Kosim mengeluarkan beberapa tumpukan uang dari koper,
"Pasti aku akan lebih kaya lagi dari ini apalagi sekarang anak sialan itu akan menikah dengan pria kaya haha. Memang anak itu membawa banyak keuntungan bagiku, tapi dia tak tau kemampuannya jika tau pasti dia sudah lama pergi dari sini. Tapi bodohnya dia tidak melakukannya. Aku harus menemuinya dan meminta uang yang lebih banyak dari ini. Enak saja dia hidup mewah sedangkan aku luntang-lantung enggak jelas seperti ini"
Kosim pergi untuk berjudi dan mencari informasi siapa pria yang membawa anaknya.
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Mahendra melihat gadis itu memejamkan matanya, ia melihatnya mau makan saja ia sangat bersyukur, untunglah dia tidak melakukan hal yang macam-macam.
"Kenapa kau begitu takut melihatku? Padahal aku tidak akan pernah menyakitimu, kau harus tau aku akan menjagamu dan tidak akan membiarkanmu dalam bahaya" batin Mahendra seraya mengusap lembut rambut Oktavia.
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
"Kenapa dengan sihirmu?" pekik Hendru pada seorang wanita yang menggunakan pakaian serba hitam dan memakai jubah. Wajahnya sangat seram.
"Saya juga tidak tau,sepertinya ada kekuatan lain yang melindungi dirinya. Semua mantra yang saya kirimkan padanya berbalik kepadaku."Jelas tukang sihir yang bernama Nyai Hitam.
"Saya tidak mau tau aku sudah membayar mu, jadi kau harus bisa membuatnya semakin merasa bersalah dan hancur. Aku tidak menerima kegagalan lagi kau mengerti!" Hendru meninggalkan Nyai Hitam sendirian.
"Kurang ajar siapa berani menggagalkan kan sihir ku ataukah dia telah menemui wanita itu sial" Nyai Hitam mencoba mencari tau melalui cermin sihirnya namun cermin sihirnya tidak menampakkan apapun.
"Sial," Nyai Hitam membuang cermin sihirnya.
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Mahendra memandang wajah Oktavia sebentar lagi mereka akan sampai di kediamannya. "Berapa lama lagi kita akan sampai Fin!" tanya Mahendra pada adiknya.
"Mungkin lima belas menit lagi Kak" Jawab Fino masih mengemudi.
"Kak apa kau akan menyuruhnya untuk tinggal di rumah?"
"Menurutmu?"
"Apa tidak sebaiknya jika kita memeriksakan keadaan gadis itu dulu kak?" tanya Fino yang sebenarnya ikut khawatir mengenai gadis itu apalagi lukanya cukup serius, tangannya saja sampai membengkak pantas saja ia tidak mau makan. Memegang sendok ajah tidak bisa.
"Ide yang bagus, setelah sampai di rumah tentu aku akan memanggil dokter untuknya, aku tidak percaya dengan sembarang dokter" ucap Mahendra pada Fino, ia tidak ingin kejadian beberapa tahun lalu terjadi apalagi pada wanitanya.
"Apa kau takut jika dokter itu suruhan paman Hendru" Mahendra tersenyum.
"Itu salah satu yang aku takutkan tapi aku lebih takut jika paman Hendru memberikan sihir pada Oktavia apa yang akan terjadi? Aku sungguh takut jika aku harus kehilangan wanitaku lagi" ucap Mahendra memandang lekat Oktavia yang tertidur pulas.
Setelah sampai di kediaman nya Mahendra mengangkat tubuh Oktavia. Ternyata gadisnya sangat ringan, Mahendra membelalakkan matanya ketika melihat beberapa luka yang masih belum mengering.
"Pak tua itu benar-benar harus diberi pelajaran, tega sekali dia meyiksa anaknya sendiri. Awas saja jika dia sampai datang kesini akan aku beri balasan yang setimpal atas perbuatannya." Mahendra menuju lantai atas, sebelumnya Mahendra menyuruh asisten rumah tangganya untuk membereskan kamar yang bersebelahan dengannya.
