Khon pergi ia berkeliling mengitari hutan, dia memang jin tapi apakah jin tidak mempunyai perasaan jika juga bisa marah apalagi jika ucapannya tidak di dengarkan. Ia terbang tanpa arah ia melihat sebuah pondok bambu.
Sekar Taji melihat penjaga Oktavia yang datang, sebenarnya Sekar lah yang meminta Khon untuk menjaga Oktavia, apalagi lawan mereka tidak main-main dalam menggunakan kekuatan mereka bisa saja dengan mudah membunuh Oktavia.
"Apa membawamu kemari Nur?" tanya Sekar pada Khon nama asli Khon adalah nur tapi Oktavia memanggilnya dengan nama Khon.
"Apa kau tidak bisa membantuku ?" tanya Khon alias Nur pada Sekar, ia tau pasti ia datang meminta pertolongan, pasti anak itu tidak menangggapi jika Khon memberitahukan bahaya yang tengah mengintainya.
"Pasti Oktavia tidak mempercayaimu lagi kan?"
"Betul tapi, kita harus pergi sekarang juga aku tak ingin keduanya celaka, lawan kita tidak main main apalagi kau tau sendiri musuh terbesarmu akan. melakukan apapun pada anak itu, tolonglah aku..." pinta Khon pada Sekar.
"Sudah ku duga pasti nyai lampir itu ingin merebut pria itu dari tangan Oktavia." Khon diam seribu bahasa apa yang di ketahui Sekar sampai dia tidak mau menceritakan apapun padanya.
"Hah? Lalu apa yang akan kita lakukan? apa kau akan diam saja?"
"Aku akan mengikuti permainan nyai lampir itu, tenanglah aku akan mengawasi dari sini, kau kembalilah pasti Oktavia menghawatirkan mu"
"Menghawatirkan apanya? Aku ini jin mana bisa di khawatirkan seperti manusia, bahkan tembak dan apapun tidak akan bisa melukaiku," ucap Khon.
"Bagaimana jika aku menggunakan sihir ku dan mengurung mu dalam botol. Gimana?" Sekar menyeringai. Dan sedikit mengancam mahluk yang ada di hadapannya.
"Ok ok..." Khon pergi dan menghilang secepat angin.
Oktavia memanggil Khon. beberapa kali namun dia tidak muncul, Oktavia bahkan sampai menggunakan parfum untuk mengundang Khon namun hasilnya nihil.
Mahendra tiba-tiba masuk dengan senyuman jahat, Oktavia melihat aura jahat dari dalam tubuh Mahendra.
"Oktavia," panggil Mahendra dengan suara berat.
"Aku merasa ada yang aneh dengan Mahendra, suaranya berat, tatapan matanya kosong apa mungkin.... Ah mungkin hanya perasaanku saja." Oktavia mencoba menepis semua prasangkanya. Ia tidak melihat aura Mahendra dia merasa jika ada sesosok mahluk yang menguasai tubunya. Tapi kenapa dia tidak melihatnya apakah itu hanya prasangkanya.
Mata Mahendra memancarkan cahaya merah namun Oktavia tidak menyadarinya. di dalam otak Mahendra hanya ada kata 'membunuh Oktavia'. Mahendra mendekati Oktavia ia tiba-tiba bersikap biasa saja seolah-olah tidak terjadi sesuatu, itu membuat Oktavia menepis dan tak menghiraukan prasangka buruknya.
"Iya... Apa kau mencari ku?" Mahendra mengangguk tak menjawab seperti biasanya, yang membuat aneh ia seperti membawa sesuatu di tangan kirinya. Tapi ia tidak melihat apa yang di sembunyikan ya.
"Aku ingin melihat mu..... " ucap Mahendra masih dengan suara berat.
"Bukannya kau bisa setiap hari melihatku." Jawab Oktavia seraya mengulum senyuman.
"Ti .... Dak!" Mata Oktavia membulat ia semakin yakin bahwa orang yang ada di hadapannya bukanlah Mahendra melainkan ada sesosok mahluk yang mencoba untuk mengendalikannya.
"Hah...."
"Sebenarnya aku tidak tega" Mengulum senyuman kearah Oktavia, senyuman itu terlihat sangat menyeramkan. Mahendra mendekati Oktavia, Oktavia mundur beberapa langkah menghindari Mahendra. Mahendra semakin melangkah seperti tengah ingin melaksanakan suatu perintah dari seseorang.
Oktavia tidak bisa kemana-mana karena tembok sudah menghalangi langkah kakinya. Mahendra sudah memblokir jalan dengan tubuhnya yang telah berada di hadapan Oktavia.
" Sadarlah ... Ini aku...." Mahendra tidak merespon ucapan Oktavia yang mencoba menyadarkannya dari pengaruh mahluk jahat.
