Belum Bisa Merelakan

Wisnu menyeret Mia pulang ke rumahnya dengan penuh emosi, sepanjang jalan tangannya memegang erat pergelangan tangan Mia, walau Mia berusaha berontak dan melepaskan diri berulang ulang, tapi selalu gagal.

" Apa kau sengaja ingin mempermalukan ku di depan semua orang dengan kelakuan kampunganmu itu ? " Wisnu membanting pintu utama sesampainya mereka di rumah.

Mata Wisnu terpejam dengan tangan yang mengepal, sebisa mungkin dia menahan kemarahannya pada Mia agar tak lepas kontrol, karenadia masih sadar, ada anaknya di dalam perut Mia sedang di kandung, seandainya tidak, mungkin Wisnu sudah tak bisa menahan emosinya.

" Kamu yang memalukan Mas,! masih saja mengejar ngejar mantan istrimu yang sudah tak mencintai kamu lagi, sadar lah !" Umpat Mia berurai air mata.

" Tapi aku masih mencintainya ! sampai kapan pun, aku masih belum bisa merelakannya, dia akan selalu ada disini !" Wisnu menunjuk dadanya sendiri.

" Lantas, kamu akan terus mengejarnya ? lalu, bagaimana dengan anakmu ini? dia darah dagingmu, apa kamu melupakan dia Mas ? pergi ! kejar dia, dan aku akan pergi bersama anakmu ini." Mia mengelus perutnya yang membuncit.

Wisnu hanya tertunduk saat ini, dia ingin berusaha agar Safira kembali kepelukannya, tapi di sisi lain dia juga tak ingin kehilangan bayi yang memang sangat dia inginkan,

Selama ini, walau tak pernah terucap, dia memang sangat mendambakan buah hati,

' Tapi, kenapa harus Mia yang mengandung anakku, bukan Safira,' Sesalnya dalam hati.

Entah apa rencana Tuhan untuknya, dia masih belum bisa memahami dan menerimanya.

" Jangan pernah berani membawa anakku pergi ! " Ancam Wisnu dalam marahnya.

" Selama kamu berjanji untuk tinggal disini, dan berjanji tak akan kemali ataupun mengejar ngejar mantan istrimu lagi." Mia tersenyum, dia sungguh tau cara mengancam balik Wisnu dengan menggunakan kelemahannya, yaitu bayi yang ada di perutnya.

" Baiklah, aku akan tinggal disini lagi, dan untuk masalah Safira, aku belum bisa berjanji apapun, tapi beri aku waktu, aku akan berusaha merelakan dia." Wisnu sedikit menurunkan egonya, lagi pula setelah tau Safira tinggal di sebrang rumahnya, tentu saja dia akan tinggal di rumah ini walau harus satu atap dengan Mia, yang sama sekali sudah tak membuatnya bernafsu, yang penting dia bisa sering bertemu atau sekedar melihat mantan istrinya itu dari kejauhan.

" Aku pegang janjimu Mas, pastikan kamu menepatinya, karena kalau tidak, bersiaplah kehilangan anakmu !" Mia merasa di atas angin.

' Safira, tunggu dan lihat saja, neraka apa yang akan aku ciptakan buat mu, kamu sengaja tinggal di depan rumahku, dan itu akan memudahkan ku untuk menghancurkanmu !' Mia tersenyum sinis, matanya memandang tajam ke luar jendela rumahnya, tertuju ke arah bangunan mewah seberang rumahnya.

" Sudahlah, aku ingin istirahat dulu, karena nanti malam aku harus ke club, untuk melihat kerja para wanita yang kemarin baru datang di bawa Panji." Wisnu naik ke lantai atas menuju kamar tidurnya, kemudian di ikuti Mia di belakangnya yang mengikuti kemanapun langkah wisnu.

***

Beni masih menemani Dara dan Safira, dia merasa tak mungkin meninggalkan mereka berdua begitu saja, setelah kekacauan yang terjadi karena Wisnu dan Mia barusan, sementara dia juga harus bekerja, sungguh dia merasa serba salah saat ini.

" Sudah lah Kak, kita ga apa apa kok, tenang saja kita bisa jaga diri, pergilah Kak, bukankah tadi Kakak ada pekerjaan yang harus dia selesaikan ?" Safira melihat Beni yang seakan kebingungan.

Drrrt,,,, drrrrt,,,,,

Ponsel Safira berbunyi, nampak deretan angka di layar telepon.

Safira mengabaikannya, dia tak pernah menerima telepon dari nomor asing, kecuali dia memperkenalkan diri dulu lewat pesan.

Ponsel Safira kembali berbunyi bahkan terus terusan berbunyi walau safira tak menggubrisnya.

" Fira,,, angkatlah telepon mu, budeg kupingku dengar suara ponsel mu, siapa tau penting.!" Dara merasa terganggu dengan suara ponsel Safira yang berbunyi terus menerus.

Safira memandangi layar ponsel di genggamannya, dengan ragu ragu akhirnya dia menggeser tombol hijau di layarnya.

" Halo...!"

" Lama sekali kamu angkat telpon,! Kata Alan kamu sudah pulang kampung, kebetulan aku dalam perjalanan ke kantor cabang, bisa kamu temani aku kesana ? Kamu dimana, aku akan menjemputmu sekarang !" Dari suara dan sikap otoriternya Safira sudah bisa menebak siapa yang sedang menelponnya,

" Ta-tapi bos, bukannya saya mulai kerja besok ?" Safira tak habis pikir, bos menyebalkannya itu selalu saja seenaknya dalam memberi tugas, padahal hari ini harusnya dia masih menikmati liburnya.

" Kamu ASISTEN PRIBADI KU, kerjamu tergantung aku. cepat kirim alamatmu sekarang!" Bintang menutup telponya sepihak.

" Uuhhhh,, dasar Bos rese, menyebalkan !" Pekik Safira,

Mau tak mau dia mengirimkan alamat rumah kontrakan Dara pada Bintang.

" Kenapa Fir ?" Tanya Beni yang melihat Safira langsung bete setelah menerima telpon dari bosnya.

" Bos meminta aku ke kantor cabang, padahal kan, hari ini harusnya masih libur, baru aja nyampe, tadinya pengen males malesan dulu," Rengek Safira yang langsung pergi ke teras rumah menunggu kedatangan Bintang,

' Takutnya dia nyasar,' pikir Safira.

Sepuluh menit kemudian, Bintang sudah berdiri di depan Safira yang sedang asik menatap layar ponselnya sambil duduk di kursi teras rumah.

Tadi pagi, begitu Alan mengabari dirinya bahwa Safira pulang kampung duluan dengan Beni, Bintang langsung bergegas menyusul Safira.

" Kenapa tak menunggu ku pulang dari luar kota, lantas kita pulang kesini bareng ?" Safira kaget, karena tiba tiba Bintang sang bos arigan ada di hadapannya dan mengomel.

" Ishh,,, kenapa ga kedengeran jalannya sih, tiba tiba ada disini aja." Safira memegang dadanya sendiri karena merasa terkejut dengan kedatangan Bintang yang tiba tiba.

Saat Safira masuk ke rumah untuk pamit pada Dara dan Beni, ternyata Bintang mengekorinya masuk juga.

Safira yang sedang tak ingin berdebat, hanya memutar bola mata malas dan membiarkan kelakuan bosnya itu.

" Abaaang....!" Jerit Dara menghambur ke pelukan Bintang.

Safira dan Beni saling berpandangan bingung.

" Untung Abang kesini, tadi pelac*r itu hampir saja menyerang aku dan Fira.." Lapor Dara.

" Tenang saja, mulai sekarang dia tak akan bisa lagi mengusik Safira ataupun keluarga kita lagi."

Bintang mengusap usap punggung Dara yang masih dalam pelukannya.

" Coba saja, dulu waktu kejadian di club itu Abang tak membawa aku pergi,,, aku pasti sudah menghajar perempuan laknat itu habis habisan." Cebik Dara.

Safira yang semakin bingung dengan percakapan Bintang dan Dara sahabatnya itu, segera mendekat dan menghampiri mereka.

" Hmmm,,,, ada yang bisa menjelaskan ada apa dengan kalian sebenarnya ?" dehem Safira mengagetkan mereka, lalu Dara mengurai pelukannya.

" Iya, apa hubungan kamu sama Bos besar ?" Sambung Beni yang mengenali Bintang adalah Bos besar yang waktu itu pernah dia lihat saat bertemu Widodo.

" Ah, maaf, ini kakak sepupu ku, namanya Bintang, dan Abang,,, itu Bang Beni pacar ku." Dara malu malu menunjuk dan memperkenalkan Beni pada Bintang,

" Dan itu.... Ah, sepertinya sudah tak perlu pura pura, Abang sudah kenal Safira sejak lama kan ?" Sambung Dara melirik ke arah Bintang dan Safira.

" Maksudnya ? Dia kakak sepupumu yang kamu ceritakan itu ? " Safira mengingat ingat cerita Dara tentang kakak sepupunya yang telah banyak membantu dia. Yang selalu dia sebut sebagai dewa penolonfnya itu.

" Iya, Dia yang selalu membantu setiap masalahku, selalu melindungiku, bahkan sempat merawatmu saat kamu beberapa hari tak keluar kamar karena patah hati melihat suamimu selingkuh," Dara polos.

" Me-merawatku ?" Safira semakin tak mengerti, karena setaunya dia baru mengenal Bintang selama sebulan belakangan ini, sedangkan masalah patah hati itu sudah beberapa bulan yang lalu.

" Iya, ceritanya panjang banget, tapi biar Abang sendiri yang cerita, aku harus menemani Bang Beni ke proyek,!" Dara menarik tangan Beni mengajaknya pergi,

Sebenarnya Dara bermaksud melarikan diri, karena dia tak sengaja membocorkan cerita tentang Bintang yang merawat Safira waktu itu, daripada dia di salahkan Bintang dan di cecar pertanyaan oleh Safira, jadi mending dia berpura pura mengantar Beni ke tempat kerjanya.

Beni yang masih kebingungan dan sebenarnya agak kepo dengan cerita mereka, akhirnya pasrah mengukuti kemauan Dara dan pergi meninggalkan Safira dan Bintang.

Lagipula Beni tak perlu lagi merasa khawatir meninggalkan Safira menurutnya, karena hati kecilnya mengatakan kalau Bintang pasti akan menjaga Safira.

" Eh, kalian tunggu !" Teriakan Safira diabaikan Dara dan Beni, sepasang kekasih itu berlalu begitu saja.

" Tanyakan padaku apa yang ingin kamu ketahui.!" ucap Bintang, seraya mendudukan dirinya di sofa.

" Banyak ! Dan Anda harus menjelaskan semuanya Pak Bintang!" Ketus Safira, yang hanya di jawab kekehan Bintang yang merasa gemas melihat Safira yang sedang marah padanya.

" Baik, laksanakan Bu Fira...!" Jawab Bintang dalam senyumnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!