L I M A

Malam ini hujan turun dengan begitu lebatnya. Beberapa kali terdengar suara petir yang menakutkan. Sally duduk terpekur di atas ranjang, ia masih memikirkan apa yang ditemukannya tadi siang.

Beberapa pertanyaan berkecamuk dalam pikirannya. Ingin rasanya ia menanyakan semuanya kepada Roman tapi melihat lelaki itu datang menghampirinya dengan membawa segelas susu beserta wajahnya yang nampak lelah sepulang bekerja, Sally berpikir dua kali.

“Ini tuan putri.”

Sally menerimanya dengan tersenyum manis. Roman merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan mulai menggeliat. Beberapa kali pula ia menguap. Sally meletakkan gelas di meja kecil disebelahnya. Ia lalu memeluk tubuh Roman yang sudah membentang kedua tangannya memberikan tanda. Roman mengecup pelan kepala Sally.

“Sal…” bisik Roman sangat pelan.

“Ya?”

“Apa kau masih belum bisa melupakan Ben?”

Sally terdiam. Ingin rasanya ia menanyakan tentang Benjamin kepada Roman. Tapi saat ini belum tepat. Sally masih harus menggali sebanyak-banyaknya informasi dari Roman.

Selama ini Roman menyembunyikan identitas asli Ben dari Sally. Tapi untuk apa? Dan Ben ternyata juga membohongi Sally dengan tidak mengakui bahwa ia adalah polisi.

Sebenarnya apa yang disembunyikan oleh dua laki-laki ini? Apakah mereka bersekongkol?

Pertanyaan demi pertanyaan menyeruak di otak Sally. Tidak cukup hanya soal Benjamin, Roman juga memiliki banyak petunjuk tentang keberadaan Tommy. Namun ia menyimpan rapat-rapat. Padahal ia tahu pasti, Sally sedang kebingungan mencari petunjuk keberadaan adiknya.

Sally mulai meragukan sikap baik Roman. Pikiran buruk tentang Roman menghinggapi benak Sally hingga ia merasa sedang diperalat oleh laki-laki ini.

Apakah dia hanya ingin memanfaatkan ku untuk menyelidiki keluargaku? Kenapa aku begitu bodoh percaya kepadanya?

“Ben sudah meninggal Roman. Aku tidak bisa terus menerus hidup dalam bayang-bayang orang yang sudah mati” jawab Sally lirih.

“Jadi apakah kau mau membuka hatimu untukku?”

Sally menarik diri dari pelukan Roman. Matanya tertuju lurus ke arah mata Roman. Mencoba mencari keseriusan dibalik arti tatapannya. Atau lebih tepatnya, mencoba membaca rencana apa yang sedang dilakukan oleh Roman. Kenapa tiba-tiba menyatakan perasaannya?

"Apa kau mencintaiku?"

"Kau tak merasakannya selama ini?"

Sally tertawa.

"Sudahlah jangan bercanda, Rom!"

“Menikahlah denganku Sally”

Sally tidak bisa berbicara apa-apa selain hanya mengedipkan mata tidak percaya. Terjadi pergolakan di hati dan otaknya. Roman kembali menarik tubuh Sally. Tangannya mengusap lembut lengan wanita itu.

“Itu sangat tidak mungkin. Kau seorang Polisi dan aku adalah buronanmu. Kau hanya akan mendapat masalah besar jika menikah denganku. Aku juga tidak yakin ayahku akan setuju dengan ini”

Sally tercekat menyadari apa yang baru saja dikatakannya. Polisi? Buronan? Apa ini adalah sandiwara? Apakah Roman sedang menjebaknya? Sama seperti apa yang dilakukan Ben dulu?

Roman terdiam. Pun juga Sally. Selama beberapa menit mereka hanya saling memeluk tanpa berbicara. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Sally menatap Roman dengan curiga. Roman membalas tatapan itu dengan tatapan penuh kekhawatiran.

“Roman, aku mulai mencintaimu” ucap Sally.

Roman tersenyum. Malam ini adalah malam yang terindah dalam hidupnya. Sally mencium bibir Roman dengan hangat. Ia melihat wajah Roman yang mulai menutup matanya. Pada detik itu juga Sally merasa bimbang dan bersalah. Sally merasa hanya memanfaatkan Roman tapi ia harus melakukannya. Kebenaran tentang Benjamin dan Thomas harus segera terungkap.

Maafkan aku, Rom. Kata Sally dalam hati.

...***...

Jendela kamar terbuka lebar hingga cahaya terang menerpa wajah Sally dan Roman yang masih tidur. Mereka menggeliat pelan sambil menutupi wajah karena silau matahari. Kamar apartemen Roman memang menghadap kearah timur, sehingga cahaya matahari akan langsung menerpa ketika pagi hari.

“Ayo bangun! Ini sudah pagi.”

Sally terperanjat ketika melihat sosok tinggi besar berdiri tepat di depan ranjang mereka tidur. Sally yang panik berusaha menutupi tubuhnya dengan selimut. Dan Roman, ia hanya terdiam membisu tanpa berbicara sepatah kata pun.

“Kakak? Bagaimana kau bisa ada disini?” tanya Sally dengan terbata-bata.

Ken tertawa sinis.

“Aku masih tidak bisa membayangkan, bagaimana gaya bercinta seorang polisi dengan seorang mafia. Menarik juga. Sepertinya aku harus berkencan dengan polisi wanita untuk mengetahui bagaimana sensasinya”

“Kakak!” bentak Sally, membuat Ken menghentikan tawanya.

“Bisakah kau punya sedikit sopan santun? ini kamar orang, dan kau masuk dengan begitu saja?”

Ken berjalan menghampiri Roman sambil menarik pistol dari dalam saku jasnya. Lalu dengan cepat meletakkan ujung pistolnya di kening Roman. Roman tak bergerak sama sekali. Dia mencoba untuk mengatur nafasnya yang agaknya mulai terasa berat.

Sally mencoba untuk menampik tangan Ken akan tetapi Ken terlebih dahulu menangkap tangan Sally. Dengan geram diremasnya jemari tangan adik perempuannya itu.

“Pakai bajumu! Kita pulang setelah ini. Dan kau polisi sialan, kau berhutang penjelasan kepadaku”

Ken menarik kembali pistolnya. Roman bernafas lega.

“Dan kalau kau kembali mendekati adikku, kau akan bernasib sama dengan temanmu itu.” Ancam Ken dengan suara lantang. Sally terkejut.

“Apa maksud Kakak?” tanyanya seketika. Ken terlihat gugup tak bersuara.

“Sudah jangan banyak tanya, aku tunggu kau diluar.” Ken berjalan menjauh keluar kamar lalu menutup pintu dengan sangat keras.

Sally dan Roman hanya saling berpandangan. Sama-sama mengatur nafas. Roman melihat wajah Sally yang masih penasaran dengan ucapan Ken. Ia lalu berusaha untuk mencairkan suasana.

“Aku hanya tidak bisa membayangkan bagaimana ketika kita menikah nanti. Apakah Kakakmu akan selalu melindungimu seperti itu?” ujar Roman sambil terkekeh pelan.

Sally melihat sinis ke arah Roman.

“Kenapa tidak kau tanyakan saja kepada Ben bagaimana rasanya menikah denganku? Bukankah kau sahabatnya, Roman?”

Roman terhenyak.

"Kau tahu tentang itu?"

"Benjamin adalah seorang polisi, bukan? dia berpura-pura mencintaiku, menikah denganku, dan mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang keluargaku. Aku tak menyangka, aku bisa sebodoh itu mencintainya. Apa kau juga sepertinya? kau hanya ingin memanfaatkan ku juga?"

"Sally..."

"Apa?" bentak Sally.

"Aku minta maaf tentang rahasia Benjamin. Tapi aku tak pernah berbohong tentang perasaanku padamu"

Roman mencoba memeluk Sally namun wanita itu menampiknya. Dengan mata berlinang, ia memakai pakaiannya dan Roman yang hanya terdiam diatas ranjang.

"Apa kau tahu juga siapa pembunuh Benjamin?"

Roman masih tak menjawab. Mulutnya tertutup rapat walau hatinya sedang berteriak. Marah. Itu yang dirasakan Roman. Dia hanya membahas tentang Benjamin, dan sama sekali tak mempercayai kalau aku benar-benar mencintainya.

"Kau tak mau menjawab juga?" tanya Sally kembali.

"Kau sungguh ingin tahu?"

"Ya"

"Yang membunuh Ben adalah..."

Belum selesai Roman bicara, tiba-tiba Ken membuka pintu. Lalu menarik tangan adiknya yang masih menunggu jawaban Roman. Ken melirik Roman dengan tatapan tajam. Seolah menyuruhnya untuk diam saja.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!