Hari pertama di semester 2 sudah berakhir. Riana dan Maya pulang bersama seperti biasa dengan damai. Ya, damai, hingga kedamaian itu berakhir pada saat mereka berdua berpapasan dengan Herryl di lantai bawah.
"Eh, tukang gambar mau pulang?" sapa Herryl. Maya awalnya tidak peduli sampai Riana mengisyaratkan bahwa mereka disapa oleh Ketua OSIS.
"May, dipanggil, tuh," ujar Riana.
"Nggak ada," elak Maya.
"Yah, dicuekin sama tukang gambar," celetuk Herryl sambil menarik tas ransel Maya sehingga tubuh Maya ikut mundur karena tertarik mendekati Herryl.
"Ryl. Kamu tuh," ucap Maya. Herryl menampakkan senyumnya yang tak lama kemudian beralih menjadi wajah kesakitan karena Maya menginjak kakinya. Yap, sol sepatu Maya yang keras itu menginjak kaki Herryl yang juga memakai sepatu berjenis warrior. Sasaran empuk bagi Maya yang belum pernah diduga oleh Herryl akan dilakukan gadis itu.
"Waddoooouw!!! Sakit, sakit," erang Herryl sambil melompat dan memegangi kakinya. "Kasar amat jadi cewek," lanjutnya.
Senyum puas kemudian terbit di wajah Maya, merasa menang atas laki-laki usil yang masih memegangi kakinya di hadapannya ini.
"Lain kali yang sopan. Ketua OSIS, kan?" sahut Maya menasehati. Sementara Riana hanya geleng-geleng melihat kedua temannya itu.
"Ya, tapi kan..." ucapan Herryl terpotong oleh seseorang yang memanggil Maya.
"Maya," panggil gadis pintar nan cantik yang sedikit berlari mendekati Maya.
"Ya, Putri," jawab Maya.
"Kamu mau ajarin aku nggambar, nggak?" tanya Putri. Mendengar kata 'gambar' membuat Herryl tertawa sementara Maya jadi keki teringat sebutan Herryl yang baginya meledek.
"Mau, sih, tapi kok May?" Maya balik bertanya.
"Pak Irwan nunjukin gambar kamu yang ujian semester kemarin. Gambar kamu buat contoh soal detil gambar," jawab Putri.
"Yakin itu gambar May?" tanya Maya ragu. Masa iya gambarnya yang biasa saja itu dijadikan contoh?
"Yakin. Kata Pak Irwan malah mau dibahas di kelas lain. Besok ajarin, ya, May," jawab Putri.
"I, iya. Sebenarnya itu sederhana aja sih, cuma ngikutin detil objek yang kita gambar," ujar Maya menjelaskan kuncinya. Maya meyakini bahwa sebenarnya teman-temannya bisa mengerjakan dengan cara yang sama.
"Hmm, gitu, ya?" tanya Putri lagi, meyakinkan. Maya mengangguk sebagai jawaban.
"Tuh, kan, pacar saya hebat, ya, Kak Putri?" sahut Herryl memastikan. Tidak lupa tangan kanannya merangkul bahu kanan Maya yang tingginya hanya sebahu lelaki itu. Putri yang anggun itu menunjukkan keterkejutannya dengan menutup mulut.
"Kalian pacaran? Sejak kapan?" tanya Putri lagi. Sementara Riana hanya menggeleng lagi. Heran dengan keisengan Herryl yang tak ada habisnya.
"Cari perkara nih anak," celetuk Riana.
Bagaimana dengan reaksi Maya? Gadis itu menepis tangan Herryl dan memelototi lelaki di sampingnya. Raut muka marah ditunjukkannya dan kemudian beralih pada Putri di depannya.
"Nggak. Nggak, Put. Dia cuma ngasal," jawab Maya mengelak. Tangannya sudah bergerak hendak menggapai telinga Herryl tapi ia kalah cepat. Herryl sudah berlari kabur menjauhi Maya. Ya, lelaki itu menghindar dan Maya mengejarnya dengan murka tingkat kelurahan.
"Mulai deh," ucap Riana.
"Apa?" tanya Putri.
"Tuh, kejar-kejaran," jawab Riana sambil menunjuk dua makhluk yang memutari mimbar upacara.
"Iya, sih. Kirain mereka pasangan romantis, mengingat cerita waktu Herryl nolong Maya waktu dibully Red Hot," komentar Putri sambil ikut menonton.
"Pasangan?"
"Iya, mereka pacaran, kan?"
Mendengar itu Riana tertawa kecil. Matanya terus mengikuti dua siswa yang jarang akur itu sedang berkejaran melewati koperasi.
"Bukan, Put. Mereka nggak pacaran," jawab Riana.
"Oh, gitu. Eh, aku duluan, ya. Mau les," ujar Putri pamit. Riana mengiyakan dan mereka berdua saling melambaikan tangan.
"Ryl, berhenti kamu!" teriak Maya tanpa peduli sebagian kecil siswa yang masih ada di sekolah melihat aksi mereka berdua.
"Nggak mau!" balas Herryl sambil terus berlari di pinggir lapangan voli.
"Herryl!" bentak Maya kesal.
"Galak amat sama pacar," jawab Herryl.
"May bukan pacar kamu!" tegas Maya, masih sambil berlari.
"Ngakuin pacar aja susah amat sih, Kak?" balas Herryl.
"Herryyyyyl!" panggil Maya lagi. Semakin kesal ia dibuat oleh lelaki di depannya. Mereka sudah sampai di depan ruang guru ketika Herryl mendadak berhenti sehingga Maya hanya punya sedikit waktu untuk mengehntikan larinya. Tak ayal lagi ia menabrak punggung Herryl.
"Aduh. Ryl..." panggilan Maya segera dipotong oleh genggaman tangan Herryl di tangan kanannya dan perintah "sstt," dari Herryl. Entah kenapa Maya menurut saja.
Maya melongok karena ingin tahu siapa yang sedang berada di depan Herryl sehingga mereka harus diam.
"Kalian berdua ini, ya, lari-lari kerjanya. Mau jadi anak TK lagi!?" bentak seorang wanita tepat ketika Maya melihat orang tersebut. Bu Wiwit!
Maya perlahan berpindah posisinya. Berdiri di samping Herryl yang agak menunduk. Maya ikut merasa bersalah karena tidak dapat mengendalikan emosinya.
"Maaf, Bu. Tadi Herryl meledek saya," ucap Maya akhirnya.
"Meledek apa sampai kalian harus kejar-kejaran?" tanya Bu Wiwit galak.
"Dia.. bilang saya pacarnya," jawab Maya terbata.
"Kamu tersinggung?" tanya Bu Wiwit lagi.
"Dianya aja nggak mau ngakuin saya, Bu," celetuk Herryl. Bu Wiwit mengerutkan kedua alisnya mendengar ucapan Herryl yang diketahui sebagai Ketua OSIS.
"Jadi, kalian pacaran? Tetap tidak dibenarkan untuk lari-larian seperti tadi di depan ruang guru. Mengerti?" pesan Bu Wiwit menasehati.
Ya, pelajaran adab juga diajarkan di SMA Angkasa, di mana siswa tidak boleh membuat kegaduhan di depan guru mereka. Termasuk di depan ruang guru.
"Baik, Bu, saya minta maaf," ucap Herryl. Maya masih kesal karena Bu Wiwit telah salah sangka. Baru saja ia ingin membuka suara, Bu Wiwit sudah mengeluarkan petuahnya lagi.
"Apalagi kamu, Ryl. Sebagai Ketua OSIS harus memberi contoh yang baik untuk siswa lainnya," ucap Bu Wiwit sambil menjewer Herryl.
Merasa sudah terwakili, Maya tersenyum.
"Bu, saya pamit dulu," ucap Maya yang dijawab anggukan oleh Bu Wiwit. Maya kemudian melenggang ke arah Riana.
"Kena omel, kan?" tanya Riana.
"Hehe, iya. Tapi Herryl udah dijewer, kok," jawab Maya sambil tertawa kecil.
"Seneng banget, sih?" tanya Riana.
"Iya, dia udah dihukum," jawab Maya. Mereka berdua bergegas pulang, meninggalkan Herryl yang masih diceramahi oleh Bu Wiwit.
"Kamu hebat gambarnya jadi contoh teman-teman," ujar Riana di tengah perjalanan mereka berdua.
"Terima kasih, Ri. May juga nggak nyangka, padahal ada Ramdan," jawab Maya sambil tersenyum.
"Modal sudah cukup untuk masuk Teknik Sipil," lanjut Riana lagi. Maya mengangguk.
"May. Kamu nggak bisa, ya, nggak kepancing ngejar Herryl?" tanya Riana lagi.
"Nggak tahu, Ri. May bawaannya kesal kalau dia usil. Pengen dia kapok ngerjain May," jawab May dengan raut muka yang berbeda, tidak lagi sumringah.
"Ya, untungnya tadi nggak ada Geng Red Hot. Katamu kan malas berurusan dengan Geng Red Hot, May," ucap Riana lagi, mengingatkan.
"Iya, sih, tapi nggak tahu kenapa Herrylnya malah kayak sengaja gitu bikin kesal," imbuh Maya. Ada nada tidak suka dalam kalimatnya. Ya, Maya selalu tidak suka bila mendengar Geng Red Hot.
Mereka berdua terus berjalan pulang dengan berbagai obrolan ringan.
...-bersambung-...
Hai halo hai, sudah update yaaa. Semoga semakin sukaaaa
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
sry rahayu
jadi ingat masa2 SMA Thor
2022-05-31
0
Allunk Epengade
suka banget thor. seru
2021-10-18
0
Dewanti Irawan
huaaa. teringat masa2 SMA jadinya. suka bgt ma cerita.
2021-10-03
0