Kosim berteriak bukannya di obati Kosim di introgasi anak buah suruhan Fino.
"Lepaskan! lebih baik kalian membunuhku saja," pinta Kosim, namun anak buah Fino tak menghiraukannya mereka mengikat pergelangan tangan Kosim dengan tali.
"Diam!" bentak salah satu dari mereka.
"Soal kematian mu, bos kami yang akan melakukannya. Kau hanya perlu menurut saja dan diamlah" ucap salah satu dari mereka dengan nada mengancam. Kosim tak bersuara ia bingung harus melakukan apa jika ia kabur dan anak buah dari pria itu menangkapnya dan membunuhnya bagaimana? Sedangkan anak buah dari Mahendra saja sudah sekejam ini.
.
.
.
.
"Bagaimana mungkin Kosim tertangkap, memang tidak becus dia. Membawa putrinya saja tidak bisa!" ucap Pria itu yang sudah sangat marah dengan kerja Kosim yang di nilai ceroboh dan gegabah.
"Dari informasi yang saya dapat mereka membawa Kosim pergi ke suatu tempat dengan penjagaan ketat."
"Biarkan saja," ucap Pria itu yang segera pergi dari tempat persembunyiannya.
Dia adalah Zaky pria dengan ambisi mendapatkan Oktavia karena ia tau jika Oktavia mempunyai kekuatan yang bisa membuat dirinya semakin kaya dan di takuti banyak orang termasuk para musuhnya. Namun, sekarang Oktavia sudah berada di tangan orang yang tak lain adalah Mahendra, Mahendra tidak mungkin membiarkan wanitanya di rebut oleh Zaky. Ya Zaky adalah musuh Mahendra sejak sekolah dulu.
Zaky menyelidiki latar belakang Oktavia, dan mengetahui jika Oktavia memiliki kekuatan tersembunyi yang bisa membuat musuhnya kalang kabut karenanya namun sekarang ia harus mendapatkan Oktavia bagaimana pun caranya.
Anak buah Zaky yang tau jika bosnya sampai marah pasti dia tidak segan untuk menyakiti bahkan membunuh. Jadi tidak ada yang berani mengejar bosnya apalagi menasehatinya.
Zaky pulang dengan perasaan kecewa, marah dan emosi yang akan meledak. Tidak ada yang berani memandang kepulangan Zaky para asisten rumah tangga dan satpam tidak ada yang berani mendekat. Mereka justru mencari aman dengan memasang wajah santai penuh dengan perasaan takut.
"Kenapa lagi dengan wajahmu itu kak?" tanya Silvia pada kakaknya yang memasang wajah masam.
"Tidak," dusta Zaky pada adiknya. Silvia tau jika kakaknya tengah berbohong padanya apalagi mukanya itu sudah pasti dia tengah kesal bahkan kecewa.
"Kakak...." ucap Silvia mencoba merayu kakaknya dengan bermanja-manja namun bukannya terpengaruh Zaky semakin kesal pada adiknya.
"Aku capek, mau istirahat" pekik Zaky dengan nada ketus. Zaky pun masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya. Takut jika Silvia sampai masuk ke dalam kamar dan membuat ulah seperti biasanya.
"Brengs*k.... Kenapa harus Mahendra yang mendapatkan Oktavia terlebih dahulu! Aku harus memisahkan keduanya bagaimana pun caranya,"
.
.
.
.
.
Mahendra sudah duduk seraya menyilang kan kaki dia kembali menatap Oktavia yang mematung tanpa bertanya padanya.
"Apa kau tidak apa-apa?" tanya Mahendra mencoba bertanya pada Oktavia yang terlihat masih takut padanya.
"Ah.... tidak." Jawab Oktavia seadanya.
"Apa kamu bosan berada di sini?" tanya Mahendra pada Oktavia.
"Tidak! Memangnya kenapa?" tanya Oktavia.
"Tidak! Aku hanya bertanya, jika kau bosan kan kita bisa saja pergi," Oktavia menegakkan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya ke wajah Mahendra.
"Tak bisa kah nih anak jangan menatap mataku seperti ini?"
"Kau mengajakku?" tanya Oktavia meyakinkan.
"Memang dari tadi aku berbicara pada siapa jika bukan padamu?" jelas Mahendra membuat Oktavia membulatkan mata.
"Singkirkan wajahmu itu!" dengus Mahendra menjauhkan wajahnya dari wajah Oktavia. Memang Oktavia sangat cantik sayangnya ia terlalu mudah di manfaatkan orang apalagi dia orang kampung pasti akan mudah percaya dengan bujuk rayu orang lain.
"Ada apa dengan wajahmu itu?" tanya Oktavia yang menyadari wajah Mahendra yang memerah.
Mahendra mengelak, "Aku berusaha mengelak namun wajahku tidak bisa haizz pasti dia ke pedean"
"Fino ...." teriak Mahendra melihat Fino yang akan masuk ke kamarnya.
"Ah ya mas. Ada apa?" tanya Fino yang berbalik memandang keduanya. Fino berjalan mendekati Mahendra dan Oktavia.
"Besok aku tidak akan ke kantor, aku mau liburan bersama Oktavia, seperti yang kau inginkan bukan" Fino tersenyum sedangkan Mahendra masih bersikap datar.
"Liburan!! liburan kemana?" tanya Oktavia senang.
"Terserah, sekarang kau tidur agar besok kau bisa bangun pagi" ucap Mahendra.
