Mahendra menatap langit malam, dia sangat bahagia karena bisa bertemu dengan Silla orang yang sangat ia sayangi.
"Aku akan selalu menjagamu..." Mahendra tersenyum mendengar ucapan Silla.
"Aku...."
"Kenapa apa ada yang membuatmu resah?" Tanya Silla mencoba mencari tahu.
"Tidak.... akhirnya aku bisa bersamamu lagi" ucap Mahendra memeluk Silla erat.
"Apa kau cintaku?" tanya Silla pada Mahendra.
"Kau masih bertanya hal itu bukannya kau pun sudah tau apa jawabanku?" Silla tersenyum simpul.
"Iya..... aku sudah tau tapi sepertinya hatimu sudah di isi oleh orang lain selain aku. iya kan?" tanya Silla membuat Mahendra bingung.
"Siapa? Aku hanya sayang dan mencintaimu saja!" ucap Mahendra.
"Lalu kenapa kau membunuhku?" tanya Silla pada Mahendra. Mahendra bingung harus menjelaskan apa.
"Mengapa kau membunuhku?" Mahendra memejamkan matanya. Menutup telinga dengan kedua tangannya.
"Aku tidak membunuhmu..."
"Kenapa kau membunuhku..."
"Kenapa kau membunuhku..."
"Kenapa kau membunuhku..."
Keringat Mahendra bercucuran ternyata mimpi itu datang lagi. Mimpi buruk Mahendra kembali datang. Ia menarik napas dan mencoba menenangkan dirinya.
Oktavia merasa kesal bagaimana bisa Mahendra tidak perhatian padanya, kenapa dia berlalu meninggalakan dirinya. Oktavia sudah berada di dalam mobil melihat Mahendra yang menyenderkan kepalanya ke kursi. Matanya terpejam entah apa yang membuatnya tidak bahagia, sesekali Oktavia memandang luka yang nampak masih basah.
Ternyata Mahendra tidak memperhatikan dirinya sampai sampai lukanya saja di biarkan begitu saja dan tidak di obati.
"Kenapa kau tidak memperhatikan dirimu sendiri sih cowok rese!"
Mahendra membuka matanya dan berkata,
"Ngapain? Naksir?" tanya Mahendra ketus.
"Apa? naksir sama kamu idih ogah," ucap Oktavia.
"Jalan pak," ucap Mahendra pada supir pribadinya. Ia sengaja memperkerjakan supir pribadi karena tangannya masih terasa sakit jika ia mengemudi.
Oktavia memandang ke arah kaca mobil yang tertutup, ternyata ini lah kota, kota yang selama ini ia impikan, bangunan yang tinggi, banyak mobil yang berlalu lalang tidak seperti di desa yang mungkin dia akan melihat sekawanan kerbau yang sedang mandi di sungai.
Mahendra melirik Oktavia yang senyum-senyum tidak jelas. Apakah ini pertama kalinya ia jalan-jalan di kota? Wajahnya sangat lucu.
"Berapa lama lagi kita akan sampai di tujuan pak?" tanya Mahendra paa sopir pribadinya.
"Setengah jam lagi tuan" jawab sopirnya.
Mendengar ucapan itu Mahendra memejamkan matanya dan menyulangkan tangannya. Sedangkan Oktavia masih menikmati suasana jalan raya yang ramai.
"Kau tau..." ucap Oktavia pada Mahendra.
"Apa?" tanya Mahendra masih menutup matanya tak menghiraukan Oktavia.
"Ketus amat sih," ucap Oktavia nyengir kuda.
"Terserah aku, mulut- mulut siapa?" tanya Mahendra dengan nada datar dan terkesan sangat dingin.
"Kok ada orang yang dingin dan masa bodoh seperti mu sih?" tanya Oktavia pada Mahendra.
"Aku hanya menjaga hati seseorang saja. Lagian kenapa kau perduli?" posisi Mahendra tidak berubah hanya saja posisi duduk Oktavia yang berubah, ia memandang wajah Mahendra namun Mahendra tidak memperdulikannya.
"Hati seseorang? Siapa?" tanya Oktavia.
"Pastilah kamu siapa lagi, ah sudah jangan ganggu aku aku mau tidur" ucap Mahendra membuat Oktavia tidak begitu saja mempercayainya. Bagaimana bisa dia percaya sedangkan hati Mahendra saja berubah-ubah layaknya sebuah musim.
Tidak ada suara dari Oktavia ternyata Oktavia masih menikmati suasana dari balik kaca mobil.
"Hey... aku mau bertanya sama kamu..." ucap Oktavia pada Mahendra.
"Tanya apa lagi...." pekik Mahendra yang merasa kesal karena dari tadi Oktavia tidak berhenti menghujaninya dengan pertanyaan.
"Jika aku tiba tiba pergi dan tak kembali bagaimana?" tanya Oktavia.
"Aku pasti akan mencari mu," ucap Mahendra dengan nada datar.
"Aku pernah bermimpi bertemu dengan ibuku di sebuah danau yang indah ibuku mengajakku namun aku meminta persetujuan darimu jika kau mengizinkanku pergi maka aku akan pergi," Mahendra tidak memperdulikan ucapan konyol Oktavia. Yang ia pikirkan hanyalah bagaimana caranya ia bisa lepas dari kutukan ini. Bagaimana caranya dia mencintai Oktavia jika dia sendiri masih kebingungan dengan perasaannya sendiri.
"Jika kau mati ya pasti kamu termasuk deretan para wanita yang sama-sama terkena pengaruh dari diriku. Maka dari itu menjauhkan dan jangan menatapku seperti itu" dengus Mahendra yang merasa sangat emosi. Bagaimana tidak ia tau jika Oktavia memperhatikan dari awal perjalanan.
"Ah berarti kau pun merelakan aku kan? Ok aku sudah mendapatkan jawaban darimu" Oktavia diam. Bagaimana caranya ia bisa meyakinkan pria rese ini jika perkataannya tadi sangat amat serius.
.
.
.
"Apa ibumu datang ke dalam mimpi mu?" Oktavia mengangguk.
"Lalu ibumu bilang apa?" tanya Khon penasaran.
"Ibu memintaku untuk ikut bersamanya," Khon menggeleng bagaimana bisa Oktavia bermimpi seperti itu jangan sampai itu sebuah tanda jika Oktavia batas waktunya tinggal sedikit.
"Lalu..."
"Aku meminta waktu apalagi kan kau tau sendiri jika empat bulan purnama si rese itu tidak menikahiku maka aku akan lenyap karena kau pun tau aku pun terkena sihir oleh"
"Jangan.... aku tidak bisa melihatmu mati begitu saja," ucap Khon yang tidak rela jika Oktavia meninggalakan dirinya.
"Dan masih ada empat bulan purnama lagi bukan?" tanya Oktavia mencoba tegar.
"Jangan bicara begitu. itu artinya tinggal empat bulan lagi... Ah... dimana aku harus mencari jodohmu itu?" tanya Khon panik.
"Entah!" jawab Oktavia seadanya. Ia pun sangat pasrah jikalau ia harus meninggalkan dunia ini. Sedangkan Khon dibuat pusing sendiri bagaimana dia bisa menolong Oktavia.
"Aku merindukan ibuku." ucap Oktavia tanpa sadar menjatuhkan air matanya.
Tanpa sadar tinggal dua purnama lagi, apa yang akan terjadi jika Mahendra masih tidak mencintainya? Bagaimana caranya Mahendra mencintainya jika Mahendra saja masih tidak memperdulikannya.
Mobil yang di tumpangi Oktavia dan Mahendra pun berhenti.
"Kenapa berhenti pak?" tanya Mahendra penasaran.
"Ada yang menghadang kita tuan," ucap sopirnya sambil memandang beberapa orang yang menggunakan senjata pistol di tangan kanan mereka.
"Mereka membawa senjata tuan,"
Dor
Suara tembakan itu begitu keras hingga memecahkan kaca mobil milik Mahendra.
"Sial....Siapa yang berani-berani menghadang liburanku?" dengus Mahendra.
Beberapa dari mereka segera mengepung mobil Mahendra. Sopir Mahendra terlihat ketakutan sedangkan Mahendra bersikap dingin dan tak gentar apalagi mereka hanya penjahat kelas teri yang mainnya keroyokan.
Salah satu dari mereka memaksa sopirnya untuk keluar, saat akan mengambil alih mobil Mahendra dengan sigap memukul kepala penjahat itu dan membawa paksa keluar. Mahendra tidak tau jika Oktavia pun sudah berada di tangan mereka. Oktavia pun jadi sandraan dan sopirnya sudah babak belur di hajar oleh mereka.
Mahendra memukuli pria yang dengan sengaja ingin mengambil alih mobilnya.
"Stop!" ucap salah satu dari mereka, Mahendra berbalik arah ia menyadari bahwa Oktavia masih ada di dalam mobil bagaimana dengan kondisinya sekarang?
"Apa masih akan memukuli teman kami setelah wanita ini sudah berada di tangan kami, apa kau ingin melihat wanita yang ada di hadapanmu ini mati di tangan kami?" Mahendra berdecak pelan.
"Lepaskan wanitaku...." ucap Mahendra datar.
"Selangkah lagi kau maju, maka wanita mu ini akan mati," gertak penjahat dengan mengarahkan pistolnya di kepala Oktavia.
"Jangan memperdulikan aku, larilah" teriak Oktavia namun Mahendra tidak memperdulikannya. Mahendra terus saja melangkah salah satu dari mereka yang menjadikan Oktavia sebagai tameng pun mundur.
"Stop! apa kau mau melihat wanita mu ini mati di hadapanmu?" tanya penjahat itu lagi.
Mahendra tidak memperdulikan hal itu, yang ia pikirkan bagaimana caranya dia bisa menyelamatkan Oktavia. Jika terjadi sesuatu pada Oktavia pasti dia akan menyalahkan dirinya sendiri.
Mahendra berlari pria itu mengarahkan pistolnya ke Mahendra.
Dor
Suara tembakan itu sangat keras namun tidak berhasil mengenai Mahendra, Oktavia yang memejamkan mata karena takut pun dapat bernapas lega setidaknya Mahendra tidak apa-apa. Mahendra sekarang sudah berada tepat di hadapan penjahat itu, ia segera menendang pistol yang di pegang oleh penjahat itu. Pistol itu terlempar jauh.
Penjahat yang mulai emosi pun segera menyerang Mahendra, dan Mahendra dengan mudahnya dapat mengalahkan mereka semua. Namun Mahendra tidak tau jika masih ada satu orang yang mengincar dirinya.
Dia bersembunyi di suatu tempat yang memudahkan dirinya untuk menembak Mahendra.
Mata Oktavia sangat tajam, ia segera berlari memeluk Mahendra. Mahendra terlihat biasa saja dan merasa risih karena Oktavia menempel padanya.
Dor
Suara tembakan itu terdengar lagi, Mahendra merasa ada sesuatu yang mengenai Oktavia.
Mahendra tertegun dan merasa tidak percaya, Oktavia mengorbankan dirinya demi orang sepertinya. Mata Mahendra memerah air matanya jatuh berlinangan. Mulutnya menggangga melihat Oktavia yang bersimbah darah tepat di hadapannya. Mahendra memeluk tubuh Oktavia yang sudah lemah apalagi darah masih mengalir dari dalam tubuhnya. Kejadian beberapa tahun lalu terulang lagi tapi kali ini dia yang bodoh kenapa dia tidak peka dan justru menjauhinya.
Jangan lupa like❤️
dan komen ☺️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 202 Episodes
Comments