"Selamat pagi, Nona Gidadez," sapa seorang wanita muda yang se-usia Yuna.
"Oh... Pagi Julia. Dimana Ivy?" tanya Anna yang tidak menemukan sosok Ivy.
"Dia belum datang, nona," Anna mengangguk paham, tiba-tiba seorang pria gemuk datang menghampiri wanita berambut pirang emas itu.
"Selamat pagi Nona Girdadez..."
"Siapa kamu?" tanya Anna to the point.
"Kau tidak ingat siapa aku?" tampak pria berbadan gemuk sedikit kaget bahwa wanita di depannya tidak mengingat dirinya.
Anna dengan polosnya menggeleng kepalanya. Iya lah tidak tau, di tubuh Anna kan jiwanya bukan Anna sesungguhnya.
"Hahaha... Sepertinya kamu anda sudah lupa dengan saya. Tidak apa-apa karena kita pernah bertemu saat anda masih kecil. Perkenalkan nama saya Viscount Richard Aulard. Saya adalah teman ayah anda."
Richard Aulard...
Sepertinya Vina benar-benar tidak mengetahui hal seperti itu.
"Saya dengar kamu membuka bisnis seperti ini. Ini benar-benar menakjubkan," Anna hanya tertawa tidak ikhlas.
Mau membalas apa dengan perkataan si om ini? Kenal aja tidak.
"Saya pamit dulu, Nona Girdadez," Tuan Aulard pamit dan segera meninggalkan gedung.
Bersamaan kepergian Tuan Aulard, Ivy datang sambil buru-buru. "Aduh... Maafkan saya nona, saya telat."
"Tidak telat kok. Barusan saya datang," Ivy menghela nafas lega.
Anna pamit kepada dua resepsionis itu dan berjalan masuk ke ruang kerjanya. "Oh ya nona... Tadi Tuan Hourmant mencarimu," dan kini pria yang selalu buat ia merinding datang tanpa rencana.
"Dimana dia?"
"Di ruang kerja nona," Anna menghela nafas panjang. Ada urusan apa anak satu ini mencari dia?
"Ada keperluan apa kamu ke sini?" tanya Anna sambil melipatkan kedua tangannya.
"Aku memerlukan bantuanmu," dari ekspresi wajahnya dia sepertinya serius dan tertekan.
"Ada masalah?" tanya Anna mendekatkan dirinya ke pria yang jauh lebih tinggi darinya sambil memegang kedua bahu pria itu.
"Sepertinya masyarakat sudah memihak kepada Pangeran Ben."
"Hah?! Kok bisa?!" Anna benar-benar terkejut dengan berita barusan. Frans hanya bisa menggelengkan kepala memelas.
Anna memang belakangan ini tidak mengikuti tentang perkembangan kampanye, namun mendengar berita tadi...
"Lebih baik aku mengundurkan diri saja-"
"NGGAK BOLEH!! NGGAK BOLEH MENYERAH BEGITU SAJA!!" teriak Anna membuat Frans kaget.
"Sini... Biar aku yang ngatasin beginian. Kamu bawa dokumen-dokumen tentang kampanyemu dengan Pangeran Ben?" segera Frans memanggil asistennya untuk membawa barang-barang yang diperlukan
Anna mengambil seluruh dokumen-dokumen yang didapat dari pemerintah tentang kampanye selama ini.
Dan ternyata benar. Jumlah peningkatan masyarakat untuk memilih Ben meningkat drastis daripada Frans. Mungkin Frans melakukan kampanye sedikit telat. Ternyata kalau kampanye sudah telat, bisa mempengaruhi pada masyarakat.
Anna berpikir keras... Sepertinya dia harus mencari cara mempromisikan Frans dengan cepat dan naik dengan efisien.
Ia melihat sebuah koran yang baru saja ia dapat tadi pagi. Seketika ia mempunyai ide. Kenapa tidak kampanye lewat media massa saja?
Mempromosikan kandidat hanya lewat mulut ke mulut benar-benar tidak efisien dan juga lewat mulut ke mulut antar bangsawan benar-benar tidak guna.
Selain koran, ia baru tau kalau ada saluran radio saat Henry membawa radio ke kantor untuk jam istirahat.
"Frans... Boleh aku nanya sesuatu," Frans yang hanya diam saja tiba-tiba tersadar.
"Nanya apa?"
"Ada tidak melakukan kampanye di media massa diperbolehkan. Atau tidak ada hukumnya tidak larangan kampanye lewat media massa?"
"Tidak ada. Soalnya ini pertama kalinya melakukan kampanye seperti ini."
"Bagaimana kalau kita pakai media massa saja?"
"Emang bisa?" tanya Frans ragu dengan keputusan Anna. Kampanye menggunakan media massa? Emangnya bisa?
