
2
User Minor
horor
2023-02-06
1