Bukannya tersadar Mahendra semakin mendekat " Bagaimana jika pisau ini merobek kulitmu? apa yang akan kau lakukan?" Bola mata Oktavia seakan ingin keluar, ia menelan air liurnya. Tapi jika dia mati Mahendra pun juga akan mati.
"Jangan..... jangan lakukan itu..... tolong tolong aku..... " teriak Oktavia meminta pertolongan.
Namun sialnya tidak ada orang yang mau menolongnya.
Pisau tajam yang di pegang Mahendra telah bermain main di kedua pipi Oktavia. Oktavia kembali menelan ludahnya.
"Apakah aku akan mati secepat ini, Ya Allah tolonglah hamba mu ini."
"Apa yang akan kau lakukan?" Air mata Oktavia mengalir membasahi pipinya, namun Mahendra tidak menghiraukan perkataan Oktavia ia hanya mendengarkan suara yang memintanya untuk membunuh Oktavia.
"Mati lah kau" Teriak Mahendra.
"Mas...." Fino segera berlari menyelamatkan Oktavia yang akan di lukai oleh Mahendra.
Fino mendorong tubuh Mahendra hingga membentur tembok. Mahendra pun pingsan. Oktavia menangis ia sangat ketakutan apalagi mengingat Mahendra yang hampir saja membunuhnya.
Fino mendekati Oktavia yang sudah duduk memegangi lututnya dan tangan yang memegangi kepala. Napasnya tidak beraturan.
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Fino memanggil Farhan untuk memeriksa keadaan Mahendra dan Oktavia. Oktavia tak mau bicara dia sangat syok jika mengingat kejadian yang hampir saja merenggut nyawanya.
Farman mengatakan jika Mahendra butuh istirahat ia sengaja mengatakan hal itu karena Oktavia memandanginya ia takut jika Oktavia tau keadaan Mahendra sebenarnya, Farhan menepuk pundak Fino dan memintanya untuk mengikutinya. Setelah dirasa aman Farhan pun bertanya kepada Fino.
"Kenapa bisa terjadi lagi?" tanya Farhan, Fino bingung harus mengatakan apa, sebenarnya ia juga tidak tau yang ia tau saat ia membuka pintu Oktavia berteriak dengan nada seperti tengah menangis, Fino tanpa pikir panjang segera masuk dan melihat Mahendra yang nyaris saja melukai Oktavia.
"Panjang ceritanya." ucap Fino tidak ingin Farhan ikut kuatir dengan apa yang sebenarnya terjadi.
"Untung kau cepat datang .... jika tidak... aku tidak tau apa yang akan terjadi jika kejadian beberapa tahun lalu terjadi entah apa yang akan Mahendra rasakan." Farhan menepuk pundak Fino.
"Kau jawab dengan jujur ? Apa sikap Mahendra sama dengan sikapnya beberapa tahun yang lalu, jika ia kau harus berhati-hati kau juga harus ingat ucapan Sekar padamu jangan sampai Mahendra sehari saja tidak dekat atau bertemu dengan Oktavia." Fino tersadar jika akhir-akhir ini Mahendra tidak menemui Oktavia bahkan solat saja ia malas tak seperti dirinya yang biasanya.
"Memang beberapa hari ini Mahendra tidak menemui Oktavia dan sifatnya itu aneh sering marah dan tatapan matanya kosong." jelas Fino
"Mulai saat ini kau harus terus membawa Oktavia bersama Mahendra. Jangan kau perduli kan ucapan Mahendra yang tiba-tiba ketus atau marah padamu. Kau tidak ingin kehilangan dia bukan?" Fino bingung kenapa Farhan bisa tau padahal dia tidak pernah menceritakan apapun padanya.
"Aku pulang dulu" ucap Farhan yang segera meninggalkan Fino yang berpikir dari mana Farhan bisa tau padahal ia tidak pernah memberi tahunya mengenai masalah ini.
"Hey...." Fino mengejar Farhan yang keluar kamar Mahendra, namun ia di buat bingung karena tidak menemukan Farhan apalagi mobilnya pun sudah tidak ada.
"Kemana perginya Farhan kenapa cepat banget sih pulangnya."
Tiba-tiba ponselnya bergetar, ternyata dari Farhan.
"Maaf karena aku tidak bisa datang memeriksa Mahendra, pasienku sangat banyak hari ini, sekali lagi maafkan aku.." begitulah isi pesannya.
"Jika Farhan tidak jadi datang kemari... lalu siapa tadi yang datang memeriksa Oktavia dan Mahendra dan berbicara kepadaku ???? apakah .... apakah... apakah.... mung... mungkin..... Han..... Han.... hantu...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 202 Episodes
Comments