"Serahkan saja sama aku. Aku ahli dalam beginian." Vina tidak bercanda maupun berbohong sama sekali. Dia pernah melakukan hal seperti itu saat dia menjadi tim sukses salah satu temannya yang akan menjadi ketua osis saat ia bersekolah.
Dan juga ia sedikit mengikuti kampanye-kampanye presiden, kepala daerah, hingga anggota parlemen juga. Makanya ia tau strategi yang bagus agar Frans lebih mudah menjadi raja.
Tapi...
Entah kenapa Vina merasa sedikit aneh. Seharusnya mengadakan kampanye seperti ini lebih cocok di negara republik. Kalau kerajaan begini seharusnya langsung dari penerusnya saja.
Ahh... Udahlah.
Yang penting dia menjalankan tugasnya dan setelah itu ia bisa pulang ke dunianya.
Dengan cepat Anna menyuruh Samuel untuk menghubungi perusahaan koran dan radio tentang kampanye.
Frans yang hanya diam saja dibuat terkejut dengan ambisius dadi Anna. Pertama kalinya gadis di hadapannya begitu semangatnya. Membantu dirinya menjadi raja segitu ambisius nya.
Anna menyadari lelaki itu speechless. "K-kamu baik-baik saja? Kelihatannya kamu begitu semangat."
"TENTU SAJA AKU HARUS SEMANGAT!! INI DEMI MASA DEPANMU!!"
Frans diam saja. Sebenarnya dia masih bingung kenapa harus dirinya jadi raja.
"Nona Girdadez..." Anna menoleh ke arah lelaki berambut pirang tersebut menuduk ke lantai.
"Kenapa aku... Kenapa aku barus menjadi raja?" Sebenarnya Vina juga menanyakan hal seperti itu. Dan kesalnya Tuhan tidak memberitahukan secara detil tentang pertanyaan ini.
Ada beberapa tau yang diketahui oleh Vina. Salah satunya orang tua aslinya Frans adalah Raja Reinfold.
Hmm...
Dengan kesimpulan Frans yang merupakan anak kandungnya juga berhak mendapatkan posisi tertinggi di kerajaan.
"Sebenarnya aku yang disuruh melakukan misi saja aku tidak tau. Hanya Tuhan yang tau alasan sebenarnya."
Anna menggenggam kedua tangan Frans sambil tersenyum lembut. "Apapun itu... Kamu harus percaya takdirmu." Frans tertegun mendengarnya, kemudian ia membalas dengan senyuman manisnya.
"Nona!!" seru Ivy tiba-tiba membuat mereka berdua saling menoleh ke arah gadis berkepang satu itu.
"Julia... Julia dalam masalah."
...****************...
"Ada apa Julia?" Anna berlari menghampiri Julia di susul oleh Ivy dan juga Frans. Tidak hanya Julia sendiri, para penulis surat juga berkumpul menghampiri wanita itu.
"Aku mendapat surat dari seseorang," Anna mengambil surat tersebut dan membaca dengan seksama.
Kedua matanya langsung melotot saat ia membaca surat tersebut. sebuah tulisan aneh dengan menggunakan darah sebagai tinta.
"Aku mencintaimu. Temuilah aku besok malam di taman yang sering kamu datangi."
"Bukan hanya itu saja, ibu bos," dengan polosnya Cila menujukkan sebuah pakaian dalam wanita berlumuran darah.
Dengan paniknya Anna dan lainnya berusaha membunyikan barang 'haram' dihadapan publik. "Kamu jangan menujukkan terlalu terbuka, Cila. Berbahaya."
"Terus gimana?" Mereka menghela nafas panjang. Siapa sih yang tiba-tiba melakukan hal seperti itu. Kalau suka bilang aja secara langsung ke doi.
"Aku takut..." Julia kini sudah gemetaran hebat membuat yang lainnya semakin panik dan berusaha menenangkan Julia.
"Aku akan pergi besok malam menggantikan Julia."
"Jangan!! Nona jangan ke sana. Akan lebih berbahaya kalau nona pergi ke sana."
"Betul kata karyawanmu. Itu sangat berbahaya," ucap Frans menimpali.
"Kalau gitu kamu ikut denganku besok," seketika pria itu menunjuk dirinya sendiri.
"K-kok aku?"
"Bukannya kamu memiliki latar belakang militer? Akan baik jika kamu melindungiku."
"Dan juga... Kamu tidak mau, kan kalau kekasihmu ini dalam bahaya," bisik Anna membuat Frans terpaksa menuruti kemauan dia.
"Ah... Dan Yuna. Bisa minta tolong? Ada yang harus aku bicarakan kepadamu."
"S-siap bu bos," Anna tersenyum sambil mengangguk mantap. Tampaknya putri bangsawan ini mempunyai sebuah rencana yang tidak terduga untuk besok malam.
Apa yang direncanakan oleh Anna besok?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments