Maya kurang berhati-hati saat berjalan sehingga ada yang tidak sengaja menyenggol tangannya dan komik miliknya jatuh. Maya berhenti, menoleh saat menyadari tangannya kosong dan melihat ke bawah. Didapatinya buku berukuran 11 x 14 cm itu tergeletak di lantai... dan terinjak.
"Buku May," ucap Maya lirih. Ia berjongkok dan memungut kembali komik miliknya, kapsul waktunya bersama Adrian. Hanya Adrian yang mengerti dirinya terkait Detektif Conan.
"Maaf," ucap siswa yang tadi tidak sengaja menyenggol dan menginjak bukunya. Lelaki tinggi berkulit coklat. Ada perasaan tidak enak dalam diri siswa tersebut mendapati Maya hanya diam saja dan tidak menjawab semisal ucapan tidak apa-apa atau sejenisnya.
"May, ayo berdiri," ajak Riana. Maya menuruti sahabatnya tanpa bicara. Maya membersihkan jejak sepatu yang mengotori dan melipat sampul komiknya.
"Kak Maya, maaf. Aku yang manggil Raka tadi, jadi Raka nggak sengaja nyenggol buku Kakak," ucap lelaki tinggi berkulit coklat lainnya yang mendekat, Herryl.
Maya hanya diam merespon ucapan Herryl. Ia merawat buku-bukunya sedemikian rupa, membersihkan mereka dari debu tiap pekan. Menyampuli mereka dengan sampul plastik. Bagi pecinta buku sepertinya, setiap buku memiliki maknanya sendiri.
"Kak, begini saja. Kami belikan yang baru, ya?" bujuk Herryl. Maya menggeleng.
Apa semua selalu diselesaikan dengan uang? Maya membatin.
Saat Maya lengah, Herryl mengambil komik tersebut dari tangannya.
"Saya ganti saja, ini ada yang sobek kena air," ujar Herryl.
"Nggak perlu," ucap Maya sambil berusaha meraih kembali komiknya. Tidak mudah baginya karena ternyata Herryl berkelit sehingga Maya hanya menangkap angin.
"Kak..." panggil Herryl sambil mengangkat tangannya tinggi agar komik itu tidak tergapai oleh Maya. Dan benar, Maya berusaha sampai melompat agar komiknya kembali.
"Ryl, sini," perintah Maya. Mereka berdua tidak menyadari beberapa pasang mata menonton kejadian tersebut, termasuk Riana.
"May, ini sandwichnya," ucap Riana berusaha mengalihkan perhatian Maya. Tapi nihil, karena Maya masih berusaha mengambil komiknya.
"Bawa dulu aja, Ri. May mau ambil komik ini," jawab Maya sedikit terengah karena sedari tadi ia melompat.
Saat itulah senyum simpul Herryl muncul. Sebuah ide hadir di kepalanya. Tiba-tiba ia berbalik dan menghindar, lari kencang. Menjauhi Maya sambil tetap membawa komik di tangannya.
Bukan Maya namanya bila hanya diam. Dikejarnya lelaki itu, demi komik miliknya.
"Herryl!" panggil Maya. Kini dirinya sudah dilingkupi kekesalan yang sangat. Dirinya dikerjai oleh adik kelas? Maya tidak bisa menerima hal tersebut.
Didapatinya Herryl berlari menuju lapangan voli. Berpasang mata yang keduanya lewati tidak bisa melepas pandangan mereka sejenak dari kedua orang tenar di sekolah itu, mengetahui ada aksi kejar-kejaran yang entah apa penyebabnya.
Maya yang terbiasa berlatih karate tidak mudah lelah tapi ia masih belum bisa mendekati Herryl, si pelari handal di sekolah. Maya baru mengetahui fakta tersebut hari ini, ketika ia mengejar Herryl. Mereka sudah satu putaran penuh mengelilingi lapangan tersebut. Jarak yang menakjubkan karena selain keliling lapangannya adalah 72 meter, mereka berkejaran sambil saling berteriak.
"Ryl, jangan sampai May..." ucapan Maya terputus. Selain karena energinya terkuras, ia juga baru menyadari bahwa ia tidak boleh menggunakan ilmu bela diri untuk hal sepele seperti ini. Tapi, komik itu...
Kesempatan itu datang saat Herryl berbelok di sudut lapangan. Maya memperhitungkan sudut yang bisa ia capai untuk menghentikan Herryl.
Dengan sekali lompatan dan variasi tendangan menyodok ke depan, ia berhasil melumpuhkan Herryl. Lelaki itu terhuyung dan jatuh karena kakinya terkena tendangan Maya.
"Aduh! Sakit, Kak," teriak Herryl. Maya berdiri kemudian sedikit membungkuk untuk mengambil komik yang terlepas dari tangan Herryl. Herryl sendiri masih duduk sambil menahan sakit di kakinya.
"Lain kali nggak usah usil," ucap Maya memberi peringatan. Maya memilih untuk berbalik, menuju kelasnya.
"Ya," jawab Herryl singkat. Ia masih meringis kesakitan. Setidaknya kamu udah nggak begitu sedih, kan? batin Herryl sambil menatap Maya yang semakin menjauh. Senyum simpul tersungging di bibirnya. Ia sendiri memilih untuk merebahkan badannya di lapangan, beristirahat. Ia tidak peduli kalau ia sudah menjadi tontonan orang-orang.
"Ryl, lo nggak apa-apa? Sorry, gara-gara gue, lo kena tendang," ucap Raka yang baru datang. Sejak tadi ia hanya melihat saja karena takut dengan aura kemarahan Maya. Ia duduk menemani Herryl, setidaknya ini salah satu caranya meminta maaf, bertanggung jawab.
"Haus," jawab Herryl terengah-engah. Raka meletakkan botol minum yang dibelinya di kantin. Herryl beranjak duduk lalu minum.
Bagaimana dengan Maya? Ia melenggang sendiri ke kelas. Bergegas ia mendekati kursinya, mengambil botol minum di dalam tas, dan menenggak cepat isinya.
"May, ini, sekalian," ujar Riana menyodorkan sandwich bagiannya. Maya mengambil itu sambil matanya tetap menatap papan tulis di depan. Ada raut kekesalan di sana.
"Maya, keren lo tadi. Ketua OSIS lo buat nyusruk," ucap Ramdan.
"Ngeselin dia, Dan," sahut Maya. Masih bernada kesal.
Jam istirahat sudah selesai dan Maya kedatangan tamu, ketua karate. Hardi duduk di samping Maya yang mulai berangsur hilang kesalnya.
"Maya, tadi kamu pakai kata (jurus)?" tanya Hardi, memastikan apa yang ia lihat dari lantai dua tadi. Melihat Maya mengangguk, Hardi menghela nafasnya. "Kamu tahu, kan, karate bukan untuk gagah-gagahan?" tanya Hardi lagi. Maya mengangguk lemah. "Sekarang kamu minta maaf ke Herryl," lanjut Hardi. Maya menoleh, menatap Hardi.
"Nggak," jawab Maya. Baru kali ini Maya membantah Hardi. "Kamu tahu? Herryl sengaja mengambil komik ini dari tangan May," ujar Maya. Lalu cerita penyebabnya mengalir dari bibir gadis di hadapan Hardi itu.
"Oke, gini. Kita nggak mau citra karate jelek, kan?" Hardi kembali berdiplomasi dengan Maya. Melihat Maya mengangguk, Hardi melanjutkan, "jadi, mulai sekarang Maya bisa mengendalikan penggunaan kata?"
Maya mengangguk lemah.
"Ya udah, aku ke kelas dulu. Jaga terus buku dari Adrian, ya," ucap Hardi sambil menepuk lembut kepala Maya. Maya diam mengiyakan.
...***...
"May, pinjam PR lo," ujar Adrian seraya tangannya mengambil buku di meja Maya. Ia tidak menunggu persetujuan Maya. Selalu begitu, seenaknya saja.
"Jangan gitu, Yan, main ambil aja," sahut Maya. Adrian lalu mengangkat tinggi-tinggi buku Maya agar tidak bisa digapai pemiliknya.
Tidak hanya sampai di situ, Adrian berlari menghindar. Maya terus mengikuti sehingga mereka berkejaran di dalam kelas.
"Maya pelit," ucap Adrian.
"Jangan nyontek, balikin nggak?" balas Maya.
...***...
Maya menatap komik yang sudah berada di tangannya kini.
"Berarti banget kayaknya," ucap seseorang. Arkan.
Maya tersenyum menanggapi ucapan Arkan.
"Eh, Arkan. Kamu kan tahun kemarin Ketua OSIS. Kalau ada yang nendang kamu, misalnya, itu kamu laporin ke pihak sekolah?" tanya Maya akhirnya. Ia baru ingat kalau Herryl adalah Ketua OSIS, seseorang yang memiliki kedudukan di sekolah.
"Iya, May. Tapi case begitu biasanya ditelusuri dulu penyebabnya," jawab Arkan. Raut wajah Maya berubah.
Aku nggak mau ada masalah berarti di sekolah, batinnya khawatir. Ia hanya bisa pasrah akan apa yang terjadi nanti. Ia sudah salah, cari masalah dengan Ketua OSIS.
...***...
"Ryl, gimana?" tanya Hardi di depan kelas Herryl. Didapatinya sang adik kelas duduk bersandar di bangku batu yang memang disediakan di setiap sisi luar kelas.
Herryl menggeser duduknya dan memberi isyarat agar Hardi juga duduk di sampingnya.
"Nggak apa-apa, cuma sakit sedikit," jawab Herryl.
"Aku minta maaf karena Maya menggunakan kata ke kamu," ucap Hardi. Herryl tersenyum mendengarnya. Sesuai apa yang diharapkan dari ketua klub karate, bertanggung jawab.
"Nggak apa-apa. Dia juga pasti terpaksa, kalau niat pasti dari awal sudah dia pakai karate-nya," sahut Herryl mencoba menenangkan salah satu seniornya.
"Dia sedih banget tadi komiknya kotor. Ya, senggaknya waktu ambil komik tadi kesedihannya berkurang," lanjut Herryl. Hardi merasakan Ketua OSIS mereka bersimpati pada Maya.
"Ya, komik itu kenangan dari teman kami yang pindah beberapa bulan lalu. Makanya Maya berhati-hati menjaganya. Oh, iya, terima kasih juga untuk simpati dan niat menghibur Maya," ucap Hardi menjelaskan sepanjang pengetahuannya.
"Oh, gitu." Pantas dia sesedih itu, batin Herryl.
Hardi berpamitan dan Herryl tersenyum mengiyakan.
...-bersambung-...
Hai, halo hai. Apa kabar? Sehat selalu yaaa. Oke, sudah update nih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
sry rahayu
komik Conan, apalagi pemberian Adrian. tentunya dijaga dengan segenap jiwa raga,😃
2022-05-31
0
Dewanti Irawan
padahal bagus loh novelnya tapi kok yg like dikit bgt ya. suka dgn bahasany yg ditata sangat apik jd pembaca bisa relax bacanya GK pake mikir lagi.
2021-10-03
0
Putri Handayani
aku suka sama ceritanya lama2 di baca jadi menarik
2021-06-17
2