Habb terlihat sibuk membereskan tumpukan file yang berhamburan. Beberapa orang nampak ingin membantu tapi Habb melarangnya. Wajahnya terlihat panik dan menutupi sesuatu.
Tak berselang lama, Roman datang dengan wajah tak bersemangat. Melihat sahabatnya yang sedang sibuk berjongkok mengumpulkan lembaran kertas, ia pun membantu. Kertas-kertas itu nampak seperti kertas yang bertahun-tahun menumpuk di gudang. Baunya sangat apak dan warnanya yang mulai kusam.
Habb tak menyadari bahwa Roman berada di belakangnya, ia menggumam dengan sangat pelan, “Haduh, kenapa aku mengacaukannya. Untung Roman masih belum datang”
Roman menyerngitkan kening, “Memangnya kenapa kalau aku sudah datang?” tanyanya penasaran, Habb terkejut menyadari kehadiran Roman. Kertas-kertas yang dipegangnya kembali jatuh berhamburan.
“Hey Brother, sejak kapan kau berada disini? Ehm.. ini, maksudku, kau kan sedikit alergi dengan debu, dan kertas-kertas ini baru saja kuambil dari gudang, jadi aku takut kau merasa tidak nyaman kalau membaunya” jawab Habb dengan gugup.
Roman mengambil selembar kertas yang berisi kliping surat kabar lama. Habb yang mengetahuinya dengan cepat merebutnya dari Roman.
“Maaf Rom, aku harus memberikannya kepada atasan secepatnya.”
“Itu kasus apa Habb?”
“Ini hanya kasus lama Rom. Kasus pembunuhan”
Habb menjawab tanpa melihat Roman. Lalu pergi dengan tergesa meninggalkan sahabatnya yang tertegun di dalam ruangan mereka.
Roman menggeleng pelan melihat gelagat aneh Habb yang tak seperti biasa. Ia lalu berjalan menuju meja kerjanya. Tiba-tiba matanya tertuju pada kertas yang tergeletak di bawah kolong meja Habb.
“Habb memang ceroboh” guman Roman sambil memungut kertas itu. Dibacanya sejenak. Alis Roman terangkat. Matanya lalu menerawang memikirkan sesuatu. Kasus perampokan 25 tahun yang lalu? Kenapa harus diselidiki lagi oleh Habb? Pikir Roman.
“Kukira kau akan mengambil cuti hari ini, ternyata kau masuk kerja” ujar Habb sambil menutup pintu kaca. Roman dengan cepat menyembunyikan kertas yang dipungutnya tadi kedalam jaketnya. Entah kenapa niat untuk mengembalikan kertas itu tiba-tiba pudar, kalah oleh rasa penasarannya.
Roman lalu duduk di kursinya. Wajahnya tiba-tiba berubah ketika melihat monitor komputernya telah menyala. Habb yang menyadari hal itu langsung berkomentar.
“Maafkan aku Rom, tadi pagi aku butuh file penting tentang keluarga Wilder dan komputerku sedang bermasalah, jadi aku tanpa ijin mencarinya di komputermu.”
Roman masih belum memalingkan wajahnya dari layar monitor. Wajah Sally terpampang disana. Habb menghampirinya. Mencoba untuk menenangkan partnernya yang sedang patah hati.
“Kau masih belum bisa move on?”
“Tadi malam dia mendatangiku, dan coba kau tebak? Ya, dia mencoba untuk membunuhku”
Habb melongo. Menanti cerita Roman selanjutnya.
“Aku telah menuruti kata-katamu untuk menjauhi wanita itu. Aku berusaha untuk membencinya karena dia telah memanfaatkan dan mempermainkan perasaanku, tapi..”
Habb berkedip beberapa kali, lalu menggeleng pelan. Roman melihat Habb dengan sedih,
“Aku bahkan tak berdaya ketika ia memukuliku hingga seperti ini.” Roman menunjukkan lebam di wajahnya.
“Sudahlah Rom. Lupakan wanita itu. Dia tidak mencintaimu, nyatanya dia ingin membunuhmu. Ambillah cuti, bersenang-senanglah dengan wanita lain diluar sana. Kau ini tampan, kau punya karir yang bagus, masih banyak wanita normal yang lebih cantik dari wanita yang tidak baik itu….”
“Berhenti menyebutnya seperti itu, dia Ibu dari anakku, Habb” Roman terdengar tidak senang dengan cara Habb menyebut Sally.
“Apa maksudmu? Sally Hamil?” Pekik Habb tak percaya. Roman mengangguk pelan. Habb mencoba untuk tidak mempercayai hal itu dengan begitu saja. Ia lantas kembali meyakinkan Roman.
