Di sebuah kafe
"Apa lo bilang? Anak culun itu PDKT ke Herryl!?" semprot Thalita, ketua geng yang terkenal cantik, modis, dan pintar. Ya, Thalita masuk peringkat 6 di sekolahnya. Dia bahkan pernah menjabat sebagai sekretaris di OSIS tahun lalu.
"Sebenarnya Herryl yang duluan, sih," ucap Rima sambil menyeruput jus alpukatnya.
"Herryl emang baik, lo tahu itu, kan? Tuh cewek aja yang kepedean. Berani banget," potong Thalita. Diseruput kasar choco floatnya kini.
"Liat aja lagi, palingan dia sadar dia nggak pantes," ujar Karenina, gadis berkuncir kuda yang dikenal kemampuan inggrisnya. Wajar, Ayahnya warga Australia.
"Lagian kan gue liat Culun itu dekatnya sama Arkan." ucap Rima yang memang sekelas dengan Maya.
"Ya udah, bilangin, dia jangan kegatelan sama Herryl," sahut Thalita yang diamini 3 anggota lainnya: Karen, Windy, dan Agnia.
"Orangnya diem, Ta. Gue bingung gimana bilanginnya," ucap Rima.
Rima bingung karena di kelas Maya bukan orang yang suka banyak tingkah. Maya hanya banyak bicara kalau bertanya pelajaran yang kurang ia mengerti atau sedang menjelaskan suatu materi pelajaran kepada teman-teman yang bertanya.
"Karena orangnya diem lo lebih gampang bilanginnya. Dia nggak bakal ngebantah lo. Percaya sama gue, oke?" sahut Thalita mencoba meyakinkan.
Rima masih menunjukkan raut wajah meragu.
"Kayaknya lo takut sama reaksi Maya, ya? misal dipukul atau ditendang," ujar Karenina berusaha menganalisis sikap Rima.
"Apa maksud lo?" tanya Thalita.
"Maya jago karate, Ta," jawab Karenina menjelaskan. Seketika terbit senyum licik di wajah Thalita.
"Oh, gitu. Kalo gitu, gue aja yang ngomong sama culun itu," ujar Thalita.
......***......
Sementara itu di SMA Angkasa
Maya sudah sampai sekolah dan baru selesai berganti baju karate. Ia memeriksa apakah ada yang tertinggal saat Hardi, teman karatenya, menghampirinya.
"Maya, ujian kenaikan sabuk nanti kamu ikut?" tanya Hardi.
"Iya, Di," jawab Maya. Dilihatnya Hardi yang siap dengan seragam karate dan sabuk coklatnya. Hardi didapuk menjadi ketua klub karate SMA Angkasa karena kedisiplinan dan sikap kepemimpinannya yang kuat. Maya menunduk malu karena ia baru akan ujian untuk mendapat sabuk biru, yang artinya saat ini ia berjeda 2 tingkatan sabuk dengan Hardi.
"Oke, formulirnya ambil di Kak Andi, ya. Besok aku daftarkan bersama yang lainnya," ucap Hardi.
"Baik. Terima kasih," sahut Maya sebelum Hardi pergi.
"Eh, Kak Maya. Latihan?" sapa Herryl yang melewati mereka berdua. Maya mengangguk, mengiyakan dugaan Herryl. "Oh, saya ke kantor guru dulu, Kak," lanjut Herryl kemudian. Anggukan Maya dan Hardi mengiringinya.
"Tumben, kenal Ketua OSIS," komentar Hardi.
"Iya, kami sebangku ujian kali ini," jawab Maya.
"Oh. Aku duluan, ya," ujar Hardi sambil menepuk kepala Maya.
"I..iya," jawab Maya gugup. Jantungnya masih berdegup kencang bila berhadapan dengan Hardi.
Hati, tenanglah. Jangan sampai ia mendengar degupmu. Maya membatin sambil menatap punggung lelaki tinggi itu.
Sementara Maya berlatih karate, Herryl berlatih voli bersama beberapa siswa yang belum pulang. Karena lapangan yang mereka gunakan bersebelahan, Herryl bisa leluasa mengamati jalannya latihan.
Selalu serius.
Kegiatan latihan karate berlangsung hingga waktu menunjukkan pukul 17.08. Maya berganti pakaian dan berjalan pulang, sendirian.
Tiba-tiba ada yang menarik tasnya hingga jalannya terhuyung ke kiri. Bersamaan dengan itu, sebuah mobil melewatinya. Ia menoleh, dan mendapati sesosok siswa menunjukkan raut wajah cemas.
"Terima kasih," ucap Maya.
"Hati-hati, Kak," jawab Herryl. Maya mengangguk kemudian kembali meneruskan perjalanan pulang.
...***...
Tiba-tiba tas Maya ditarik. Saat menoleh, Maya marah.
"Adrian!" ujar Maya murka. Sudah kesekian kalinya Adrian usil terhadapnya.
"Lo jangan bengong," jawab Adrianus lagi.
"Tapi tadi bahaya! Ini jalan umum," sahut Maya masih murka.
"Kalo nggak gue tarik, lo ketabrak," jawab Adrian lagi.
Maya membulatkan matanya.
Jadi, Adrian menolongku? batinnya, terkejut.
"Sudah, May. Tadi ada mobil lewat di belakang kamu. Terima kasih Adrian," ujar Riana menjelaskan. Maya terdiam, malu akan sikapnya. Sementara Adrian melenggang begitu saja, mendahului mereka berdua.
...***...
Kelebatan masa lalu bersama Adrian segera muncul di pikiran Maya. Adrian, teman sekelasnya yang mendadak pindah jelang akhir tahun ajaran kemarin. Maya tidak dapat menghubungi nomor teleponnya menggunakan ponsel Mama. Telepon rumahnya juga tidak dapat dihubungi. Saat itu Maya menghubunginya karena proyek Biologi bersama. Hardi, sahabat Adrian, juga tidak tahu menahu kabar lelaki tinggi berkebangsaan Belanda itu. Tidak terbayang bagaimana paniknya Maya karena bagian yang seharusnya Adrian kerjakan merupakan bagian sulit dalam proyek mereka. Jadilah, Adrian seolah lenyap ditelan bumi dan tugas mereka hanya dikerjakan bertiga oleh Riana, Maya, dan Dani.
Sudah lama, ya? Lebih dari 7 bulan. Apa kabarmu, Yan? Sejak kamu nggak ada, hidupku damai. Ya, mungkin memang kamu dihadirkan untuk membuat ricuh hidupku, ya? Maya membatin kembali.
Setelah menyeberang jalan, Maya melihat sosok yang ia kenali menjadi teman sebangkunya, berjalan ke arah timur, menuju gang rumahnya. Maya memperlambat jalannya agar tidak bertemu Herryl di jalan. Baginya, sangat tidak nyaman jalan berdua dengan lelaki. Bagi Maya, hal itu menunjukkan betapa lemahnya perempuan harus dijaga laki-laki. Dan Maya tidak mau termasuk ke dalam golongan itu.
Maya semakin dekat ke gang rumahnya. Di depan sana, Herryl sudah terlihat berbelok. Ia masuk ke dalam gang di kiri jalan, berseberangan dengan Maya.
Rumah siapa? Sepertinya tidak ada Herryl di sana selama ini, batin Maya. Sebagai gadis yang besar di daerah ini, ia sudah hapal orang-orang di kedua gang. Maya hanya mengedikkan kedua bahunya. Bukan urusanku juga.
Sementara itu, Herryl baru sampai rumah. Usai membersihkan diri, diambilnya album foto yang tadinya tidak ia pedulikan. Sejak kemarin, ia sudah ingin membuka album itu tapi belum sempat.
Ada satu foto yang membuatnya tertarik. Di foto itu dirinya sedang duduk di samping anak kecil seusianya, berkulit putih dan mata sipit. Khas sekali etnis Asia Timur. Hardi Shiratori namanya. Ayahnya adalah orang Jepang sementara ibunya orang Palembang. Hardi, ketua klub karate itu adalah teman kelasnya saat Playgroup. Mereka terpisah sejak TK karena ia masih harus menjalani satu tahun lagi di Playgroup sementara Hardi dan Maya langsung masuk ke TK. Ya, Maya Anggraini sang juara sekolah juga adalah teman playgroupnya. Herryl tersenyum menatap foto itu, foto kenangan masa lalu yang entah apakah masih diingat atau tidak oleh teman-temannya.
...***...
"Kamu masuk TK?" tanya Herryl kecil pada Hardi.
"Iya, kamu juga, kan?" Hardi kecil balik bertanya.
"Kata Mama, aku masih Paygup (playgroup) lagi. Titip Maya, ya."
"Iya, aku jagain."
"Janji?"
"Yakusoku," jawab Hardi berjanji dalam bahasa Jepang. Mereka berdua tertawa bersama.
...***...
Masih ingat janji itukah? tanya Herryl dalam hati.
...-bersambung-...
halo hai halo, sya balik lagi dengan chapter baru. Gimana? Ada yang mulai seru? Atau terlalu cepat alurnya? Jawab di kolom komentar, yaaa
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
sry rahayu
seru kok Thor ceritanya... lanjut...
2022-05-31
1
Allunk Epengade
kok aku agak bingung ya🤔
2021-10-18
0
MaLovA
nagih niy.. jadi pengen baca teruss
2021-09-14
0