E N A M B E L A S

Sally masih tidak mengerti kenapa Roman bersikeras untuk menyuruhnya masuk kedalam Toko. Ia hanya mencoba untuk menurut karena ia yakin Roman pasti merasa ada sesuatu yang kurang beres.

Tangan Sally akan meraih gagang pintu toko ketika tiba-tiba seseorang menarik tangannya. Sally berusaha untuk menahan diri namun wanita itu kemudian membuka tudung jumper yang ia kenakan.

“Jullianne?” gumam Sally tak percaya.

“Tidak ada waktu untuk menyangkal. Cepat lari dari sini” pungkas Jully dengan sekuat tenaga menarik tubuh Sally.

Sally sempat melirik ke arah Roman yang sedang menodongkan pistol ke sebuah mobil hitam yang sedang terparkir di seberang jalan. Ia hendak berlari menyusul Roman namun sekali lagi Jully lebih kuat menarik dirinya. Ia pun tak kuasa untuk tidak mengikuti derap kaki Jully yang sedang berlari menjauhi toko.

Sesaat kemudian terdengar suara deru tembakan. Sally sempat menoleh ke belakang untuk memastikan Roman baik-baik saja. Ia hanya melihat sekilas laki-laki yang ia cintai itu masih berlari mengejar mobil hitam yang mulai menjauh pergi.

Dan tiba-tiba terdengar suara ledakan yang cukup kencang. Jully dan Sally bersamaan tersungkur ke paving jalan. Ledakan itu berasal dari toko waralaba yang baru saja Sally tinggalkan.

Sally berdiri perlahan. Melihat puing-puing bangunan berserakan disekitarnya. Telinganya berdengung sakit. Ia melihat api berkobar menjulang tinggi. Jully meraih tangan Sally, mencoba untuk mengajaknya berlari kembali.

“Apa yang terjadi?”

“Akan kujelaskan nanti. Kau harus pergi dari sini sebelum mereka menemukanmu dan membunuhmu”

Sally masih belum mengerti, namun satu hal yang pasti ia khawatirkan saat ini adalah Roman. Tak lama kemudian mobil polisi dan pemadam kebakaran datang. Dari kejauhan, ia dapat melihat Roman yang mencoba menerobos masuk. Ia pasti mengira Sally berada di dalam toko.

Tak berselang lama, sebuah mobil datang menghampiri Jully dan Sally. Jully mendorong Sally untuk masuk kedalam. Dan entah kenapa Sally seolah tak punya opsi untuk menolak.

Di dalam mobil, Jully nampak menyeka darah yang mengucur di kakinya dengan tissue.

“Kau tak apa?” Tanya Sally.

“Aku lebih mengkhawatirkan kondisimu. Kau terlihat masih sangat shock”

“Jelaskan apa yang baru saja terjadi!”

Jully mengeluarkan ponselnya, lalu memberikannya kepada Sally.

“Kau harus memberi tahu Kakakmu. Aku tidak mungkin masuk ke dalam Vollary Blue. Panggillah dia, suruh dia menjemputmu, aku akan mengantarmu bertemu dengannya”

“Tunggu, Untuk apa aku percaya pada seseorang yang pernah mencoba membunuh Kakakku?” Tanya Sally dengan sinis.

“Anggaplah ini sebagai permintaan maafku karena pernah menyerang kalian berdua”

Sally mengembalikan ponsel Jully, lalu menyuruh sopir untuk menuju ke wilayah selatan Kota. Mobil melaju kencang menuju ke sebuah tempat dimana Kenneth Wilder bisa ditemui.

20 menit kemudian, mobil melaju melewati hutan-hutan pinus. Sangat gelap dan mencekam. Pemukiman warga yang terakhir telah dilalui sekitar 2 Km sebelumnya. Hutan pinus yang gelap dan hanya diterangi lampu jalan ini adalah pemandangan menuju rumah Kenneth Wilder.