“Apa kau sendiri yang memastikan bahwa ia hamil? Jangan-jangan dia hanya membohongimu agar kau tidak marah terhadapnya. Atau dia hanya menggunakan kabar itu untuk memanfaatkanmu lagi Rom”
Roman mengangkat bahu. Dia benar-benar tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
“Atau kalaupun benar Sally hamil, mungkin saja itu bukan anakmu. Kau kan tidak tahu pasti dia bersama dengan laki-laki mana saja..” ujar Habb memanaskan hati Roman.
Roman tersulut, ia meraih kerah baju Habb. Wajahnya memerah.
“Sally bukan wanita seperti itu.” Roman melepaskan cengkeramannya. Habb menarik nafas lega. Ia tahu bahwa Roman akan cemburu ketika ia mengatakan itu.
“Aku tidak bermaksud seperti itu, Bro. Aku hanya ingin memastikan, dan benar, kau ternyata masih mencintainya”
Roman berdiri dari tempat duduknya, lalu berjalan keluar ruangan.
“Kau mau kemana Rom?”
“Aku akan mengambil cuti dan menghabiskan liburan di rumah Nenek Shia. Kuharap kau tidak menghubungiku untuk urusan pekerjaan, apalagi kasus yang berhubungan dengan keluarga Wilder.”
“Baiklah, lakukan apapun sesukamu” sahut Habb dengan setengah kesal.
Baru kali ini mempunyai anak buah yang berani menyuruhnya, berani menghardiknya, dan tidak punya takut. Habb menyadari siapa Roman, dan tidak terkejut kenapa ia bersikap seperti itu. Roman memang bukan orang biasa.
“Segalanya untukmu, Pangeran..” gumam Habb.
...***...
Roman memasuki apartemennya dengan gontai. Dalam hatinya, ada bagian dimana ia berharap Sally sedang menunggunya di dalam kamar dengan senyum manisnya. Entah kenapa, ada perasaan yang menyatakan bahwa lebih baik Sally memanfaatkannya daripada dia harus merasa kesepian dan kehilangan seperti ini.
Roman terduduk lunglai di sofa. Diambilnya ponsel dari dalam saku jaketnya. Dibukanya satu persatu pesan yang masuk. Tidak ada satupun dari Sally. Dan hatinya kembali hampa. Roman melihat sekeliling apartemennya.
Kalau anakku lahir, aku akan menjual apartemenku dan membeli rumah kecil dipinggir danau. Di suatu daerah dimana tidak ada seorangpun yang mengenalku dan Sally. Aku akan berkebun dan Sally akan merawat anakku dengan baik. Kami akan menjadi keluarga yang hangat dan bahagia. Anakku akan tumbuh dalam keluarga yang lengkap dan saling menyayangi. Keluarga yang jauh lebih baik dari keluargaku, maupun keluarga Sally.
Tanpa Roman sadari, ia meneteskan air mata. Semakin keras menahan air matanya keluar, semakin deras air matanya mangalir membasahi pipi dan hidungnya yang masih tertempel plester.
Roman menyadari sesuatu yang salah. Tidak seharusnya ia berkata seperti tadi malam kepada Sally. Dan wajah Sally yang bersedih ketika ia memintanya untuk pergi, membuatnya semakin yakin bahwa ia melakukan kesalahan. Kesalahan yang sangat besar.
Dan wanita itu, ia telah mengandung anak Roman. Ia sangat yakin bahwa itu adalah anaknya. Tapi Sally tidak akan memaafkan Roman untuk apa yang dilakukannya semalam. Apalagi Roman telah menyuruhnya untuk pergi.
Dan Ken, manusia menyeramkan itu tak akan lagi membiarkan Roman mendekati adiknya. Bisa-bisa Roman berakhir sama seperti Ben. Ahh.. Roman geram mengingat laki-laki itu. Lelaki yang selalu menang dari Roman.
Pertemanan mereka memang penuh dengan persaingan. Benjamin selalu menjadi yang terbaik. Lulus dari akademi sebagai polisi yang terbaik, mendapatkan posisi terbaik, dan mendapatkan wanita terbaik. Di satu sisi gelap Roman, ia sangat membenci lelaki itu.
Roman bangkit dari lamunannya. Ia merasa ia akan semakin tersiksa jika berlama-lama disini. Bergegas ia berkemas dan keluar apartemen. Mobil Roman menunggu di tempat parkir. Hari ini juga ia akan mengunjungi nenek Shia. Rumahnya tak jauh dari Road 6th. Butuh satu jam perjalanan menuju rumah nenek Shia.
Baru beberapa menit perjalanan, Roman berulang kali menguap. Ia baru sadar bahwa semalam dia hanya tidur selama dua jam. Itupun setelah minum bir. Roman memutuskan untuk mencari kedai kopi.
Mobil Roman merapat di kedai kopi pinggir jalan. Setelah masuk ke dalam, Roman memilih untuk duduk didekat meja barista.
“Berikan aku expresso, dan apa kau punya Sandwich?” Tanya Roman. Barista itu menyerngitkan dahi, Roman memahami kenapa ia berekspresi seperti. “Ah.. expresso saja” pungkas Roman.
