Malam ini angin berhembus cukup sejuk di halaman belakang. Ken bermain ponsel sambil sesekali meneguk kopi. Seorang pelayan datang membawa nampan berisi satu gelas susu, secangkir coklat panas, semangkuk salad buah dan sepiring samosa.
Mata Ken yang sedari tadi serius manatap layar ponsel mulai merasa terganggu dengan pemandangan itu. Sally nampak tertawa lebar melihat pelayan tadi menata makanan-makanan itu di meja kecil yang berada di depannya. Matanya berbinar dan dengan cepat mengambil piring yang berisi Samosa penuh.
“Terima kasih Bibi May, kau baik sekali” ucap Sally dengan ditimpali senyum manis pelayan tua yang terlihat bahagia karena Sally menyukai masakannya. Ken menyerngitkan dahinya.
“Tunggu Bibi May, Bukankah baru saja kita makan malam? Kenapa kau sudah menghidangkan banyak makanan seperti ini?” Tanya Ken sambil menunjuk semua hidangan. Bibi May tertawa kecil sambil melirik Sally.
“Ini semua aku yang minta Kak” jawab Sally.
"Kau tak takut gemuk sekarang?" tanya Ken sambil mengambil samosa dari piring Sally.
“Kalau kau mau, minta saja sama Bibi May tapi jangan sekali-kali kau mengambil bagianku” tukas Sally sambil menangkis tangan Ken.
"Kau ini.."
"Tuan Ken mau juga? saya buatkan ya?" ujar Bibi May yang mencoba melerai mereka.
Ken tercengang. Lalu dengan cepat menyadari apa yang terjadi. Ia meminta Bibi May untuk meninggalkan mereka berdua. Sally masih sibuk menikmati makanan tanpa menyadari wajah Ken yang berubah panik.
“Sal..Apa kau benar-benar hamil?”
Sally melihat kakaknya dengan aneh.
“Bukankah kau sudah tahu itu?” tanyanya dengan heran. Ken terhenyak.
“Menurutmu anakku nanti laki-laki atau perempuan Kak? Aku benar-benar tidak sabar menunggunya lahir dan akan menghabiskan sepanjang waktuku hanya dengan anakku”
“Tunggu! Apa kau sedang mengerjaiku?” Ken menaruh ponselnya, menyandarkan tubuhnya di kursi dan menyilangkan kedua tangannya di depan perut. Ia menjadi penasaran dengan reaksi terkejut kakaknya.
“Ah baiklah, aku cuma bercanda Kenny” goda Sally. Ia tertawa puas mengerjai Kakaknya. Ken menghembuskan nafas lega.
“Lalu kenapa kau bilang Roman bahwa aku hamil?” selidik Sally ingin tahu.
“Aku hanya menakutinya saat itu. Kukira akan lucu kalau dia berpikir kau sedang hamil. Paling tidak, dengan kondisi yang seperti ini, kau mempunyai banyak orang yang akan melindungimu. Dan aku yakin, Roman akan semakin protektif. Dia tidak akan menyakitimu, tidak akan mengancammu, dan dia pasti akan meminta beberapa polisi untuk mengawasimu.”
Sally terdiam.
“Iya, jangan terkejut kalau nanti kau akan bertemu dengan polisi yang mengawasimu dimanapun kau berada di kota”
Ken mengambil ponselnya, sejenak membuka sebuah folder, lalu menunjukkannya kepada Sally.
“Dia termasuk polisi yang disegani di kesatuannya. Dia mempunyai records yang sangat bagus. Saat ini, kasus yang ia tangani adalah keluarga kita. Dia menggantikan posisi Benjamin. Kau adalah manusia yang paling diburu di kota saat ini.”
“Oh ya?”
“Kau mencoba membunuh Vlad, aku yakin Sebastian akan memburumu untuk itu. Dan, kau juga mempunyai catatan paling buruk di kepolisian. Perampokan, penyelundupan senjata, pembunuhan,...”
“Aku tidak sengaja membunuh..”
“Ya, kau tidak sengaja membunuh pria mabuk yang baru saja melindas seekor kucing. Seekor kucing, Sally?”
“Aku hanya mencoba memukulnya, dan dia terjatuh, kepalanya terbentur trotoar. Aku tidak sengaja. Lagipula ia pantas mati, istrinya saja berterima kasih padaku karena telah membunuh suaminya. Dia pria yang kasar, suka mabuk-mabukan” Sally membela diri. Ken menggeleng pelan. Heran.
