Mata Mahendra tidak lepas dari wajah Kosim, bagaimana bisa ayah kandung Oktavia tidak mempunyai bekas kasihan pada putrinya sendiri.
"Apa kau menikmatinya?" tanya Mahendra Kosim tak menjawab memandang dengan datar, ia begitu menyesal atas perbuatannya karena uang ia menjadi gelap mata.
" A....pa yang akan kau lakukan padaku?" tanya Kosim gemetaran. Bagaimana tidak wajah Mahendra begitu menyeramkan berbanding terbalik jika bersama putrinya.
"Apa kau beranggapan jika aku akan baik padamu? Kau salah besar!" tegas Mahendra membuat Kosim menelan ludah, ia tau jika pria yang ada di hadapannya tidak akan main main apalagi dengan ucapannya. Apa yang akan ia lakukan sekarang? Bagaimana pun ia tidak ingin mati konyol.
"Kau ingin di hukum seperti apa?" tanya Mahendra masih memainkan pisaunya.
Kosim menggeleng mencoba bersimpun namun ia tidak bisa melakukannya karena tangan dan kakinya masih di ikat.
"Apa kau mau hidup?" tanya Mahendra dengan nada kasarnya.
"I...i... iya..." Ucap Kosim gemetaran bagaimana pun ia ingin hidup.
Mahendra tertawa mendengar jawaban Kosim, ternyata gertakannya berhasil sebenarnya ia tidak ingin melukai ayah mertuanya ia hanya sedikit mengancamnya, bagaimana mungkin ia akan menikah jika tidak ada restu darinya. Walau pun kejam ia masih mempunyai hati apalagi Mahendra tau Kosim adalah ayah dari Oktavia. Dan Mahendra telah berjanji pada Oktavia tidak akan mencelakai ayahnya.
Kosim bingung kenapa pria di hadapannya tertawa padahal nyawanya saja di ujung tanduk.
Mahendra membuka ikatan Kosim. Para anak buah Mahendra kebingungan apa yang terjadi pada bosnya itu?
"Jangan berpikir jika aku akan melepaskan mu begitu saja. Kau harus berjanji padaku bagaimana?" Kosim memandang ragu pria yang ada di hadapannya. Sebenarnya ia tidak yakin tapi bagaimana jika ia gegabah pasti pria itu segera membunuhnya tanpa ampun.
"Janji? Apa...." Mahendra terkekeh dan membawa calon ayah mertuanya bersamanya.
.
.
.
Matahari sudah mulai menampakan sinarnya, hari ini mereka akan pergi jalan-jalan.
"Cepatlah kau mandi jangan membuatku menunggu," celetuk Mahendra pada Oktavia yang memandang sinis Mahendra memangnya apa yang akan di pakai hingga dia menunggu!
"Menunggu? Apa kau mengatakan jika aku jika berdandan lama... Gitu!" Tanya Oktavia pada Mahendra yang masih sibuk memainkan ponselnya.
"Ternyata kau pun mengakuinya... cepatlah aku tunggu di bawah ingat jangan lama" pinta Mahendra sembari menunjuk wajah Oktavia. Oktavia menepis tangan Mahendra.
"Aku bukan anak kecil ... ya sudah sana...." ucap Oktavia mengusir Mahendra yang rese padahal tadi saat dia akan melaksanakan kewajibannya sebagai umat Islam pun masih baik-baik saja. Kalau begini gimana caranya ia bisa mengerti perasaan pria itu jika sikapnya kadang baik, kadang rese, dan kadang kasar. Dan kadang bikin merinding haduh....
Mahendra masih belum beranjak dari tempatnya berdiri, Oktavia menjadi kesal di buatnya, bagaimana bisa ia bisa bersikap-siap jika dirinya saja masih mematung dan memandanginya. Nih cowok nggak peka amat perlu di usir.
Oktavia mendorong tubuh Mahendra, namun Mahendra menahannya, Oktavia menatap wajah Mahendra yang manis, ternyata benar air wudhu dapat membuat wajah bercahaya.
Tanpa sadar Oktavia masih melamunkan Mahendra, bagaimana bisa Mahendra bisa setampan ini? Rasanya gimana gitu. Jika dibiarkan begini terus bisa gila nih.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Mahendra membuyarkan lamunan Oktavia.
"Ah tidak..."
"Apa aku ini tampan? ah aku ini memang tampan buktinya saja kau memandangiku tanpa berkedip, benarkan?" tebak Mahendra.
"idih.... kepedean banget kamu," jawab Oktavia bohong.
"Jelas, banyak wanita yang nganti loh," lanjut Mahendra mencoba merayu Oktavia agar dirinya cemburu.
"Ngantri... ah benarkah....mana kok aku cemburu ya.... tapi..... bohong hahhaha...." Oktavia tertawa terbahak bahan bagaimana tidak Mahendra sangat lucu jika kepedean.
"Lebih baik kau ngaca tuh di sana..." ucap Oktavia menunjukkan kaca yang ada di sudut pintu.
"Awas saja kalau tiba-tiba ada orang yang merayu dan kau cemburu aku nggak akan tanggung jawab ok" Mahendra kepedean.
"Iya... terserah kamu... Tapi sana pergi dulu bagaimana bisa aku bersiap jika kau masih berada di sini" ucap Oktavia mendorong Mahendra untuk keluar.
"Emang kenapa? ini rumah aku ya terserah aku," ucap Mahendra menahan tawa sedangkan Oktavia kesal dibuatnya.
"Mahendra....." Mahendra terkekeh dan segera berlari keluar dari kamar Oktavia.
"Dasar cowok gila, kepedean lagi, bagaimana aku bisa bertahan dengan dia," batin Oktavia menggaruk kepalanya yang tak gatal dan sesekali.mondar mandir sebelum ia bergegas masuk ke dalam kamar mandi Mahendra pun mengetuk pintu.
Tok tok..
Oktavia menghela napas panjang dan membuka pintu.
Mahendra melempar gaun tepat di muka Oktavia.
"Jangan lupa pakai gaun itu" ucap Mahendra tanpa rasa bersalah, ia segera meninggalkan Oktavia yang masih mematung di depan pintu.
"Dasar cowok sinting!" dengus Oktavia merasa kesal karena ulah Mahendra.
Setelah selesai mandi Oktavia pun memakai gaun pemberian Mahendra, ia melihat dan melirik tak mengerti dengan selera Mahendra.
"Gamis! hahhaha di kiranya aku mau pergi ke acara hajatan apa?" Oktavia tersenyum dan sesekali melihat betapa lucunya Mahendra bukan kah jika seorang Mahendra mungkin seleranya gaun pasti kurang bahan dan dia memberiakan baju sangat tertutup, yang kurang adalah cadarnya saja hahaha.
Mahendra kembali datang ternyata benar saja ia mengenakan baju Koko dan tak lupa ia masih mengenakan sarung. Nih acaranya mau pergi hajatan beneran apa?
"Apa kamu udah siap?" tanya Mahendra lugu.
Oktavia memandang Mahendra dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Loh kok pakai gamis?" tanya Mahendra bingung.
"Dan kenapa kau malah memakai baju Koko dan sarung? apa kita mau pergi hajatan?"tanya Oktavia pada Mahendra.
"Eh....." Mahendra tersentak dan tertawa karena ia salah mengambilkan gaun tapi bagaimana pun Oktavia sangat cantik dengan gamis berwarna kuning pemberiannya.
"Bukan.... aku datang lagi untuk memberikan mu ini" menyodorkan baju biasa satu pasang stelan yang cocok untuk gadisnya.
"Haiss kenapa kau tidak memberi tahuku sebelumnya lalu kenapa kau masih memakai sarung emang mau ngapain?" Mahendra memandang tubuhnya sendiri, ternyata ia lupa mengganti pakaiannya karena tadi dia langsung mengambilkan baju Oktavia.
"Tadi.....aku mau mandi... tapi aku terkejut ternyata baju mu tertukar dengan baju bik Ijah aku sengaja membelikannya gamis ternyata kau cantik juga memakai gamis itu" jelas Mahendra.
"Owh... ini gamis sengaja buat bik Ijah? perhatian amat ?"
"Kau cemburu nih ceritanya?" tanya Mahendra mencurigai karena wajah Oktavia berubah bete.
"Apa aku cemburu? Kau jangan kegeeran " ucap Oktavia mencoba mengelak padahal dalam hatinya memang benar ia cemburu hanya karena baju.
"Ya udah kau ganti baju sana... aku mau mandi" Mahendra segera pergi ke kamarnya.
" Nih cowok kenapa coba? Tapi kenapa aku jadi sebal gini sih, padahal cuma gara-gara gamis? apa aku udah.... Ah enggak! Aku enggak boleh sampai jatuh cinta beneran apalagi sama dia. Dia ajah orangnya ngeselin gitu Ais..."
Setelah beberapa saat Mahendra sudah keluar dari kamarnya, ia memakai baju santai begitu pun Oktavia.
"Kita pergi sekarang!" ucap Mahendra berjalan meninggalkan Oktavia.
..."Nih cowok kagak peka amat!"...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 202 Episodes
Comments