Roman bermain ponsel sembari menunggu kopinya datang. Kedai ini masih belum ramai. Waktu menunjukkan pukul 11 siang, belum waktunya makan siang memang.
“Maafkan aku terlambat, tadi masih banyak hal yang harus kuselesaikan di kantor. Terima kasih kau sudah bersedia untuk menungguku…”
“Tidak apa, aku juga baru datang. Situasi sedang sangat tidak baik, anak buah Wilder disetiap sudut pusat kota. Apa rencana kita setelah ini?”
Roman terkejut mendengar obrolan dua orang lelaki di belakangnya. Mereka menyebut nama Wilder. Salah satu dari mereka terdengar seperti suara Habb. Roman menyerngitkan dahi. Ia lalu menyalakan kamera dengan mode kamera depan. Dengan berpura-pura mengambil gambar selfie ia mengarahkan kamera kearah meja belakangnya.
Tak salah, itu memang Habb. Ia sedang bersama seorang laki-laki berpostur tubuh seperti Roman. Terlihat seperti orang kaya dengan gaya berpakaiannya yang sangat rapi. Rambutnya tersisir rapi. Roman mengambil gambar mereka berdua. Roman melihat sekelilingnya dengan berhati-hati. Ada sekitar 5 orang yang sepertinya adalah bodyguard dari lelaki yang bersama Habb.
“Bagaimana Vlad?” Tanya Habb
“Dia sudah pulih dari tusukan Sally. Wanita itu lebih licin dari yang kubayangkan. Dia sangat sulit disingkirkan. Kau bahkan tak berhasil dengan orang kepercayaanmu”
“Ya, aku berulang kali akan membunuhnya tapi selalu gagal. Beberapa bulan yang lalu aku berhasil mendapatkan ponselnya dan aku berhasil melacak informan-informan keluarga Wilder. Beberapa sudah kuancam dan mereka akan memberikan kita informasi jika Wilder akan menyerangmu”
“Bagaimana kau mendapatkan ponselnya?”
“Malam itu dia sedang berada di sekitar kota. Sendirian, seperti mencari seseorang. Mungkin mencari adiknya, karena waktu itu ia belum tahu kalau Tommy berada dirumahmu. Aku dan beberapa anak buahku menyerangnya, tapi dia benar-benar pandai berkelahi seperti kakaknya. Dia berhasil lolos ditengah hujan waktu itu. Tapi ia meninggalkan tasnya…” jelas Habb.
Roman mengepalkan tangannya. Geram. Berarti orang yang menyerang Sally waktu itu adalah Habb. Dan Sally benar-benar datang untuk mencari tempat berlindung. Apa yang dikatakan Habb selama ini hanyalah untuk membuat Roman berpikir buruk tentang Sally.
Lalu kenapa Habb melakukan itu?
Dan Siapa lelaki yang mengenal Vlad ?
Pertanyaan pertanyaan itu seakan memenuhi otaknya.
“Apa kau akan menyerang Vallery Blue?” suara Habb menyadarkan Roman untuk berkonsentrasi menguping pembicaraan kembali.
“Mungkin saja. Ken menyerangku dengan tiba-tiba, adiknya mencoba membunuh ayah mertuaku, dan ia mencoba untuk menggoda istriku.”
“Tahan dulu. Saat ini Vallery Blue dalam penjagaan super ketat. Kau harus benar-benar memperhitungkan itu. Aku akan cari strategi lainnya”
“Baiklah, ini uang yang kau minta. Aku tahu kau tak akan setuju kalau aku mentransfer uangnya ke rekeningmu”
Habb menerima satu koper berisi uang. Bibirnya tersenyum lebar. “Pemeriksaan kepada polisi semakin diperketat, sampai-sampai mereka harus mengaudit rekening bank setiap tahun. Eh..lalu dimana cerutunya?” Tanya Habb menyadari ada yang kurang. Lelaki itu menyerahkan satu kotak kecil kepada Habb.
“Oh, menyenangkan sekali berbisnis denganmu Tuan Sebastian Romusca”
Roman mencatat nama yang disebut Habb dalam ponselnya. Dua lelaki tadi pergi meninggalkan kedai. Ketika situasi mulai aman, Roman mencoba menelpon seseorang.
“Hai Emma, aku Roman. Bisakah kau kirimkan ke emailku semua file tentang keluarga Vladimir Romusca?”
“Hai Roman, bukankah kau sedang cuti? Oh, dan kenapa Romusca? Bukankah kau sedang menyelidiki keluarga Wilder?”
“Emma… akan kuceritakan nanti ketika aku kembali ke kantor dan tolong jangan bilang kepada Habb kalau aku meminta ini. Okay?”
“Okay Boss!”
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Raju
eh ngak nyangka si roman yg dimanfaatin sma si habb😏
2022-09-23
0
Laila Abizar
ooh ternyata ada udang di balik gajah yaah itu si habib, aah UUD
2022-09-03
0