"Tapi bagaimana dengan tanganmu itu? Apa tidak apa-apa jika kita pergi besok sedangkan tanganmu masih terluka," Mahendra tidak menjawab. Sedangkan Oktavia merasa khawatir padanya. Lukanya saja masih belum sembuh tapi dianya memaksa liburan dasar keras kepala.
"Ini tidak apa-apa, jangan menghawatirkan ku"
"Siapa? Aku menghawatirkan mu? Aku hanya perduli bukan menghawatirkan mu, jangan geer" ucap Oktavia.
"Sama saja cuma beda tulisan." dengus Mahendra.
"Beda!"
"Sama saja"
"Beda!"
Keduanya saling beradu mulut, sedangkan Fino hanya memperhatikan perdebatan tanpa akhir keduanya sama sama tidak mau mengalah.
"Sudahlah aku malas jika berdebat denganmu!" Oktavia melangkahkan kakinya menuju kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Mahendra.
Oktavia menutup pintunya dengan keras.
Brakkkkk
Fino dan Mahendra terkejut melihat tingkah laku Oktavia, keduanya pun menggeleng.
"Hadeh..... Tuh anak" pekik Mahendra kesal.
Oktavia merebahkan tubuhnya ke kasur.
"Cie yang baru aja berdebat dengan calon suami..." ejek Khon yang sudah berada di samping tubuh Oktavia.
"Aissssss..... Kau......" dengus Oktavia merasa kesal, bukan membelanya namun Khon malah mengejeknya.
Oktavia melempar bantal ke arah Khon. Sedangkan Khon tertawa melihat tingkah konyol Oktavia, bagaimana bisa dia merasakan bantal sedangkan dia sudah lama mati ya melempar angin dong hahhaha.
"Enggak kena..." ejek Khon membuat Oktavia semakin kesal, kenapa di saat seperti ini justru Khon menjahilinya. Tidak taukah dia bahwa saat ini dia sedang sangat kesal dengan Mahendra.
"Aku tau jika kau kesal dengan Mahendra, tapi jangan membencinya ingat keselamatan mu tergantung dengan Mahendra. Di luar sana banyak orang yang mengincar mu. Kau tidak mau kan di jadikan sebagai tameng untuk orang lain. Aku melihat Mahendra tulus mencintai kamu. Hanya saja dia masih bingung dengan perasaannya." jelas Khon membuat Oktavia bangun dari kasur.
"Tameng?" tanya Oktavia tak mengerti.
"Ya tameng agar mereka bisa menguasai apa yang mereka inginkan, dengarkan aku kali ini saja. Kau harus berhati-hati dengan seseorang"
"Apa itu Fino?" tanya Oktavia ingin tau.
"Tidak, bukan Fino. Ada orang lain yang sangat berambisi padamu. Jadi kau harus berhati-hati. Tetap lah mengatakan jika kau tidak bisa apa-apa, ini demi keselamatanmu kau ingat. Jangan bongkar rahasia ini. Jika orang lain sampai mengetahuinya maka kau akan mendapat bahaya. Kau paham kan apa yang ku maksud tadi?" tanya Khon.
"Lalu bagaimana dengan ayahku? apakah dia baik-baik saja aku menghawatirkan dirinya," Khon tidak menjawab. Bagaimana caranya ia menjelaskan keadaan yang sebenarnya pada Oktavia? Pasti dia akan terkejut jika mengetahui ayahnya di siksa oleh anak buah Mahendra. Apa dia harus berbohong ya? tapi kasihan Oktavia tapi bagaimana jika ayahnya menyakitinya aissszzzx...
"Ayahmu? Bukannya kau tadi melihat dia di bawa ke mobil dan apa yang Mahendra katakan kepadamu tadi?" Oktavia sedikit lega mendengar ucapan Khon.
" Syukurlah jika ayah di bawa berobat, aku sangat menghawatirkan keselamatan ayah, hanya ayah keluargaku satu-satunya.
"Kenapa kau sangat bodoh sekali Okta! Dia ingin menjual mu dan kau hanya di permainkan olehnya dan kau menurut saja dan tidak ingin melawan. Ah lebih baik aku tidak memberi tau jika ayahnya kini sedang di hajar oleh anak buah Mahendra. Biar tau rasa tuh orang,"
"Ayahmu saja tidak menghawatirkan mu " dengus Khon kesal.
"Khon.."
"Apa? Apa kau tidak lelah dengan sikap ayahmu selama ini?" tanya Khon pada Oktavia.
"Ibu menyuruhku menghormatinya, itu pesan ibu yang terakhir." ucap Oktavia membuat Khon kesal bagaimana tidak di Kosim si*l*n itu yang telah membunuh ibunya. Atau jangan-jangan Oktavia masih belum mengetahui hal ini? Pantas saja dia menyayangi si Kosim.
" Awaaas saja aku akan membongkar kebusukan mu pada waktunya Kosim! Aku tak ingin Oktavia terluka olehmu."
.
.
.
.
.
Mata Kosim membulat ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, penjagaan di ruangan itu cukup ketat bagaiman dia bisa kabur dari tempat menakutkan ini?
Prok
prok
prok
Kosim mendengar tiga kali tepukan tangan, ia kembali mengedarkan pandangannya ke sebuah pintu yang terbuat dari kayu. ia melihat sosok pria yang ia kenal sedang berjalan menuju dirinya yang masih terikat.
"Apa kau menikmatinya?" tanya pria itu sambil menjambak rambut Kosim. pria itu terkekeh melihat Kosim kesakitan.
Jangan lupa like
Dan komen ☺️☺️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 202 Episodes
Comments