Sinar dari sang rembulan membius salah satu pria yang berada di dalam mobil. Wajahnya teduh, ia masih saja memandang kearah bulan yang sangat sulit untuk dicapai. Perasaannya kali sudah mulai tenang, walau kabut belum sepenuhnya hilang dari hatinya.
Sepasang mata memperhatikan Mahendra yang melamun memandang rembulan yang begitu indah malam ini. Mahendra tidak perduli dengan hembusan angin yang bertiup mempermainkan rambut hitam miliknya. Sesekali tangannya mencoba untuk menggapai bulan yang seakan tersenyum padanya.
"Akankah aku akan dipermainkan lagi? Bulan bawalah aku menemuinya? Jangan sampai aku berpisah dengannya. Aku lelah dengan semua ini. Bagaimana pun keadaan dia nanti aku akan mencoba menerimanya apapun itu, aku hanya meminta jangan pisahkan kami berdua" batin Mahendra masih memandang bulan yang setengah tertutup awan.
Mata Mahendra belum bisa terpejam, ia masih memikirkan tentang sosok wanita dengan tanda bulan sabit. Semoga dia baik-baik saja.
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Sebuah tamparan masih membekas di pipi, Gadis berkepang dua, sesekali air matanya jatuh berlinangan. Ia sangat ketakutan menghadapi ayahnya yang lagi-lagi memperlakukannya kejam.
Badannya kotor, pakaian yang dikenakannya juga compang camping, tubuhnya di penuhi dengan beberapa bekas luka. Itu semua karena ayahnya. Gadis itu selalu di perlakukan dengan seenaknya. Jika dia tidak mau menurut ayahnya tidak akan segan untuk menamparnya dan kejamnya tidak akan memberikannya makanan.
Keadaan gadis itu sangat malang malam ini ia harus meratapi nasip, harus tidur di luar rumah. Padahal hujan baru saja mereda, ia kembali meneteskan air matanya manakala ia mengingat almarhumah ibunya. Jika ibunya masih hidup pasti dirinya tidak akan di perlakukan seperti ini oleh ayah kandungnya.
Gadis itu mengusap air matanya yang jatuh. Dia segera merebahkan tubuhnya di lantai yang dingin. Dia tak perduli dengan dinginnya malam yang ia pedulikan malam ini dia bisa memejamkan mata dan mengistirahatkan tubuhnya yang lelah.
Perutnya sangat lapar tapi ia mencoba menahannya karena tidak mempunyai makanan untuk di makan. Ayahnya tidak memberikan sedikit makanan, dia hanya tak sengaja menjatuhkan piring namun ayahnya tega menamparnya bahkan tidak di beri makan dan sialnya dia harus tidur di luar.
Gadis itu hanya meratapi nasipnya yang malang. Sebenarnya ia ingin pergi dari rumah namun kenangan indah bersama ibunya membuatnya harus rela menjadi bulan bulanan ayahnya. Setiap hari pekerjaan ayahnya hanyalah menghamburkan uang, berjudi adalah hobinya. Gadis itu bukan tidak mau menasehati ayahnya namun gadis itu takut jika ayahnya memukulinya lagi.
Pagi hari ayah gadis itu berteriak-teriak.
"Bangun anak si*lan, " ucap Pria itu dengan nada tinggi dan sesekali menendang anak gadisnya yang terlihat pucat.
Gadis itu terperanjat dan memandang sosok pria setengah abat yang menyeringai ke arahnya.
"Berani sekali kau masih enak enakan tidur. Sekarang masuk dan buatkan aku makanan" imbuh Pria setengah abat dengan mendorong tubuh putrinya agar cepat masuk ke dalam rumah membuatkannya sarapan pagi.
Gadis itu segera memasak makanan yang di minta ayahnya. Setelah beberapa saat makanannya pun sudah di hidangkan di meja makan. Gadis itu hanya memandangi sosok ayahnya yang sepertinya tak suka dengan keberadaan anaknya.
"Kenapa kau masih berdiri sana keluar" Dengan segera gadis itu keluar meninggalkan meja makan ia tidak mau menerima kemarahan ayahnya.
"cuih..." pria setengah abat mendengus kesal karena makanan yang di siapkan anaknya tidak sesuai dengan harapannya.
Dengan marah pria setengah abat mencari keberadaan putrinya. Dia menghampiri putrinya yang sedang membersihkan ruang tamu dengan menggunakan sapu.
Pria setengah abat menatap putrinya dengan tatapan tajam. Langkahnya menjadi cepat dan sekarang dia sudah berada tepat di hadapan putrinya.
"Apakah ini balasanmu?" tanya pria setengah abat dengan amarah yang memuncak. Belum sempat gadis itu menjawab sebuah tamparan mendarat di pipi sebelah kanan lengkap sudah penderitaan gadis itu.
Pria setengah abat segera mengambil nasi dan memaksa putrinya untuk makan, pria itu menyuapi putrinya dengan kasar memaksanya untuk menghabiskan makanan yang menurutnya tidak enak baginya.
"Menangis! Terus! Menangis lah karena tidak ada yang akan menolong mu. Seharusnya kau mati saja bersama dengan ibumu agar kau tak menjadi beban hidupku!" Gadis yang merasa sangat terluka hatinya hanya pasrah dengan perlakuan ayahnya.
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Mahendra sudah sampai di sebuah kampung yang terletak di balik bukit seperti yang di katakan Sekar sewaktu akan pergi.
Mahendra keluar dari mobil dan di susul kedua orang yang takut jika Mahendra sampai aneh aneh apalagi menghilang.
"Mas jalannya jangan cepat-cepat" pinta Fino pada Mahendra. Mahendra,Fino dan Pak Rahmad menuju sebuah warung kecil. Mungkin warung satu-satunya di tempat ini.
Mahendra mengisi perutnya yang dari pagi sudah berontak meminta makan. Mahendra melihat beberapa pria tengah asik berjudi. Hal lazim apalagi di tempat terpencil ini. Tidak akan ada yang menangkap mereka.
"Hey Kasim sudah lah kau pasti akan kalah." ejek salah satu pria yang masih memegang beberapa kartu di salah satu tangannya.
"Pasti aku akan menang kali ini" jelas Kasim dengan nada bicaranya yang sombong. Padahal dia tidak mempunyai apa-apa lagi untuk di pertaruhkan.
"Jika kau kalah apa yang akan kau pertaruhkan? hutangmu saja belum kau lunasi" imbuh pria itu seraya tertawa.
"Aku masih mempunyai anak gadis. Aku akan memberikannya padamu jika kau mau" mereka semua tertawa mendengar ucapan Kosim.
Mahendra masih mendengarkan ucapan mereka.
"Ah... akan aku jadikan istriku yang ke tiga hahah" ucap pria itu girang karena ia akan mendapat istri baru jika Kosim sampai kalah dalam permainan judi.
Dan akhirnya Kosim pun kalah. Pria itu meminta agar Kosim segera membawa anak gadisnya seperti kesepakatan awal.
Kosim pergi dari warung dan setelah beberapa lama Kosim pun membawa anak gadisnya yang telah ia dandani secantik mungkin.
" Apa ini majikan ku Pak?" tanya gadis itu polos.
" Hah... apa kau tidak memberitahunya jika aku calon suaminya hahahaha" pria itu tertawa. Sedangkan gadis itu ketakutan apalagi ayahnya tidak memberi tahu jika ia harus menikah dengan pria yang pantas menjadi ayahnya.
"Aku tidak mau Yah!" ucap gadis itu dengan nada memelas. Namun bukannya melepaskan anak gadisnya justru sebuah tamparan keras mendarat di pipi gadis itu.
Ia menangis kenapa ayahnya begitu tega padanya. Dan menjualnya ke aki aku yang seharusnya menjadi ayahnya.
"Turuti permintaanku atau mau aku menyiksamu?" Gadis itu menangis sejadi jadinya. Mahendra berjalan menuju kerumunan pria yang tidak merespon apalagi melihat gadis itu yang menangis bukannya menolong mereka hanya melihatnya saja.
Mahendra memandang gadis itu. Ia terkejut setelah melihat tanda yang ada di tangan kanannya.
Mahendra segera menggapai tangan gadis itu dan memastikan. "Akhirnya aku menemukanmu" Mahendra tersenyum dan segera membawa pergi gadis yang di takdirkan bersamanya.
"Tunggu"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 202 Episodes
Comments