Sally nampak gusar sedari tadi, pun demikian dengan Jully. Namun kegusaran mereka berdua sungguh berbeda. Sally sangat gusar mengkhawatirkan keadaan Roman, sedang Jully gusar karena ia akan bertemu dengan Ken. Mantan kekasihnya.

Akhirnya, terlihat sebuah bangunan rumah yang cukup besar tepat di tengah hutan, dengan pagar besi menjulang tinggi. Mobil berhenti tepat didepan gerbang. Sally turun dari mobil dan berbicara dengan dua orang penjaga.

Salah seorang penjaga nampak masuk kedalam gerbang dan tak lama kemudian Laki-laki bertubuh besar keluar. Ken terlihat gopoh melihat adiknya. Sally memeluk kakaknya dan menceritakan apa yang baru saja ia alami.

Ken melihat kearah mobil Jully, Wanita berambut pirang itupun keluar dari mobil dengan perlahan. Ken hanya terdiam memandang Jully. Jully tersenyum dengan ragu-ragu. Nampak raut ketakutan diwajahnya.

“Ehm..karena kalian sudah bertemu, aku pamit pulang.” ujarnya lalu kembali memasuki mobil.

Ken berjalan menghampiri mobil Jully. Ia lantas membuka pintu mobilnya, sedikit membungkukkan badan dan menatap Jully dengan sungguh-sungguh.

“Masuklah! Kau perlu menjelaskan sesuatu.” ujar Ken.

Jully mengangguk dan menyuruh sopirnya untuk tinggal menunggunya. Namun Ken melarang.

“Aku akan mengantarmu pulang” tukasnya.

"Rudolph, tolong jangan ceritakan keberadaanku kepada Sebastian. Dan jangan beritahu Ayah juga" perintah Jully kepada sopirnya.

Mereka bertiga lantas masuk kedalam rumah.

...***...

Cahaya lampu yang tenang, semerbak wangi bunga chamomile dan perapian yang menyala kecil, menemani ketiga orang dewasa yang sedang duduk berhadapan di ruang tengah. Seorang pelayan menyuguhkan secangkir coklat panas dan dua gelas berisi Wine.

Sally nampak gelisah menatap ponselnya. Ia masih belum bisa menghubungi Roman. Ponsel Roman nampaknya mati. Ken melihat kegusaran adiknya, namun itu semakin membuatnya menjadi kesal.

“Untuk apa mengkhawatirkan seorang pengecut seperti itu?” sindir Ken dengan ketus.

“Pengecut itu adalah ayah dari anakku” jawab Sally dengan geram. Jully nampak melongo.

“Kau sedang hamil? Apa kau tak apa-apa? Kau tadi terjatuh bersamaku di jalan. Apa perutmu baik-baik saja?” Tanya Jully. Sally memanyunkan bibirnya.

“Sudahlah jangan bersikap sok perhatian. Jelaskan apa yang baru saja terjadi? Dan bagaimana kau tahu kalau toko itu akan meledak?”

Ken melotot kepada adiknya. Seolah menyuruh Sally untuk bersikap sopa kepada Jullianne.

Lihatlah Kenneth Wilder ini, ia begitu kasar kepada adiknya sendiri namun begitu baik kepada wanita yang bahkan hampir membunuhnya. Ckckck.. dia benar-benar diperbudak cinta, guman Sally dalam hati.

Jully menarik nafas panjang, bersiap untuk bercerita.

“Suamiku, Sebastian bekerja sama dengan seorang petinggi kepolisian untuk menghabisi Sally”

“Aku? Kenapa?” sahut Sally dengan penasaran.

“Mungkin karena kau telah menusuk ayahku. Sebastian telah berjanji kepada ayah untuk mengurusmu. Aku mendengar pembicaraan mereka, Sebastian dan polisi itu, mereka menyuruh orang untuk mengikutimu. Apa kau masih ingat insiden di terowongan? Itu juga ulah mereka. Syukurlah kau berhasil selamat”

Sally menyesap coklat panas di hadapannya, “Namun kenapa mereka mengirimkan pembunuh amatir. Aku rasa ayahmu punya banyak anak buah yang lebih baik”

“Aku tidak tahu pasti kenapa”

“Lalu bagaimana kau tahu akan ada bom akan meledak, dan bagaimana mereka bisa membuntuti Sally?” Tanya Kenneth. Jully tersenyum simpul.

“Polisi pengecut itu. Mereka tahu hubungan Sally dengan polisi itu. Aku rasa polisi itu, siapa namanya?...”

“Roman, polisi pengecut itu bernama Roman” tukas Sally dengan geram. Ken menahan tawa.

“Aaa.. Roman. Sepertinya ponsel Roman yang terlacak oleh mereka. Dan polisi yang bekerja dengan Sebastian adalah atasan Roman. Jadi sangat mudah bagi ia untuk menemukanmu karena kau akan selalu menemui Roman”

“Lalu bagaimana mereka menaruh bom tepat di toko?”

“Sally, aku juga ikut membuntutimu karena aku mengetahui rencana mereka. Ketika kau sibuk bermesraan dengan kekasihmu di depan toko, kau tidak memperhatikan siapa siapa yang keluar masuk kedalam toko. Kau bahkan tak mencurigai sebuah mobil yang mengawasimu cukup lama. Aku rasa kau benar-benar sedang dimabuk cinta” jawab Jully dengan senyuman, yang membuat wajah Sally sedikit memerah.

Ken menatap Sally sembari menggeleng tak percaya. Betapa bodohnya adikku ini, gumamnya.

“Lalu kenapa kau mencoba menyelamatkan Sally? Apa untungnya bagimu?”

“Ken.. aku merasa bersalah untuk apa yang menimpa Tommy, aku tahu kesalahan ayahku tak mungkin bisa dimaafkan. Aku hanya mencoba untuk meredam agar tidak lagi ada perang antar mafia. Karena akan ada banyak orang yang akan dikorbankan jika itu terjadi.”

“Lalu apa salah Tommy sehingga ia dibunuh?” Tanya Sally dengan suara bergetar. Nampak wajahnya menunjukkan amarah yang coba ia redam.

“Petinggi kepolisian itu bilang kepada ayahku bahwa ayah kalian membunuh adik laki-lakiku”

“Apa?” pekik Ken seolah tak percaya.

“Tunggu, kau punya adik laki-laki? Maaf, maksudku bukankah adikmu telah meninggal puluhan tahun yang lalu?” timpal Sally.

Jully juga nampak terkejut dengan jawaban kakak adik itu. Sally dan Ken saling menatap. Sally lalu teringat foto perempuan dan anak laki-laki yang terpampang di ruang keluarga Romusca ketika ia menyelinap kesana.

“Tuan Habb bilang, adikku ternyata masih hidup. Namun Kenneth Wilder telah membunuhnya.”

“Aku?” Ken menunjuk dirinya sendiri. Jully mengangguk.

“Siapa nama adikmu?” Tanya Sally.

“Ia mengubah namanya menjadi Benjamin Larfant” jawab Jully dengan singkat.

"Tidak mungkin" Sally seketika berdiri, memandang Jully dengan tidak percaya. Nafasnya terengah walau ia tak sedang berlari. Tangannya mengepal, lalu memukul dadanya perlahan. Jantungnya seolah berhenti berdetak.

Kenneth hanya terdiam. Namun walau demikian otaknya sedang berpikir keras. Ken menatap Jully dengan tatapan yang penuh dengan pertanyaan. Sepertinya Ken mengetahui sesuatu yang Jully tidak tahu.

Ada yang berusaha membuat perang mafia ini terulang kembali. Lalu apa yang diharapkan orang itu? Ujar Kenneth dalam hati.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!