Aku duduk di teras samping rumah sambil menikmati suasana sore yang cerah, sambil memperhatikan pergerakan perekonomian yang ada melalui tabletku.
Yah semenjak lulus SMA dan sekarang mulai kuliah di tingkat pertama aku sudah fokus dalam dunia bisnis.
Aku sangat senang semua keluarga mendukung semua yang aku lakukan untuk pekerjaan. Apalagi aku bukan seorang lelaki bujang yang sibuk menikmati hidup.
Hidupku sekarang kunikmati dengan hadirnya Nayla dalam hidupku. Untunglah dia selalu mendampingi diriku memberi support dalam segala hal, yang membuat hidupku lebih berwarna.
Aku menghembuskan nafas pelan ketika semua pekerjaan yang aku kerjakan sudah selesai. Ponselku berdering, sejenak aku mengernyitkan dahiku karena nomor yang tak ku kenal. Perlahan aku menggeser ikon berwarna hijau untuk menerima panggilan tersebut.
"Halo.."
"Dito yah" jawab suara di seberang sana yaitu suara perempuan
"Yaa..." aku menjawab seadanya dan tidak memberi pertanyaan lanjutan
"Dito.. ini kak Tasya"
"O..iya Kak" aku langsung merespon penelepon yang tidak lain adalah kakak ipar ku.
"Dito kamu bersama Naya?"
"Iya.. Kak.. Naya lagi di kamar" jawabku. "Mau bicara dengan Naya kak?" tanyaku sambil berlari kecil menuju kamar.
"Iya.. Dit.. tadi Kakak berusaha meneleponnya, tapi ponselnya nggak aktif" ucap Tasya
"O.. baik Kak.. bentar ya Kak ini saya sudah sampai di kamar, saya cari Naya dulu" ucapku sambil mencari Naya yang tidak di kamar.
"Ok.. Dit.."
Aku mencari Nayla sambil membuka kamar mandi.
"Loh.. mana Naya.. perasaan dia di kamar tadi pada saat aku ke bawah dia di kamar" ucapku bingung mencarinya.
"Cinta..." aku perlahan memanggil Nayla.
"Cinta..." panggilku sekali lagi mencari Nayla tapi tidak ku temukan.
"Bentar ya kak.. Saya cari Naya dulu, tadi dia di kamar, tapi ini malah nggak ada" ucapku memberi tahu Kak Tasya bahwa Nayla tidak di kamar.
"Gini aja.. Dit.. kalau bertemu Naya kasih tau Papa masuk rumah sakit" ucap Tasya
"Astaga.. Papa sakit apa kak?" tanyaku terkejut
"Nggak tahu Dit, ini masih di ruang ICU, tadi mendadak jatuh pingsan, dan sekarang kami masih menunggu hasil pemeriksaan dokter" ucap Tasya
"Okay.. Kak.. Saya akan segera ke sana bersama Naya, tapi di rumah sakit mana ya Kak?" tanyaku sambil mencari Nayla di setiap ruangan yang ada di rumahku.
"Rumah sakit Cipto Junaedy, kami masih di ICU" ucap Tasya
"Ok.. Kak.. Saya dan Nayla akan segera ke sana" ucapku masih mencari Nayla dan Kak Tasya pun mengakhiri panggilannya.
"Kemana sih?" ujarku kesal karena aku sudah mengitari seluruh ruangan tapi aku tidak menunjukan Naylaku.
"Awas ketemu kamu Cinta, kuhukum biar nggak bisa turun dari ranjang sekalian" ucapku kesal dan masih mencarinya.
Ketika aku masih sibuk mencarinya tiba-tiba No Iyam menyapaku.
"Aden.." ucap Bi Iyam
"Ekh.. Bibi.. pas banget, liat Naya nggak bi?" tanyaku tanpa basa-basi berharap Bi Iyam tau keberadaan Nayla
"Oo.. Neng Nayla bersama Ibu di taman belakang lagi ngurus bunga Den" ucap Bi Iyam
Tanpa berkomentar aku segera menuju taman belakang rumah menemui Nayla.
"Cinta.." panggilku ketika melihat Nayla bersama Ayra dan Mama asyik bersenda gurau.
"Yaa.." jawab Nayla sambil menatapku
"Cinta.. urgen.." ucapku berlari kecil menghampiri Nayla
"Urgen kenapa Bby..?" tanya Nayla mengernyitkan dahinya
"Papa Raka masuk rumah sakit" ucapku langsung ke inti
"Papa masuk rumah sakit?" tanya Nayla terkejut dan membelalakkan matanya
"Iya.. Cinta.." ucapku, "Tadi kak Tasya menelepon kamu cinta, hanya saja ponselmu nggak aktif" lanjutku
"Kapan dan di rumah sakit apa?" Tanyanya dengan perasaan khawatir
"Rumah sakit Cipto Junaedy" ucapku.
"Ayo Bby.." ucap Nayla menggandeng lenganku
"Hey.. tapi cuci dulu tangan kamu cinta" ucapku
Nayla sudah tidak menghiraukan ucapan ku, ia segera berlari entah kemana aku hanya bisa melihat punggungnya sudah menghilang.
"Sakit apa sih Dit?" tanya Mama
"Kata kak Tasya tiba-tiba pingsan, penyebabnya apa mereka masih menunggu hasil pemeriksaan medis" ucapku.
"Mama Dito pergi dulu" ucapku pamit dan meninggalkan Mama yang masih ingin bertanya namun tidak aku hiraukan
"Iya sayang, hati-hati di jalan, kabari Mama ya sayang" ucap Mama dengan suara keras.
"Iya.." sahutku segera menyusul Nayla.
***
Nayla terisak di dalam kamar sambil mencari tas selempang yang sering ia kenakan. Aku masuk dan mendekatinya yang dalam keadaan panik.
"Cinta..." panggilku lembut dan meraih pinggangnya ke arahku.
"Papa Bby.." ucapnya langsung memelukku dengan sangat erat.
"Iya cinta, tenangkan dirimu yah" ucapku sambil membelai rambutnya dengan lembut.
Nayla diam tidak menjawab ia masih terus terisak. Aku membiarkan dia menangis untuk meluapkan kesedihan yang ia rasakan.
"Berdoa ya Cinta, semoga keadaan Papa baik-baik saja yah. Kita doakan yang terbaik untuk Papa" ucapku namun Nayla hanya diam dan meresponnya dengan isak tangis.
Nayla meregangkan pelukannya di tubuhku, ia menundukkan wajahnya dengan mata yang sembab. Aku mengusap air matanya.
"Udah yah.. nggak usah nangis, ntar cantiknya hilang loh Nyonya Dito" Godaku berharap hatinya membaik.
Ia mengerucutkan bibirnya dan memukul lembut dada bidangku.
"Aw.. sakit cinta" Godaku pura-pura kesakitan.
"Lebay kamu Bby.." ucapnya lalu tersenyum.
Aku tersenyum melihat senyumnya mengembang di bibirnya. Aku mengecup kening Nayla dengan sangat lembut. Ia memejamkan matanya yang ku tahu ia menikmatinya.
"Ayo kita ke rumah sakit sekarang" Ajakku ketika melihat ia tenang, ia mengangguk pelan.
"Bby.." panggilnya dengan suara serak habis menangis.
"Ya Cinta.." ucapku membelai pipinya.
"Lihat tas selempang aku nggak Bby?" tanya Nayla sambil memperhatikan keadaan sekitar dan membiarkan tanganku masih di pipinya.
"Narohnya di mana kemarin?" tanyaku lembut
"Lupa Bby.." jawabnya manja sambil mengangkat kedua pundaknya.
"Astaga kok bisa lupa cinta.." ucapku menatapnya dalam gemas dengan tingkah manjanya.
Nayla melepas tanganku dengan lembut dan mencari tas selempangnya. Aku mematung dan menatapnya yang masih sibuk, sambil menyilangkan kedua tanganku di depan dada.
Aku teringat biasanya Nayla sehabis jalan bersamaku dia langsung melempar tasnya di dalam lemari pakaian.
Aku berjalan dan membuka lemari dan benar saja tas selempang miliknya berada di tumpukan bajuku yang tertata rapi.
"Cinta..." panggilku sambil menutup lemari.
"Ya.. Bby.." sahutnya sambil memeriksa ke arah bawa ranjang, aku tersenyum dengan tingkahnya.
"Ayo berangkat" ucapku
"Bentar Bby.." ucapnya ketus menyebabkan aku tertawa kecil.
Aku berjalan ke arahnya dan melepaskan tas selempang tepat di wajahnya seperti menghipnotis seseorang.
Ia bangkit dan tersenyum dan mengambil tas selempang tersebut.
"Nemunya di mana Bby?" tanyanya tersenyum
Aku gemas dengan tingkahnya "Makanya kalau nyari pakai mata cinta" ucapku menyentil lembut keningnya.
"Cik.. sakit Bby" ucap Nayla bersungut-sungut manja dan mengelus keningnya.
"Ayo berangkat, ponselnya jangan lupa" ucapku sambil menunjuk ke arah ponselnya yang sementara di charge dalam keadaan off.
Ia berlari kecil menuju nakas dan langsung menarik lenganku dengan tergesa-gesa.
"Pelan-pelan cinta.." ucapku mengikuti langkahnya, seketika aku menahan tangannya.
"Cepatan Bby.." ucap Nayla
"Tanpa kunci mobil kita nggak bisa jalan cintaku" ucapku mengacak puncak rambutnya dengan gemas.
Ia pun berhenti dan menungguku, aku masuk ke kamar mengambil dompet dan kunci mobil serta jaket. Setelah siap aku menemuinya dan mengajaknya ke rumah sakit.
Aku memacu laju mobil dengan kecepatan rata-rata, terlihat ia sangat gelisah. Aku meraih tangannya dengan lembut.
"Cinta..." ucapku ia menoleh dengan wajah yang aku tahu sangat khawatir.
"Jangan sedih dong" hiburku padanya, ia menundukkan wajahnya yang kutahu berusaha menahan bulir bening yang akan lolos dari kedua sudut matanya.
"Aku takut Bby.." ucapnya dengan suara bergetar.
"Positif thinking ya cintaku" ucapku mengecup punggung tangannya. Ia mengangguk pelan, ia memejamkan matanya dan menarik nafas dalam-dalam berusaha menetralkan perasaannya.
***
Keadaan di rumah sakit tegang. Tasya, Adnan, dan Nadira di dampingi oleh pasangan masing-masing terlihat cemas menunggu Raka yang sementara diperiksa oleh Dokter.
Detik berikutnya pintu ruang ICU terbuka dan keluarlah dokter yang sudah melepas maskernya.
"Keluarga Raka Darmawan"
"Ya Dok.." Adnan dan lainnya mendekat ke arah dokter.
"Gimana keadaan papa saya dokter?" tanya Nadira cemas
"Pak Raka sekarang keadaan sudah baik-baik saja. Hanya saja pesan saya untuk keluarga mohon dikontrol konsumsi gula yah, karena kadar gula darah pak Raka naik, sehingga menyebabkan Pak Raka pingsan" ucap Dokter
"Jadi papa saya mengidap diabetes ya Dokter?" tanya Adnan memastikan kepada dokter
"Iya Mas. Jadi himbauan saya mohon diperhatikan yah untuk konsumsi yang manis-manis. Kalau bisa mengkonsumsi makanan yang mengandung kadar gula rendah"
"Baik Dok.."
"Pak Raka sudah bisa dipindahkan ke ruang inap, nanti perawat akan membantu memindahkan Pak Raka"
"Ya Dok" ucap Adnan.
"Saya tinggal dulu, kalau ada apa-apa nanti hubungi saya"
"Ya Dok..Terima kasih" ucap Adnan
"Ya Mas"
Dokter pun pergi meninggalkan keluarga Raka Darmawan. Tak lama kemudian Raka keluar dengan ranjang dorong dalam keadaan yang masih tidak sadarkan diri.
"Kak Tasya..." panggil Adnan
"Ya.. Ada apa?" tanya Tasya
Tasya membiarkan Nadira dan lainnya mendampingi Raka menuju ruang inap.
"Sudah menghubungi Naya?" tanya Adnan
"Sudah, tapi lewat nomor Dito. Nomornya tidak aktif" ucap Tasya
"Ok ka.. baiklah. Aku ke bagian administrasi dulu ya Kak" ucap Adnan
"Ok" ucap Tasya lalu mengusul Nadira dan lainnya yang sudah terlebih dahulu menuju ruang inap Raka.
***
Aku dan Nayla segera menuju ruang ICU, tapi keadaan ruangan tersebut sudah sepi.
"Loh.. kok nggak ada Bby" ucap Nayla resah
"Bentar aku tanya dulu yah cinta" ucapku menuju resepsionis di bagian ICU, Nayla mengikuti dari belakang.
Di saat aku akan bertanya tiba-tiba seseorang menyapaku bersama Naya.
"Naya.. Dito.." kami berdua refleks menoleh ke arah suara.
"Kak Adnan" ucapku bersamaan dengan Nayla.
"Syukurlah kalian sudah di sini" ucap Adnan
"Papa mana Kak?" tanya Nayla
"Papa sudah dipindahkan ke ruang inap" ucap Adnan
"Keadaan Papa gimana kak?" tanya Nayla
"Papa mengidap gula darah Naya" ucap Adnan
"Kok bisa kak, setahu Naya Papa nggak suka makan yang manis-manis" ucap Nayla
"Itu juga yang Kakak, Kak Tasya, dan Kak Nadira nggak habis pikir. Kami sama terkejutnya dengan kamu Naya" ucap Adnan
"Terus Papa di ruang inap mana?" tanya Nayla
"Ayo.. kita ke sana" ucap Adnan
"Ayo kak" ucap Nayla yang mengikuti Adnan menuju ruang inap.
Aku, Nayla dan Kak Adnan menuju ruang inap Papa Raka.
"Papa sudah sadar Dira..?" tanya Adnan kepada Nadira yang berada di ruangan bersama suaminya.
"Belum Kak.." ucap Nadira
"Kak Tasya mana?" tanya Adnan
"Ke apotik kak, tadi suster ke sini, memberikan resep untuk papa yang harus diminum Papa kalau sudah sadar" ucap Nadira, Adnan mengangguk dan melepas nafasnya dengan pelan.
"Kamu nggak kuliah Nay?" tanya Nadira
"Masih awal-awal kak, jadi belum terlalu aktif" ucap Nayla
"Nggak ada pengenalan kampus gitu?" tanya Nadira
"Ada kak, hanya saja belum ada pemberitahuan untuk mahasiswa baru berkumpul" ucap Nayla
"Sukses selalu yah buat kalian berdua" ucap Nadira tersenyum sambil mengelus punggung Nayla. "Dan semoga cepat dapat momongan" ucap Nadira seketika membuat raut wajah Nayla berubah
Aku melepas nafas pelan "Amin kak.." ucapku tersenyum
"Kalian nggak menunda kan?" tanya Nadira, Nayla hanya diam tertunduk.
"Nggak kok kak, tinggal masalah waktu saja" ucapku mendekati Nayla dan memegang pundaknya. "Iya kan cinta?" tanyaku duduk di pegangan kursi yang diduduki oleh Nayla
Nayla memaksakan dirinya untuk tersenyum dan mengangguk, aku tahu ada rasa getir di hatinya ketika sanak saudaranya menanyakan perihal anak. Keluarganya tidak tahu kalau ia pernah mengalami keguguran dan hanya papa Raka yang tahu perihal tersebut.
"Seru loh Dit, kalau sudah punya anak. Dunia berasa lengkap. Rasa penat terlepas ketika menatap mereka sedang tertidur lelap dengan wajah polos mereka, entah apa yang mereka mimpikan" ucap Nadira tersenyum
Kulihat Nayla menelan salivanya berusaha menahan sesak di dadanya.
"Iya kak, semua orang berharapnya seperti itu" ucapku lalu mengecup pelipis Nayla
"Tapi kalian masih muda, nikmati saja dulu lah, kalau sudah merasa tepat untuk memperoleh momongan baru deh ikut program. Apalagi kalian masih ingin kuliah dan menggapai mimpi. Jadi yang terbaik saja buat kalian berdua. Kakak akan bahagia jika kalian damai dan langgeng" ucap Adnan tersenyum kepada Nayla
"Iya Kak, saya masih ingin menikmati pacaran dulu bersama Naya" ucapku membuatnya melirikku kesal
"Apa sih cinta? Segitunya menatapku" ucapku tersenyum padanya
"Asal bunyi kamu Bby.." ucap Nayla ketus
"Loh emang benar kan kita seperti orang pacaran" ucapku mengalihkan perasaannya.
"Mmm.." sungut Nayla membuatku tertawa kecil dan sekali lagi mengecup pelipisnya dengan mesra.
Aku sadari hubunganku bersama Nayla tidak selayaknya suami istri. Banyak yang menyangka kalau kami bukan sepasang suami istri melainkan sepasang kekasih.
Aku merasa nyaman menjalin hubunganku bersama Nayla seperti ini. Kami saling melengkapi satu sama lain. Aku tahu dia sangat berharap cepat mendapat momongan, tapi aku tidak ingin merusak hubunganku bersamanya dengan meminta anak darinya.
Keyakinanku besar kelak suatu saat keinginan Nayla akan terwujud. Aku tidak berharap lebih padanya, asalkan dia sudah disampingku itu sudah cukup dan membuatku nyaman bersamanya.
***To Be Continue***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments