Diruangan naratama sebuah rumah sakit, terlihat seorang perawat sedang mengganti perban pasien. Beberapa orang mengelilingi pria tua yang sedang duduk diatas ranjang pasien. Dia terlihat menahan kesakitan. Seorang perempuan cantik nampak duduk disampingnya dengan wajah cemas. Pria tua itu lantas melihatnya lalu tersenyum.
“Aku benar-benar sudah tua sekarang. Dulu luka seperti ini tak sedikitpun menyakitiku” ujar Vladimir diiringi tawa ringan. Jully mengelus pelan tangan ayahnya.
“Aku sangat takut, Ayah”
“Tak perlu takut. Aku sudah membalaskan dendam anak lelakiku. Mereka berani membunuh anakku, maka aku membunuh anak lelaki mereka. Gregory si Srigala berengsek itu pasti merasakan apa yang aku rasakan”
Habb dan Sebastian yang berada di dalam kamar itu lantas saling berpandangan. Saling mengangguk dengan senyum licik tersungging dibibir mereka. Perawat yang mengganti perban Vladimir telah selesai menjalankan tugasnya. Ia lantas keluar ruangan.
Habb membuka pembicaraan sesaat pintu ditutup,
“Tuan, ada hal penting yang harus saya sampaikan”
“Apa itu?” Tanya Vladimir.
“Apakah harus sekarang?” sergah Jully seakan khawatir Ayahnya akan shock dengan kabar yang dibicarakan Habb. Namun Vladimir memaksa untuk tahu.
“Tentang Dimitri”
“Kenapa dengannya?”
“File Dimitri yang ia simpan di brankas Bank Central telah dicuri oleh Ken Wilder”
“Aaah.. jadi ia tidak merampok Bank, ia hanya mencuri file itu namun berkedok merampok. Apakah file Dimitri sangat penting?”
“Teramat sangat penting. File itu berisi catatan Kriminal keluarga Wilder dan keluarga Romusca. Juga pejabat-pejabat yang terkait dengan dua keluarga tadi. File itu satu-satunya dibuat oleh Dimitri selama bertahun-tahun.”
“Bukankah ayah cukup dekat dengannya?” Tanya Jully.
“Aku hanya menyuapnya beberapa kali untuk tutup mulut. Dia menyimpan banyak rahasia penting keluarga kita. Namun apakah hal itu perlu dikhawatirkan? Dimitri pasti bisa membuat file itu kembali”
“Ayah, Dimitri telah tewas ditangan Kenneth Wilder” timpal Sebastian. Jully melirik Sebastian. Vladimir terkejut.
“Jangan bilang kalau file itu satu-satunya yang ada di kota ini”
“Dimitri tidak membuat salinannya. File satu-satunya itu ia simpan di Bank agar aman. Karena banyak orang yang mengincarnya”
“Darimana kau tahu itu Pak Habb?” Tanya Vladimir.
“Kami mengirimkan beberapa orang untuk mengawasi Dimitri beberapa tahun belakangan ini. Informasi ini sangat valid. Dan pihak Bank Central juga telah membuat laporan ke kantor polisi untuk pencurian Brankas”
Vladimir terdiam sejenak. Sebastian dan Habb saling tersenyum licik. Vladimir pasti memikirkan bagaimana mendapatkan file itu kembali. Ketika File itu berada di tangan Keluarga Wilder, bisa saja mereka menggunakannya untuk menyerang Keluarga Romusca.
Apalagi Greg pasti berambisi untuk membalas dendam atas kematian Thomas. Vlad harus sesegera mungkin mendapatkan file itu. Belum lagi file itu juga berisi kekayaan illegal yang dimilikinya.
“Ayah, Istirahatlah saja. Biar aku dan Habb yang akan mengurus file itu. Kami akan mengambilnya dari Ken Wilder” ujar Sebastian mencoba menenangkan ayah mertuanya.
“Tidak. Biarkan Jully yang mengurus file itu” tukas Vlad sembari menatap putrinya dengan yakin. Jully terlihat shock dan tidak percaya, namun jika ayahnya telah memutuskan, ia pun tak bisa menolaknya.
“Tapi ayah, bukankah itu terlalu berbahaya?” Tanya Sebastian.
Jully melirik kearah suaminya, ia tak yakin pria itu benar-benar mengkhawatirkannya. Ia hanya bertingkah di depan ayahnya. Karena Jully yakin, Sebastian tidak benar-benar mencintainya.
“Akan kulakukan yang terbaik ayah.” janji Jully dengan senyuman manisnya.
Vlad mengelus rambut panjang anaknya. Ia sangat tahu kelemahan terbesar Ken adalah putrinya. Kenneth Wilder tak akan terkalahkan dengan senapan, atau ratusan pukulan, dia hanya kalah dengan seorang wanita cantik yang bernama Jullianne Romusca.
