"Ternyata kalian ada di sini rupanya," Anna menghampiri anak buahnya yang sedang berbincang-bincang santai.
"Sekarang, kan waktunya makan siang. Nona Girdadez tidak menyadarinya?" Anna menepuk jidatnya sendiri. Bahkan ia lupa waktu gara-gara pekerjaannya yang super sibuk ini.
Baru dibuka kantor pos sejak 4 hari yang lalu, tetapi masih banyak orang yang berbondong-bondong membayar jasa kirim surat maupun jasa menulis surat karena masih banyak orang yang belum bisa menulis seperti para bangsawan maupun orang kaya.
"Duduklah... Untung saja waktu istirahat masih lama," Anna duduk bersama rekan-rekan lainnya.
"Yang lainnya masih belum kembali?"
"Belum. Sepertinya mereka masih ngantar surat," jawab Alda kemudian.
Salah satu dari 3 penulis surat itu. Alda, seorang perempuan manis namun pendiam ini berasal dari Gurtash District, sebuah distrik tenpat Lucy tinggal.
"Gimana kerja kalian? Ada hambatan?" tanya Anna mengecek kondisi para pegawainya.
"Seperti kemarin, banyak yang datang ke sini," Anna menghela nafas panjang. Beginilah kalau suatu toko baru buka, mereka pasti pada berbondong-bondong penasaran atau pingin tau seperti apa sih jasa pengiriman kali ini.
Anna tidak berekspetasi kalau sebanyak itu orang datang. Dan juga yang kerja cuman 10 orang termasuk dirinya.
"Aku kembali!!" seru seorang perempuan dengan suara cempreng menghampiri keempat orang tersebut.
"Ehh... Ada bos."
"Gimana kerjamu, Cila?" Cila langsung menggaruk pipinya yang tidak gatal.
"Tadi aku sampai ngirim surat dengan alamat yang salah," mereka semuanya langsung menghela nafas panjang.
Mereka tidak kaget kalau Cila melakukan hal yang ceroboh. Padahal Anna sudah kasih peta dengan penjelasan yang lengkap dan tata letak yang jelas sekali.
"Tapi tenang kok... Aku tidak sampai meyerahkan suratnya ke orang yang salah. Baru mau ngetuk pintu langsung teringat kalau rumah yang dituju salah."
"Ya tetap saja, Cila..." ujar Kinar sambil berkacak pinggang. Kinar, penulis surat paling tua dari semua para pegawai di kantor ini. Bahkan Anna saja masih muda dari Kinar.
Sebelum kerja sebagai penulis surat, Kinar sempat kerja sebagai pramusaji di sebuah bar terkenal.
"Ngomong-ngomong... Dimana Tuan Firlutz?" Ahh... Mereka hampir saja melupakan si akuntan itu.
"Dia sibuk dengan keuangan perusahaan kita," Anna menjawab sambil mengemil cemilan yang sudah di sediakan di meja.
"Tuan Firlutz? Siapa dia?" tanya Cila tiba-tiba.
"Ah... Aku baru ingat. Cuman kamu yang belum kenal sama dia," Kinar baru menyadari kalau Cila belum bertemu dengan si akuntan itu.
"Dia akuntan kita. Mungkin kamu belum bertemu karena dia selalu sibuk di tempat kerjanya."
"Boleh aku ke sana?" tanya Cila dengan polosnya.
"Kalau kamu ke sana, ujung-ujungnya kamu di usir sama dia," balas Yuna kemudian. Cila langsung cemberut dan menyilangkan kedua tangannya dengan kesal.
"Para lelaki di sini tidak seru."
"Yang seru seperti apa, Cila?"
"Seperti Tuan Hourmant!!" Mereka berempat langsung diam dan sibuk dengan kesibukan masing-masing.
"Ngomong-ngomong... Tuan Hourmant sudah melakukan kampanye, ya?"
"Iya. Dan juga Tuan Hourmant benar-benar melakukan kampanye besar-besaran sampai ujung Kerajaan."
"Aku penasaran... Kenapa Tuan Hourmant se-ambius begitu, ya?" Anna yang mendengar percakapan anak buahnya hanya diam saja.
Bersamaan itu Justin dan Henry datang setelah mengantarkan surat ke penerima. "Kamu sudah mengantarkan surat, Cila?"
Cila menoleh ke arah dua pria yang sedang berdiri tersebut. "Sudah lah... Emangnya kalian. Kalian lambat sekali."
Justin hanya menghela nafas panjang, sementara Henry berkata, "Kita walaupun lambat, kita bisa mengantarkan surat dengan alamat yang benar. Kamu? Selalu salah alamat."
"Udah, udah... Kalian baru kerja beberapa hari sudah ngajak ribut," ucap Anna menengahi mereka berdua.
Henry Olferd, salah satu pengantar surat yang sama dengan Justin maupun Cila. Berbeda dengan Justin yang serba pendiam dan tertutup, Henry lebih ke cerewet dan suka ngelawak.
Usianya sepentara dengan Frans. Mungkin kalau lelaki itu ada di sini, dia bisa akrab dengan Henry yang sama-sama extrovert.
"Kulihat sudah banyak poster-poster yang mereka berdua."
"Wah... Persaingan semakin ketat, ya..."
"Bos... Bos pilih siapa?" tanya Cila dengan suara cemprengnya.
"Ergghh itu..."
"Bisa aja bos pilih Tuan Hourrmant. Secara mereka saling kenal," balas Yuna tiba-tiba.
"Bisa aja Pangeran Ben. Bukankah Nona Girdadez punya hubungan dengan beliau," dan perselisihan antar karyawan langsung naik.
Anna hanya diam saja sambil speechless. Kalau masalah pilih, tentu saja Frans secara ini misinya buat bisa pulang.
Kiran melihat jam dinding yang menujukkan waktu istirahat sudah habis. "Baiklah... Waktunya kita kembali kerja."
"Ya ampun... Baru duduk udah kembali kerja," keluh Henry yang baru duduk karena capek habis mengantarkan surat.
Anna berjalan menuju ke kantornya dan menemukan Patrick Firlutz, akuntan yang awalnya kerja di tempat ayahnya kini pindah ke sini.
"Barusan aku mencarimu, Nona Girdadez."
"Ada apa? Ada masalah?" Patrick menggeleng.
"Aku hanya memberi laporan keuangan yang anda minta." Patrick memberikan beberapa dokumen kepada Anna.
"Cepat sekali... Batu aku minta satu jam. Ahh!! Apa jangan-jangan kamu pakai sihir?" Lelaki berkacamata itu merupakan seorang penyihir di sebuah daerah yang jauh dari ibukota.
berbeda dengan orang-orang yang menujukkan bakat sihirnya, Patrick lebih suka membunyikan sihirnya kepada orang-orang dan berpura-pura menjadi orang biasa.
"Ya gimana... Data-data tiap hari makin berubah Drastis."
"Namanya juga kita kedapatan banyak pengunjung. Wajar saja," balas Anna menghela nafas panjang.
"Kamu mau kemana?"
"Istirahat."
"Istirahatnya sudah habis, Tuan Firlutz," mendengar itu, Patrik langsung terkejut.
"Benarkah?" Anna mengangguk yakin. Lelaki berkacamata itu menghela nafas berat.
"Kamu boleh istirahat, tapi jangan berkeliaran di luar sana."
"Terima kasih, nona," Anna mengangguk sekali.
"Ku berikan 20 menit istirahatnya, Patrick."
...****************...
"Ahh... melelahkan sekali..." keluh Henry sambil menyeka keringat. Ia melihat rekan kerjanya yang baru selesai dengan tugasnya.
"Baru selesai?" Justin mengangguk sekali. "Mau pulang?" sekarang langit-langit sudah berubah menjadi oranye yang menujukkan bahwa sebentar lagi waktunya malam.
"Cila kemana?" Henry melihat sekeliling, kemudian ia menjawab, "Dia sudah pulang sama Alda."
"Yang lainnya?"
"Sama, tapi tinggal Bu Bos yang masih di dalam."
"Ya udah... Aku pulang dulu, ya..." Henry pamit kepada rekannya dan meninggalkan Justin berdiri sendirian.
Justin melirik ke arah gedung kantor pos, tempat ia bekerja.
"Kenapa kamu bisa ke sini?"
"Menjemput nona," Anna menghela nafas panjang. Ia tidak habis pikir kenapa ayahnya sampai menyuruh pelayan pribadinya untuk menjemput dirinya.
"Ya sudah... Ayo kita pulang," Anna bangkit berdiri dan berjalan keluar dari ruang kerjanya dan di sana ia bertemu Justin, karyawannya.
"Oh... Kamu belum pulang?"
"Saya mau ngambil barang-barang saya," Anna mengangguk paham.
"Ayo nona... Kita harus pulang-"
"Tunggu dulu, Lucy. Karyawanku mau ngambil barangnya. Pokoknya semua orang di sini harus pulang sebelum aku pulang."
"Maaf membuat repotin, Nona Girdadez," Anna menggeleng dengan cepat, kemudian dengan segera Justin berlari ke lokernya untuk mengambil barangnya.
10 menit kemudian, Justin pamit kepada bosnya dan ia pergi meninggalkan kantornya. Anna menyadari sesuatu yang aneh, entah intuisinya yang kuat atau perasaan dia saja, Justin tampak menghindar darinya.
Padahal kemarin-kemarin dia baik-baik saja dengannya. "Ayo kita pulang," ajak Anna kepada Lucy dan bergegas untuk pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments