Mulut Oktavia masih terbuka lebar, Mahendra tersenyum melihat wajah Oktavia yang sangat lucu karena melihatnya.
"Apa kau akan terus melihatku dengan ekspresi lucu itu?" Tanya Mahendra membuat Oktavia tersadar dan langsung duduk di sofa.
"Apa kau sengaja membuat ku jadi memikirkan hal yang tak seharusnya aku pikirkan? Jauhkan wajahmu itu!"Pinta Oktavia membuat Mahendra semakin mendekati wajah Oktavia.
"Posisi macam apa ini?"
Sekarang posisi mereka sangat amat dekat bahkan bisa di bilang posisi yang pas untuk melakukan ciuman.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Oktavia mencoba mendorong tubuh Mahendra yang semakin dekat dengannya. Mahendra tidak memperdulikan ucapan Oktavia. Oktavia sedikit takut dengan Mahendra yang bisa saja ia dengan mudah mencium dirinya.
"Kenapa dia semakin dekat sih, apa yang akan dia lakukan?" Kini mata mereka saling beradu. Mahendra membelai rambut Oktavia.
"Dia mau apa?" Oktavia memejamkan matanya. Mahendra Oktavia yang sudah salah tingkah itu semakin mengerjainya.
"Ternyata dia cantik juga jika seperti ini?"
Mahendra berdiri dan meninggalkan Oktavia di kamarnya. Ia tau bahwa Oktavia pasti berpikir macam-macam padanya.
Oktavia membuka matanya dan tak melihat Mahendra, Mahendra pergi tanpa sepengetahuan Oktavia.
"Jika seperti ini terus, yang ada senam jantung namanya, tega amat sih dia mempermainkan ku seperti ini. Eh tapi kenapa aku jadi ngarep gini sih, sadar Oktavia kalian belum muhrim. Bisa gila aku..." Batin Oktavia yang segera membenarkan posisi duduknya.
Tiba tiba pintunya sedikit terbuka.
Krit.....
"Sut.... sut.... sini" ucap Fino dari balik pintu. Fino melambaikan tangan, Oktavia terkekeh melihat tingkah adik Mahendra.
"Sedang apa dia disana?"
"Sut.... Okta, Sini" ucap Fino sambil melirik ke dalam kamar Oktavia. Ia takut jika ia asal masuk maka mahluk yang tadi datang lagi.
"Apa sedang kau lakukan?" tanya Oktavia. Fino tak langsung membuka lebar pintu, ia hanya memperlihatkan kepalanya saja. Ia sangat waspada kali ini.
"Sini...." Oktavia melangkah menuju Fino yang tidak mau beranjak dari balik pintu.
"Kenapa kau tidak langsung masuk?" tanya Oktavia pada Fino.
"Ah.. itu masalahnya "ucap Fino tali ini dengan sedikit mendorong pintu. Fino menggaruk kepalanya yang tak gatal dan sesekali mengedarkan pandangannya kearah kamar Oktavia, ia takut jika makhluk itu kembali.
"Apa?"
"Aku takut" jawabnya dengan berbisik.
"hah.... Apa aku tidak dengar?"
Fino sedikit kesal karena Oktavia tidak mendengar ucapannya padahal ia telah mengumpulkan banyak tenaga hanya untuk mengucapkan hal itu.
"Aku takut"ucap Fino pelan. Oktavia segera melangkah, Oktavia membawa Fino menuju ruang depan, ia juga mencari pria itu kenapa dia tidak ada padahal hari masih sangat pagi.
"Kenapa kau ke kamarku? Dan kenapa dengan wajahmu itu?" tanya Oktavia yang melihat keringat yang sudah mengalir di pelipis Fino.
"Aku ingin mengatakan jika Kak Mahendra sedang keluar mungkin sore baru pulang" ucap Fino lega.
"Kemana?" tanya Oktavia yang melihat Fino menenteng tas.
"Aku harus bekerja, kau tidak apa-apa kan jika sendirian ? Nanti jika kau membutuhkan sesuatu bilang saja sama bik Ijah. Ok , aku berangkat duluan, sampai jumpa nanti malam" Oktavia di tinggalkan seorang diri.
Entah kenapa rasanya Mahendra menghindari dirinya apa jangan-jangan gara gara tadi pagi? Ada apa dengannya.
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Mahendra masih sibuk dengan berkas-berkas yang menumpuk, ia memijat pelipisnya. Bagaimana pekerjaannya bisa selesai jika tidak ada orang yang membantunya. Mahendra berdiri dan memandang kearah luar jendela. ia memikirkan Oktavia yang di rumah sendiri sebenarnya ia ingin menemuinya saat berangkat, namun ia malu apalagi jika mengingat kejadian pagi tadi. Hampir saja ia mencium Oktavia.
"Apa tidak apa-apa jika aku mendekatinya? aku hanya takut jika dia sampai di ambil oleh mahluk itu. Aku tak akan pernah bisa melihatnya lagi. Apa aku mencoba menjauh untuk beberapa saat?"
"Mas!, lagi miker opo toh?" Tanya Fino yang sudah duduk.
"Sejak kapan kau ada disini?" tanya Mahendra dengan mengerutkan kening.
" Kawet mau mas, emange mas gi miker no opo to kok serius tenan?" tanya Fino
"Aku hanya memikirkan apa jika sebaiknya aku menghindarinya dulu, aku takut jika mahluk itu datang untuk membunuh dirinya. kau tau kan jika aku sangat menyayangi.
"Apa itu ide yang bagus kak?" tanya Fino. Mahendra melupakan sesuatu jika ia semakin menghindar dari Oktavia maka pamannya bisa saja dengan mudah mencelakainya.
Mahendra tak menjawab pertanyaan dari adiknya dan menyuruh Fino untuk pergi untuk menyelesaikan tugas yang belum selesai.
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
"Bagaimana Nyai, kenapa tidak ada kabar dari mereka apa kau sedang mempermainkan aku?" Hendru mendengus kesal karena Nyai Hitam seperti tidak melakukan apapun kepada Mahendra. Apakah penyihir ini sedang mempermainkannya?.
"Sabar, aku mencari kelemahan dirinya, andai saja wanita itu tak ada di sana maka aku dengan mudah dapat mengalahkannya.
"Apakah tidak ada cara lain Nyai kan penyihir terkenal menyingkirkan dia apa susahnya?" Nyai Hitam terkekeh. Hendru seperti tidak menganggapnya padahal selama ini ia telah berusaha sekuat tenaga dan mengerahkan segala cara agar tujuannya terpenuhi tapi Hendru dengan gamblangnya mengatakan jika dirinya tidak bisa menyingkirkan pria itu, sepertinya orang ini meremehkan diriku?.
Mahendra sudah pulang dari kantor, wajahnya sangat datar, tatapan matanya pun kosong entah apa yang telah terjadi padanya. Mahendra melangkahkan kakinya menuju dapur dan mengambil pisau. Ia memandang pisau itu dan sesekali tersenyum. Mahendra segera menyimpan pisau itu di dalam tas miliknya. ia berjalan menuju kamar yang bersebelahan dengan Oktavia.
Ia memandang pintu kamar Oktavia. Mata Oktavia menjadi tajam.
"Bunuh dia"
Mahendra tersadar ia bingung apa yang sedang ia lakukan di depan kamar Oktavia.
"Nih otak mikirnya apa sih, sekarang kau harus mengerjakan pekerjaanmu. Jangan ganggu dia, ok. Kau harus menghindarinya beberapa waktu ke depan. jadi tahanlah dirimu. Tahan!" Mahendra segera masuk ke kamar dan mengunci pintunya rapat. Hari ini seperti ada yang salah dengan dirinya?.
Di kamar Oktavia
Khon tiba-tiba datang dan mencoba mengatakan jika Mahendra mungkin dalam bahaya.
"Kenapa kau datang? Ada apa?" tanya Oktavia yang melihat Khon yang memandang matanya tajam. Pasti ada sesuatu yang penting sampai-sampai belum juga ia memanggilnya eh dianya nongol duluan.
"Kau harus mendekati Mahendra" bibir Oktavia manyun, alisnya sedikit terangkat. Apa yang Khon coba jelaskan?
"Mencoba mendekati, hey.... dia kan sudah dewasa lagian apa untungnya aku mendekatinya, aku tidak mau di cap sebagai wanita murahan"pekik Oktavia tak di sambut baik oleh Khon. Khon memutari tubuh Oktavia yang masih tidak mengerti jika Oktavia adalah tameng untuk melindungi Mahendra.
kenapa nih manusia gak peka banget sih!
"Ini bukan soal murahan atau apa ini menyangkut nyawa seseorang. Kau ini janganlah berpikir dangkal. Kau mau kan membantu orang lain ya turuti saja ucapanku. Kau tidak ingin di Fino jadi sebatang kara bukan?"
"Alasannya apa? Dan apa untungnya buatku?"
"Kalau aku jadi manusia udah aku jitak deh" dengus Khon "Kenapa kau begitu khawatir padanya ah..... aku tau apa kau mau meninggalkan aku dan bersama dengan dia" Khon bingung kenapa Oktavia malah berpikir jika dia akan meninggalkannya padahal niatnya kan baik mau menolong Mahendra.
"Kenapa nih anak salah ngartiin perkataan ku terus sih, ah dasar"
"Kenapa kau masih belum ngerti juga sih, denger baik baik, denger nih aku tidak akan meninggal kan dirimu, aku hanya...." ucap Khon yang bingung harus menjelaskan apa kepada Oktavia.
"Nah, enggak bisa jawab kan! Udah deh kalau itu yang ingin kau jelaskan lebih baik" belum sempat Oktavia menyelesaikan ucapannya Khon pun sudah menghilang dari hadapannya.
"Dia kenapa coba?" tanya Oktavia tidak mengerti dengan Khon.
"Apa akan terjadi sesuatu pada Mahendra?, tauk ah...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 202 Episodes
Comments