...***...
Musik opera mengalun dengan syahdu di sebuah ruangan. Aroma kopi jahe tercium dari asapnya yang masih mengepul di atas meja. Seorang Nenek tua berusia 83 tahun sedang merajut syal, duduk di kursi panjang. Ia terlihat beberapa kali membetulkan letak kacamatanya. Kacamatanya yang mulai usang itu sering tiba-tiba turun sendiri dari batang hidungnya.
Seorang pemuda berusia 30-an sedang tidur-tiduran disamping nenek tua itu. Matanya menerawang menatap langit-langit atap rumahnya. Sang nenek yang dari tadi secara tidak langsung memperhatikannya, akhirnya mulai tak sabar untuk bertanya.
“Apa yang sedang kau pikirkan, Roman?” tanyanya dengan penuh kasih sayang. Tangannya mengelus pelan dahi Roman.
“Aku hanya mengingat-ingat wajah kedua orang tuaku, namun aku tak ingat” jawabnya diiringi senyuman pahit. Nenek Shia terkejut dengan jawaban Roman namun ia berusaha untuk menyembunyikannya.
“Perampok itu membakar habis rumahmu dan tak ada satupun foto yang ada bisa diselamatkan.”
“Jangankan foto, orang tuaku pun tak selamat” sahut Roman dengan getir.
Nenek Shia terdiam, namun tangannya yang hangat masih mengelus rambut Roman dengan pelan. Ia merasa sangat kasihan dengan pria itu, namun ia tak bisa melakukan apa-apa.
“Bagaimana rupa ayah dan ibuku Nek?”
Nenek Shia meletakkan gulungan benang rajutnya, ia lantas mengingat-ingat kembali kenangan masa lalunya.
“Mereka adalah orang-orang yang baik. Terutama Ibumu, ia sangat cantik. Ketampananmu saat ini adalah bukti bahwa kau dilahirkan dari rahim seorang dewi. Ibumu sangat suka memasak. Aku sangat suka menemaninya memasak. Ibumu tak pernah menganggapku seorang mertua, dia menganggapku ibu kandungnya sendiri. Aku sangat merindukannya.” Nenek Shia bercerita dengan menitikkan air mata.
Mata Roman berkaca-kaca, ia bisa merasakan kehangatan dan kerinduan kepada ibunya, namun sekeras apapun ia mencoba, ia bahkan tak bisa mengingat apapun. Entah kenapa ingatannya tak ada satupun yang menyimpan memori tentang kedua orang tuanya.
Sejak usia 5 tahun ia tinggal dengan Nenek Shia. Ia hidup dengan sederhana. Tidak ada satupun foto keluarga di rumah Roman kecuali foto dirinya dan Nenek Shia. Sedari kecil Roman telah menganggap nenek Shia adalah ibunya sendiri. Tidak ada saudara yang ia kenal, kata Nenek Shia setelah insiden itu tidak ada saudara pun yang mau berhubungan dengan mereka. Mereka benar-benar hidup berdua. Selama bertahun-tahun Roman hidup dalam kehampaan itu.
“Lalu bagaimana dengan Ayah?” Tanya Roman masih penasaran. Raut wajah Nenek Shia pun tiba-tiba berubah. Ada kesedihan dan kemarahan yang ia tampakkan. Lama ia tak berucap sepatah katapun. Nafasnya tiba-tiba tersengal dan kepalanya menjadi pusing.
“Nenek? Apa nenek baik-baik saja?” Tanya Roman gelisah ketika melihat neneknya memegangi kepalanya.
“Sepertinya aku terlalu lelah hari ini” jawab nenek Shia. Roman segera bangkit dan memegang kedua lengan neneknya. Ia mencoba membantu nenek Shia berdiri.
“Istirahatlah Nek, aku akan antar nenek ke kamar.”
“Tidak perlu. Aku bisa sendiri. Kau pergilah tidur.”
Roman menggeleng pelan, “Aku belum mengantuk Nek. Aku akan pergi keluar sebentar membeli minum. Nenek masuklah kamar dan istirahatlah” ujar Roman.
“Baiklah. Jangan pulang terlalu larut”pesan Nenek Shia penuh cemas. Roman mengangguk dan berlalu pergi.
Nenek Shia melihat Roman hingga ia menutup pintu. Raut wajahnya nampak sedih dan air mata menggenangi setiap sudut matanya. Ia merasa bersalah karena selama bertahun-tahun menyimpan sebuah rahasia dari Roman.
Selama bertahun tahun pula pria itu menahan kesepian yang begitu dalam. Namun inilah hal terbaik yang bisa ia lakukan untuk Roman. Menjadikan Roman seorang polisi, menjadikannya orang baik, adalah harapan Nenek Shia untuk menebus rasa kecewanya kepada anak kandungnya sendiri. Ayah Roman.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments