Bulu kuduk Fino berdiri, wajahnya jadi pucat, bagaimana bisa lagi-lagi dia di kerjain hantu tapi kenapa hantu mau menolong dan memberi tahu dirinya mengenai Mahendra apa jangan-jangan hantu itu suka pada Mahendra atau dia adalah penjaga Mahendra lalu kenapa dia justru tak ingin Mahendra mempunyai kekasih kan aneh.
Fino masih setia menunggu kakaknya siuman, ia merasa bersalah karena dengan sengaja mendorong tubuh kakaknya hingga terbentur tembok.
"Siapa lagi yang dengan sengaja menyamar sebagai Farhan apa jangan-jangan dia?" Fino masih menerka-nerka siapa yang tengah menyerupai Farhan
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Oktavia memandang tajam Khon yang terlihat tertawa karena berhasil mengerjai Fino yang nampak ketakutan karena perbuatannya.
"Ketawa.... Aku tau kau kan yang tadi menyamar menjadi Farhan?" Khon mengulun senyuman karena Oktavia sudah mengetahui jika yang tadi menyamar sebagai Farhan adalah Khon.
"Hehe..... Aku cuma ingin menolong saja, aku tidak berniat buruk kok." ucap Khon memasang senyuman yang paling manis.
"Aku tau itu, tapi bagaimana jika si Fino menyadarinya, apa dia akan semakin ketakutan, karena ulah mu tadi pagi saja sangat takut masuk ke kamar ku padahal tidak ada apapun yang akan terjadi di sini."
"Peffff..." Khon menutup mulutnya menahan tawa. Apa jadinya kalau si Fino di kerjain setiap hari pasti akan menyenangkan.
"Apa? Coba katakan lagi" pinta Oktavia namun Khon tidak mau mengulangi ucapannya.
"Lain kali jangan di ulangi lagi. Aku kasihan melihatnya ketakutan, dia hanya manusia biasa yang tidak peka terhadap mu, jangan kau buat dia peka, atau jangan-jangan kau mencari teman bermain?" Khon tidak menjawab dan mengangguk tanda membenarkan.
"Iya..... Aku bosan, di sini gak ada yang diajakin bermain, aku jahilin dia lagi boleh, boleh kan... aku janji tidak akan menyakitinya..." ucap Khon dengan mata memelas.
Oktavia tidak tega melihat Khon memang usianya sudah ratusan bahkan ribuan taun tapi sikapnya itu masih seperti anak usia lima tahun, jadi harus ekstra sabar menghadapinya.
"Khon .... Walau aku melarang pasti dia berulah lagi.... tapi kenapa aku tidak bertanya sesuatu...padanya ah nanti saja lah" Oktavia merebahkan tubuhnya ke kasur dan memejamkan matanya. Sebenarnya ia tidak tidur hanya saja pura-pura tidur.
Mahendra membuka perlahan matanya dan merasa tubuhnya sangat sakit apalagi di bagian kepala, rasanya seperti dia telah dengan sengaja membenturkan kepala ke dinding.
"Kakak sudah sadar?" tanya Fino dengan ketus, Mahendra yang melihat Fino yang sepertinya akan memarahinya tapi kenapa ? Apa yang telah ia lakukan padanya hingga dia seperti merasa ada yang aneh pada adiknya.
"Kau kenapa?" tanya Mahendra yang tidak mengerti apa yang telah ia lakukan walau itu pun bukan dia yang melakukannya tapi suruhan seseorang yang dengan sengaja ingin membunuh Oktavia dengan begitu Mahendra pasti akan mati.
.
.
.
.
"Sial, siapa yang telah menggagalkan rencana ku?,"
.
.
.
.
Fino tidak berbicara membuat Mahendra semakin yakin jika ada sesuatu yang Fino sembunyikan.
"Kau kenapa? Kenapa kau melihatku seperti itu memangnya ada apa?" tanya Mahendra.
"Apa kakak tidak sadar dengan perbuatan kakak tadi?," tanya Fino.
"Tadi? bukannya ini masih pagi tadi kapan, kenapa kau masih duduk disini cepatlah kau ganti pakaianmu dan cepat pergi ke kantor"
"Kakak ini sedang ngelindur atau pura-pura tidak sadar?Ini sudah sore! lebih baik kakak solat nanti aku jelaskan apa yang terjadi." jelas Fino mencoba mengalihkan pembicaraan ia ragu menjelaskan pada Kakaknya jika Mahendra ingin mencelakai Oktavia sama seperti para mantan-mantan Mahendra yang lain. Mati di tangan Mahendra.
Itu alasan utama mengapa Mahendra lebih memilih untuk bersikap dingin dan kasar pada para wanita termasuk Oktavia. Awalnya Mahendra mencoba menghindari Oktavia karena takut jika melukai Oktavia tapi sayangnya perkiraan Mahendra salah, ia semakin membuat penyihir itu dengan mudahnya mencelakai Oktavia.
Setelah melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim Mahendra mencari keberadaan adiknya.
Matahari telah terbenam dan suasana pun berubah, bulan seakan tersenyum ke arah Mahendra. Mahendra tersenyum membalas senyuman bulan yang sangat terang.
"Sebenarnya apa yang Fino coba jelaskan padaku, kenapa semakin aku berpikir semakin aku tidak mengerti, memangnya apa yang sedang terjadi padaku, semoga kejadian beberapa waktu lalu tidak terjadi lagi." Mata Mahendra terpejam, sesekali Mahendra menghembuskan napas kasar.
"Mas...." Fino duduk bersebelahan dengan Mahendra. Ia pun memandang bulan sama seperti Mahendra.
"Apa yang ingin kau katakan tadi?" Masih memandang bulan.
"Kau lagi dan lagi mengecewakan adikmu ini mas!" Mahendra melirik Fino. Fino masih memandang bulan.
"Maksudmu opo? ngecewakno awakmu?" tanya Mahendra.
"Sedikit lagi mas hampir saja membunuh Oktavia dengan tangan mas sendiri, aku sampai bingung padahal Oktavia ada di rumah tapi mengapa tidak ada reaksi apakah Sekar membohongi ku. Apa aku yang masih belum mengerti tentang apa yang Sekar coba jelaskan" ucap Fino membuat Mahendra yang tadinya biasa saja menjadi panik.
"Apa? Apa yang kau katakan tadi? Mas mencoba membunuhnya ? Bukankah kata Sekar jika Oktavia ada di dekatku tidak akan terjadi sesuatu, atau di dekatku bukan artian yang sebenarnya apa mungkin aku harus menempel terus dengannya walaupun kita serumah?"
"Mungkin mas, mungkin itu yang Sekar coba katakan tapi akunya aja yang bodoh tidak memahaminya."
"Kita buktikan saja mas, coba mas dekati saja Oktavia."
"Aku tidak ingin membuatnya tertekan melihatku, apalagi tadi aku mencoba untuk mendekatinya. Lalu apa yang harus aku lakukan aku tidak ingin menyakitinya" Mahendra memandang Fino.
"Lalu apa yang terjadi jika kau tidak mau mendekatinya dan terus menghindarinya apa kau ingin melihat kematian Oktavia tepat di depan matamu? Apakah begitu? Apa itu yang mas inginkan" lanjut Fino mencoba meyakinkan kakaknya untuk tidak mengindari Oktavia hanya karena tidak ingin menyakitinya.
"Tidak.... Aku tidak ingin melihatnya mati" jawab Mahendra.
"Mas......"
"Ok biar aku coba.... Tapi tidak janji ok"ucap Mahendra dengan nada ketus.
Fino terkekeh melihat tingkah Mahendra bukannya belajar menjadi bucin dianya makin dingin dan gak peka dasar Mahendra. Romantis dikit kenapa coba? Bagaimana caranya wanita bisa nyaman jika sifatnya saja berubah jadi es batu lagi, kemarin aja sudah mendingan sudah perhatian eh kok kambuh lagi.
"Jika sikap mas gitu yang ada Oktavinya kabur? wanita itu ingin di perhatiin bukannya di cuekin kayak masnya ini" ucap Fino namun Mahendra tidak mau mendengarkan.
"Terserah aku lah, mau aku cuek kek enggak kek, terserah aku" Mahendra berdiri dan meninggalkan Fino yang masih duduk dengan memandangi gemerlip bintang yang bertaburan di langit.
Fino seakan tidak mengerti dengan masnya itu, di beritahu bukannya mendengarkan tapi di kacangin.
"Bener bener due mas siji ae di kandang angil e poll, kali kali nurut karo aku ngopo? Piye carane duwe cah wedok seng perhatian cae wae perhatian wae ora opo maneh peka. Hadeh Yo Yo ndue mas kok nek di ator gak tau gelem. Ngeniki njlok di dudoi drakor ben rodok romantis. Gak anyep koyok es batu." ucap Fino dengan logat jawanya.
**Maaf karena enggak ada adegan romantis, enggak bisa bersikap romantis nih 🤭
Salam kenal dari Pati Jawa tengah ☺️
jangan lupa like dan tinggalkan komen ☺️☺️❤️❤️❤️**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 202 Episodes
Comments