Sally membaca file yang ada didalam ponsel Ken. File itu berisi semua catatan tentang Roman. Entah darimana Ken mendapatkan semua itu. File ini lebih lengkap dari apa yang ia dapatkan di laptop Roman.
“..dan Roman menyuruh mereka mengawasiku agar anggota Romusca atau siapapun tidak menangkapku”
“Yap! Dia mungkin akan beralibi bahwa kau harus ditangkap hidup-hidup daripada ditembak mati ditempat. Membunuhmu akan memantik konflik antara Wilder dan polisi, mereka akan berpikir dua kali untuk itu. Namun membiarkanmu mati ditangan Romusca juga bukan ide yang bagus. Perang antar mafia akan menghasilkan kekacauan yang luar biasa dan korban yang lebih banyak lagi. Mereka tidak mempunyai pilihan selain mengawasimu sampai berkas penyelidikan mereka selesai dan membawamu ke pengadilan”
“..dan Roman yang sedang menyelidiki itu.” Gumam Sally. Ken mengangguk.
“Kau memanfaatkannya Kak?” Ken mengangkat kedua bahunya,
“Aku tidak punya pilihan lagi. Menjagamu adalah hal yang lebih sulit daripada merampok bank/galeri.” Ken mencondongkan badannya kearah Sally. Wajahnya terlihat sangat serius.
“Hanya kau satu-satunya saudara yang kupunya saat ini, aku akan melakukan apapun untuk melindungimu.”
Sally mengembalikan ponsel Ken sesaat sesudah ia mengirimkan file itu ke email pribadinya. Ken mengambil ponselnya tanpa curiga. Sally melihat Ken dengan sedih. Dia begitu kasihan. Pasti perasaan laki-laki ini sangat tertekan sekali karena kehilangan Tommy. Sebagai kakak tertua, Ken selalu menjadi orang yang bertanggung jawab kepada keluarganya. Apalagi ayah mereka selalu percaya kepada Ken.
“Apa kau tak pernah memikirkan dirimu sendiri kak?” Tanya Sally mengalihkan pembicaraan. Ken tidak menyahut, ia sibuk mengetik pesan. Sally kembali bicara, “Aku tidak pernah melihatmu mempunyai kekasih? Apa kau tidak ingin menikah?”
Ken melirik Sally, “Kenapa bertanya seperti itu?”
“Aku hanya ingin ada seorang wanita yang memperhatikanmu, merawatmu, mencintaimu. Kalau kau punya istri, mungkin kau tidak temperamen lagi” Sally terkekeh. Ken tidak menjawab. Pikirannya tiba-tiba memikirkan seseorang.
“Julianne.. apa dia mantan pacarmu?”
Ken tidak menyangka bahwa adiknya bisa membaca pikirannya. Ia memang sedang memikirkan Julianne. Wanita cantik itu, begitu spesial bagi seorang Kenneth Wilder.
“Dia….” Ken terdiam sejenak. “Kalau dia mencintaiku, dia tidak akan mencoba membunuhku” kilah Ken.
“Kadang ketika kita mencoba membunuh seseorang, bukan berarti kita tidak mencintainya. Tidakkah kau belajar dari ceritaku dan Roman. Kami saling mencintai tapi disalah satu sisi juga ingin saling membunuh”
“Apa baru saja kau mengatakan bahwa kau mencintainya?”
Sally menyadari bahwa ia terlepas bicara,
“Mungkin..”
“Tidak boleh. Kau tidak boleh jatuh cinta kepadanya, Sally”
“Kenapa?” Tanya Sally meninggi.
“Karena kalian tidak mungkin bersama. Tidak boleh. Kau adalah anak Gregory Wilder, Sally. Ingat itu!” Tegas Ken sambil mengacungkan telunjuknya kearah wajah Sally. Suaranya menggertak. Wajahnya memerah dan nafasnya begitu cepat.
“Lalu kenapa kau tidak membunuhnya saat itu? Saat dia menembakku, saat kami tidur bersama? Kau tidak menyukainya, dan kau tahu bahwa dia seorang polisi. Kau mempunyai banyak kesempatan untuk menembaknya tapi kau tidak melakukannya? Kalau kau mampu membunuh Benjamin, kenapa tidak bisa melakukan itu kepada Roman?”
“Kau berani menantangku Sally?” teriak Ken dengan lantang sambil menggebrak meja dengan keras, hingga gelas susu yang berada diatasnya tumpah. Beberapa penjaga melihat kaget kearah mereka berdua. Sally pun semakin emosi dan berdiri menantang kakaknya. Tak lama kemudian, Serge berlari datang melerai keduanya. Ia lalu menahan badan Ken.
“Boss.. tenanglah” ucap Serge. Ken mencoba meredakan amarahnya. Bibi May datang dengan tergopoh-gopoh. Ia lantas menarik Sally untuk memasuki rumah.
“Ayo Nona Sally, Tuan Wilder akan datang sebentar lagi. Tidak baik jika ayah kalian tahu kalian bertengkar seperti ini”
“Biarkan Bibi May, biarkan ayah tahu bagaimana keras kepalanya anak manja ini. Dia benar-benar tidak bisa diatur. Kuperingatkan kau, sekali lagi kau datang kepada polisi sialan itu, akan kubunuh dia” ancam Ken.
Sally hanya memandangnya dengan tajam. Bibi May semakin erat memegang lengan Sally dan mencoba menyeretnya masuk ke dalam rumah.
Tiba-tiba Gregory Wilder muncul dihadapan mereka. Semua orang lantas menunduk ketakutan. Sally dan Ken masih saling menatap dengan tajam.
"Bibi May, Serge, dan yang lain, tolong tinggal kami bertiga" perintah Greg dengan pelan. Semua berlalu dan hanya tiga orang yang saling berhadapan saat ini. Sally dan Ken masih saling terdiam.
"Sampai kapan kalian bertingkah seperti kucing dan anjing?"
Gregory lantas duduk dan menyuruh kedua anaknya untuk duduk pula. Ia lalu mengambil sisa samosa yang ada di piring.
"Ken, apa yang paling disenangi Sally?"
"Samosa, Ayah"
"Sally, apa yang paling tidak disenangi kakakmu?"
Sally terdiam manyun. Ia malas bicara. Namun Greg berdehem pelan seolah menyuruhnya untuk menjawab.
"Dibantah" jawab Sally pelan. Ken melirik adiknya. Ada sedikit iba yang dia rasakan. Seolah menyesal karena tadi menggertaknya dengan keras.
"Jadi masalah apalagi kali ini?"
"Tidak ada masalah apa apa Ayah. Kami hanya berbeda pendapat" jawab Kenneth.
Gregory menyerngitkan dahi. Seolah bisa menebak jika anak sulungnya itu sedang menyembunyikan sesuatu. Sally akhirnya membuka suara.
"Aku hamil Ayah"
Gregory dan Ken terperanjat. Dua lelaki itu melongo bersamaan. Ken menendang pelan kaki Sally sambil melotot. Sally hanya menunduk. Gregory mengambil tangan Sally lalu menggenggam dengan erat.
"Kau hamil dengan siapa anakku?" tanyanya dengan penuh kasih sayang.
"Sally.." sergah Ken. Namun Greg menyuruh Sally untuk tetap bicara. Ken hanya menggeleng pelan.
"Dengan temanku, Roman"
Gregory berpikir sejenak. Mencoba mengingat sesuatu. "Apakah dia yang dulu selalu bersamamu? teman masa kecilmu itu?"
Sally menggangguk. Gregory menarik nafas panjang. Dengan bijak ia berkata, "Bawalah dia kerumah. Kenalkan pada Ayah"
"Ayah!" sergah Ken nampak tidak suka ide itu.
"Kalau kakakmu terlihat tidak suka, berarti ada sesuatu dengan orang itu. Kenapa lagi?"
tanya Greg penasaran.
"Dia seorang polisi, Ayah" jawab Sally.
Gregory nampak terkejut lalu tertawa terbahak bahak. Ken dan Sally kebingungan melihat ekspresi ayahnya. Kenapa ayahnya tidak marah?
"Apakah type mu adalah polisi? kenapa kau suka berkencan dengan mereka? Hahaha Sally Wilder, kau bisa memilih banyak pria tampan dan kaya raya di seluruh pelosok kota ini. Kenapa kau harus berurusan dengan mereka yang memusuhi kita? Pantas Kakakmu marah, dia tahu hubunganmu dengan pria itu akan membahayakanmu"
Sally terdiam. Matanya mulai berkaca-kaca. Ken yang tak tega dengan adiknya memilih untuk pergi meninggalkan pembicaraan. Ia pun tak mengerti harus bagaimana. Berbeda dengan Benjamin, Roman bukan polisi biasa. Roman bukan orang biasa.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments