Sudah satu jam yang lalu aku meninggalkan kantin, tapi aku masih belum bisa konsentrasi dengan pekerjaan. Aku memikirkan istri Alan. Bisa - bisanya suami tak tau diri itu mendekatiku tanpa mengatakan apapun. Bagaimana mungkin sebuah hubungan diawali dengan kebohongan.
"Mbak Din ada tamu lagi," Yeni membuka sedikit pintu ruang admin yang berada di bagian belakang toko.
"Siapa Yen?"
"Alan sama temennya," jawab Yeni berbisik. Senyumnya jahil dengan pandangan mata jenaka.
"Oh God, apalagi yang diinginkan orang ini," gerutuku sebal. "Bilang deh suruh tunggu bentar."
"Siap."
Aku termenung, bayangan Alan akan membela diri dan memberikan penjelasan membuatku muak. Aku jelas tidak akan percaya padanya, apalagi aku sudah mengatakan pada istrinya bahwa aku akan menjauh.
Tidak akan ada kesempatan buat Alan untuk bersamaku, tidak hari ini dan seterusnya. Aku hanya harus memastikan semua berjalan semestinya. Aku akan menemui Alan dan menolaknya tentu saja.
"Hai," sapaku kaku. Walaupun senyumku tetap ada tapi garis bibirku tidak ikut naik. Wajahku datar, dengan pandangan malas aku duduk didepannya.
Alan tersenyum manis, juga temannya. Aku tau namanya Andric, dia juga salah satu pemilik toko yang terhitung besar di sini. Hanya saja aku tidak pernah bertegur sapa dengannya. "Hai Din, kenalin ini Andric."
Kami berjabat tangan dan aku menyebutkan namaku, "Dina."
"Sorry banget Din terpaksa ganggu kamu lagi kerja, aku sama Andric ada perlu," kata Alan. Dia menyugar rambutnya salah tingkah sementara Andric hanya tersenyum. "Kami mau ke Jombang."
"Maksudnya gimana ya?" tanyaku kurang paham.
"Kami mau ke Pakdemu Din, yang paranormal itu," Alan menjelaskan maksud mereka mau ke Jombang. "Andric ditipu rekan bisnisnya, uangnya dibawa kabur hampir seratus lima puluh juta." Andric mengangguk membenarkan ucapan Alan.
"Oh…" Aku terkejut, "trus?"
"Bolehkan kami ke sana minta bantuan beliau?" tanya Alan.
Aku mengangguk, "aku gak ada hak untuk bilang boleh atau tidak Mas, urusan itu diluar jangkauanku. Semoga masalahnya segera selesai."
"Kami gak mampir ke rumah bulekmu ya, ini aku cuma nganter Andric dan gak nginep."
Aku tertawa mendengar penjelasan Alan, seolah - olah dia sudah jadi orang penting saja bagiku harus ijin dan harus mampir ke rumah Bulek. "Ya gak perlu mampir Mas, kan perlunya sama Pakde."
"Bapak ibu kan masih di sana Din, kalau sampai tau aku ke Pakdemu tapi nggak mampir kan nanti jadi nggak enak."
"Nggak kira tau, mereka juga sibuk safari ke saudara - saudara yang lain," jawabku datar. "Berangkat kapan? Berdua aja?"
"Abis dari sini langsung berangkat. Iya cuma berdua," jawab Alan yang segera dilirik Andric dengan aneh. "Bertiga Din, Wanda maksa ikut."
Aku tersenyum masam, "oh ya i see." Akhirnya secara tidak langsung dia mengakui Wanda. Istrinya bisa memaksa ikut artinya hubungan mereka masih baik - baik saja.
"Sebenarnya aku sama Wanda dalam proses bercerai secara hukum, secara agama aku sudah menceraikannya." Alan mengeluarkan kertas dari dalam tasnya dan meletakkan di atas meja, "ini bukti kalau aku sudah mendaftarkan gugatan cerainya."
Aku sama sekali tidak tertarik untuk melihat selembar kertas yang dikeluarkan pengadilan agama itu, justru Andric yang mengambil dan membacanya.
"Ini belum masuk persidangan ya bro?, masih ada tahap mediasi dan lainnya juga kan?" tanya Andric.
"Iya belum," jawab Alan lesu. Matanya menatapku sedih, mungkin karena aku tidak segera berkomentar atau setidaknya ingin tau isi kertas yang disodorkannya. "Maaf," tangannya terulur mencoba menggenggam tanganku yang ada di meja. Aku spontan menarik tanganku menghindari sentuhannya.
"Aku gak apa - apa Mas, aku senang akhirnya ada kejujuran di sini." Senyumku mengembang sempurna bagai bunga di musim semi. Tidak ada beban yang kurasakan, tidak ada harapan juga untuk masa depan bersama Alan. Aku tidak merasakan apapun.
Andric juga ikut tersenyum, "yah setidaknya Alan sudah jujur kan Din? kamu harus menghargainya."
Aku mengangguk, "iya aku tau."
"Menurutku jika kalian ingin meneruskan hubungan, kalian harus menunda sampai Alan benar - benar resmi bercerai dengan Wanda baik secara agama maupun secara hukum," lanjut Andric.
Aku mengangguk lagi, tentu saja ini tidak akan ada lanjutannya. Aku punya alasan dan cukup waktu untu menolak Alan. Bahkan aku berniat membantu Wanda untuk mendapatkan suaminya lagi.
"Kasih aku waktu Din," kata Alan menatap dengan harapan padaku. "Aku serius, kasih aku kesempatan."
Aku hanya diam tidak memberikan jawaban, tidak ingin memberikan harapan juga tidak ingin menolak langsung di depan temannya. Tidak sekarang.
"Sudahlah bro, jangan paksa Dina menjawab sekarang. Dia juga butuh waktu untuk berpikir, gitu kan Din?"
"Iya bener," jawabku setuju dengan Andric.
"Baiknya segera selesaikan urusanmu dengan Wanda," lanjut Andric sambil menepuk bahu Alan. "Ngomong - ngomong kenapa kamu ngajak Wanda ikut kita ke Jombang? Anakmu sama siapa di rumah?."
"Aku nggak ngajak, kalau bisa dia nggak perlu ikut."
"Dia cemburu," kata Andric tertawa menanggapi Alan. "Dan kamu nggak bisa menolaknya pada akhirnya."
"Aku hanya ingin dia percaya kalau aku ke Jombang kemarin memang sedang ada perlu, bukan kencan sama Dina seperti yang dia sangka."
"Itu kan hal yang wajar Bro, dia masih ingin bersamamu."
"Aku sudah menceraikannya."
"Dia memikirkan kebahagiaan anaknya, keluarganya juga statusnya nanti. Wanda tidak siap jadi janda Bro," kata Andric menyampaikan keinginan Wanda.
"Apalagi yang dikatakan Wanda padamu?" tanya Alan sengit.
"Tidak ada lagi, hanya itu," jawab Andric cepat sambil tertawa-tawa.
Aku sama sekali tidak menanggapi obrolan mereka, tidak ingin menambah masalah. Andric cukup bijaksana, tidak membela Alan. Mungkin dia sedang teringat istrinya. Aku melamun memikirkan secantik apa istri Andric.
Berbeda dengan Alan, Andric kulitnya lebih cerah, lebih tinggi dari Alan dan lebih maskulin. Suaranya khas laki - laki sekali. Walaupun tidak lebih tampan dari Alan tapi Andric punya senyum manis dan menenangkan.
"Menurutku dengan ikutnya Wanda ke Jombang membuktikan kalau dia masih punya tempat spesial di hatimu Bro," Andric mulai lagi.
Aku terkesiap, Andric seolah sedang membaca pikiranku dan menyampaikannya pada Alan dengan mudah.
"Bukan seperti itu, sudah tidak ada lagi yang istimewa dengan Wanda."
"Jadi apa alasannya dia ikut?" kejar Andric.
Alan menghela nafas berat, "Wanda mengancam."
"Hah, bagaimana bisa laki - laki diancam perempuan Bro. Jangan bercanda, emang Wanda bisa apa dengan ancamannya?"
Aku menyimak pembicaraan mereka dengan seksama, aku ingin mendengar ancaman Wanda pada suaminya. Alan yang tidak bisa menolak membuatku curiga ada sesuatu di antara pasutri itu.
"Banyak," jawab Alan singkat.
"Contohnya?" tanya Andric penasaran. Aku juga tidak menutupi rasa ingin tahuku.
"Kalian hanya nggak tau siapa Wanda." Jawaban yang tidak terperinci, tidak bisa diraba ataupun diterka.
"Sebaiknya kalian segera berangkat, aku banyak kerjaan." Sambil tertawa mengusir Alan dan Andric dengan sengaja, "Maaf, aku juga nggak mau kena ancaman Wanda."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Aslama NH4
iihhhh....pembohong
2024-11-27
0
Hulatus Sundusiyah
dad andric ntar sama mom dinara jadiannya..😀
2024-09-27
1
Suharnani
si Alan SKSD
2024-05-22
1