Mahendra membaringkan tubuh Oktavia dengan hati hati, dia tidak tega jika harus membangunkannya. Sebelumnya Mahendra menyuruh Fino untuk memanggil Dokter Farhan untuk datang. Tak beberapa saat kemudian Dokter Farhan datang dan mengecek keadaan Oktavia. Dokter Farhan memberikan beberapa salep dan obat. Tak lupa sebelum kembali Dokter Farhan sudah membalut luka di tangan dan luka di tubuh Oktavia.
"Anak orang kau buat babak belur dasar tak punya hati kau"Dengus Farhan pada Mahendra.
"Aku tidak sekejam itu kali Hen! Aku ini orangnya lemah lembut dan penyayang ya nggak Fin!" Fino berdecak pelan dan tak menjawab pertanyaan dari Mahendra.
"Embuh" Farhan tertawa karena secara tidak langsung adik kesayangan Mahendra tidak membela kakaknya.
"Hahaha... Denger sendiri kan kau itu judes, cuek lagian siapa yang mau sama cowok dingin sepertimu? ejek Farhan.
"Kau mengejekku?" tanya Mahendra pada Farhan yang masih tidak bisa berhenti tertawa.
"Ah.... Kau ini, aku hanya bercanda. Apa itu tunangan mu? Sepertinya aku baru kali ini melihatnya" tanya Farhan pada Mahendra. Mahendra melirik Oktavia yang masih tertidur pulas.
"Sejak kapan kau sekepo ini? Bukannya kau lebih cuek dan tidak mau tau tentang siapa dan apa yang aku lakukan," ucap Mahendra yang tau jika sahabat yang satu ini tidak mau tau tentang siapapun yang dekat dengan Mahendra tapi kali ini kenapa dia seperhatian itu apalagi dengan Oktavia yang bisa di bilang orang lain.
"Aku ini perhatian dengan semua urusanmu, hanya saja aku tidak mau bertanya, tadi aku melihat tanda bulan di tangan kanannya. Wah jodohmu sudah datang ternyata tapi lukanya tidak kau kan yang melakukannya?" tanya Farhan menginterogasi.
"Sudah aku katakan kan sebelumnya sama kamu, aku tidak mungkin melukai wanita tanpa sebab. Lagi pula dia adalah calon istriku mana mungkin aku melukainya tapi aku minta resep dong" Farhan mengerutkan kening dan menaikkan salah satu alisnya.
"Resep!" Mahendra mendekatkan mulutnya ke telinga Farhan.
Farhan tertawa renyah, sedangkan Fino terkekeh melihat dua pria yang asik bisik-bisik tanpa memperdulikan keberadaan nya yang masih belum beranjak dari tempatnya.
"Apa yang mereka bicarakan?"batin Fino sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Sebelum pergi Farhan meminta agar perban Oktavia di ganti sehari sekali. Mahendra mengangguk mengerti dan mengantarkan Farhan ke depan rumah.
"Kalau ada yang bisa aku bantu lagi jangan sungkan telpon aku" ucap Farhan pergi meninggalkan kediaman Mahendra.
Malam semakin larut, Rasa kantuk pun mulai melanda Mahendra, ia membaringkan tubuhnya di kasur. Ia masih memikirkan Oktavia rasanya ia tidak ingin meninggalkan gadis itu sendirian namun nanti jika Oktavia bangun dan melihat dirinya ada di sampingnya pasti Oktavia akan semakin menghindarinya.
"Bagaimana caranya agar Oktavia mau dekat denganku, sial efek jomblo ku membuatku bingung harus melakukan apa? Ah.. atau aku tanya si Fino saja, tidak mungkin dia tidak tau mengenai kesukaan cewek" Mahendra memikirkan cara agar Oktavia mau mendekatinya, lama ia berpikir namun tidak menemukan jawaban hingga akhirnya ia merasa lelah dan tertidur.
Matahari belum juga terbit dari timur Oktavia terbangun, ia terkejut manakala ia telah berada di kamar seseorang. Tanpa pikir panjang ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar mandi, ia akan melaksanakan ibadah namun ia tidak menemukan mukena.
Ia segera melangkahkan kakinya keluar kamar, ia tidak sengaja melihat seorang wanita paruh baya sedang memasak makanan.
Belum juga melangkah, Langkahnya terhenti ketika melihat Mahendra yang sudah mengenakan peci dan sarung melangkah menuju ke suatu tempat. Mahendra yang menyadari jika Oktavia memandanginya pun tersenyum.
"Kau mau kemana? Apa kau sudah baikan?" tanya Mahendra ramah.
"Aku mau mencari mukena, dan aku juga sudah baikan" jawab Oktavia seadanya. Sebenarnya ia takut tapi ia berpikir jika ia tidak menjawab pertanyaan dari pria yang terlihat menyeramkan ini pasti dia akan dimakan bulat bulat.
"Kau mau solat?" tanya Mahendra, Oktavia mengangguk.
"Kebetulan kalau gitu, ikut aku yuk" Oktavia menggelengkan kepala takut jika pria yang baru di kenalnya sehari berbuat macam-macam.
"Jangan takut, aku tidak akan berbuat macam-macam kok, aku juga mau solat ayok kita solat berjamaah setelah itu kita makan bersama-sama," ucap Mahendra mempersilahkan Oktavia untuk jalan duluan. Mahendra melihat tangan Oktavia yang basah pasti dia berwudhu seperti biasa. Mahendra menggeleng karena wanitanya begitu tak perduli dengan kesehatannya tapi ia bangga karena mendapat wanita yang Solehah seperti Oktavia.
"Aku tidak mengerti jalannya kearah mana," ucap Oktavia. Mahendra tertawa renyah karena ia bodoh sekali menyuruh seorang wanita jalan duluan sedangkan dia saja tidak tau dimana tempat yang akan ia tuju.
"Hehe kenapa aku bisa lupa ya, ayok ikut aku" Mahendra segera menyuruh Oktavia untuk mengikutinya kesebuah ruangan. Di sana sudah ada Fino dan asisten rumah tangganya .
Oktavia berjalan dan mengambil mukena dan sajadah ia tidak memperdulikan lukanya yang masih basah. Ia takut jika Tuhannya marah karena tidak mau melaksanakan solat karena alasan sakit.
"Ternyata dia tidak seperti yang aku pikirkan"
Setelah selesai solat Mahendra pun mengambil kitab suci dan melantunkannya dengan suara indah. Oktavia meleleh mendengar Mahendra yang lancar melantunkan ayat-ayat suci Al Quran.
"Suami idaman" Batin Oktavia.
Setelah melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim Mahendra segera menarik tangan lengan Oktavia. Oktavia terkejut bukan main.
"Bik.... cepat kemari" teriak Mahendra.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Oktavia. Mahendra menyentil jidad Oktavia. Oktavia mendengus kesal.
"Kau ini bagaimana kau bisa seceroboh ini? Lihat lukamu masih basah dan kau" memandang Oktavia dengan tatapan tajam. Mahendra membuang napas kasar.
"Sudahlah" Mahendra melepaskan genggaman tangannya setelah bik Ijah sampai di hadapannya.
Mahendra pergi meninggalkan kedua wanita yang masih mematung memandanginya.
"Apa dia sedang menghawatirkan aku?" batin Oktavia yang melihat Mahendra duduk di sofa.
Bik Ijah mengobati luka Oktavia sesuai perintah tuannya. "Bik," tanya Oktavia membuka pembicaraan.
"Iya non," Bik Ijah tersenyum kearah Oktavia.
"Apa pemilik rumah ini kejam bik?" Bik Ijah tertawa renyah. Bik Ijah tak lantas menjawab dan pergi begitu saja.
"Apa yang aku tidak tau dari mereka?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 202 Episodes
Comments