Maya baru akan pulang saat Ramdan menghampiri mejanya.
"Lihat hasilnya, yuk," ajak Ramdan. Ada rasa malas dalam diri Maya yang membuatnya diam saja.
"Nggak usah, Dan. May nggak bakal tembus," elak Maya akhirnya.
"Tumben lo nggak semangat gini. Abis diapain sama si Herryl?" tanya Ramdan.
"Eh, apa, Dan? Herryl ngapain Maya emang?" tanya Riana yang rasa penasarannya untuk mereview kelakuan orang sangat besar.
"Tanya aja, tadi diapain selesai dia lomba," jawab Ramdan menggantung. Mata Maya membulat mendengar kalimat demi kalimat yang dilontarkan Ramdan. Segera ia berdiri kemudian mengambil salah satu buku tulis miliknya untuk dipakai memukuli tangan Ramdan.
"Kamu, tuh, ya. Kata-kata kamu bikin orang mikir aneh-aneh, tau, nggak," ucap Maya sambil tangannya tidak berhenti memukuli Ramdan.
"Aduh! Ampun, May! Udah!" teriak Ramdan kesakitan.
"Minta maaf, nggak?"
"Habis, lo lemes gitu, sih. Aduh!"
"Minta maaf, nggak," ulang Maya lagi.
"Iya iyaaa, maaaaf," ucap Ramdan akhirnya. Maya berhenti memukulinya dan kembali duduk.
"May, kamu tadi ngapain lagi sama Herryl?" tanya Riana setelah selesai menertawai Ramdan yang kesakitan sementara Ramdan juga ikut menyimak.
"Nggak ngapa-ngapain," jawab Maya datar.
"Lah dia ngejar elo, kok," ucap Ramdan.
"Oh, itu. Dia belum bilang apa-apa sih. May cuma nggak mau cari masalah sama Geng Red Hot aja, gitu May bilang ke dia," rinci Maya lagi.
"Sabar, ya, May," ucap Riana.
"Yang paling penting jangan pakai kekerasan menghadapi Geng Red Hot," ujar Arkan yang ikut menyimak sedari tadi. Maya mengangguk.
"Iya, May pengen catatan May baik supaya gampang masuk teknik sipil Universitas Angkasa," sahut May membenarkan.
"Keinginan lo sesederhana itu ternyata. Gue dukung lo, May," ujar Ramdan.
"Terima kasih, Dan," ucap Maya.
Akhirnya mereka berempat beranjak pulamg dan sebelumnya mampir dulu di depan papan pengumuman.
"May, kamu masuk semifinal sama Ramdan," ucap Riana yang menelusuri terlebih dahulu pengumuman lomba tersebut. Maya dan Ramdan bersegera menuju papan. Mengecek nama mereka.
"Eh, iya. Lomba lagi besok katanya," jawab Maya. Kali ini ia baca aturannya.
Mereka berempat kemudian berjalan bersama menuju gerbang. Pulang.
...***...
Hari ini Maya bersemangat mengikuti lomba. Tema kali ini adalah benda yang disukai. Tentu saja Maya menggambar tumpukan buku yang dibacanya. Setelah selesai, diserahkannya lembar tersebut pada panitia lalu keluar.
"Pengumuman besok, ya, Kak, terima kasih," ucap panitia tersebut. Maya mengiyakan kemudian keluar kelas.
"Sudah selesai?" tanya seseorang menyambut Maya di luar. Melihat sosoknya, Maya memilih menyingkir. Ia bertujuan ke kelasnya di lantai 2.
"Kak Maya, ngambek?" panggil Herryl yang tadi Maya abaikan. Maya tidak menjawab dan terus saja berjalan menuju tangga penghubung lantai 1 dan 2. Herryl tidak melanjutkan pengejarannya.
Ya, kau berhak mengabaikanku, May. Aku yang salah, kenapa statusku harus Ketua OSIS. Padahal...
......***......
"Lo mau daftar jadi Ketua OSIS?" tanya Raka.
"Iya, biar gue bisa gampang dapat informasi tentang teman kecil gue," jawab Herryl.
"Sampai segitunya. Dia penting banget pasti buat lo," sahut Raka. Herryl mengangguk.
......***......
Niat Herryl kini malah menjadi bumerang baginya, alat yang tidak menguntungkan. Bahkan, bisa dibilang merugikan.
"Nak, bisa bantu Ibu sebentar?" sapa Bu Yuniar ketika mendapati Herryl berdiri di depan tangga penghubung.
"Baik, Bu," jawab Herryl. Diikutinya guru penyayang itu ke kantornya. Bu Yuniar segera mengambil beberapa berkas dan menyerahkannya pada Herryl.
"Ini memang bukan tugas kamu, Nak. Tapi Ibu percaya sama kamu. Tolong nama-nama ini diberitahu untuk datang ke ruangan Ibu, ada beberapa undangan beasiswa untuk mereka," ucap Bu Yuniar lagi. Herryl mengangguk dan membaca daftar nama penerima beasiswa. Ia tersenyum, ada satu nama penting baginya yang juga tertera di kertas itu.
"Saya panggilkan dulu, Bu," ucap Herryl kemudian pamit.
Herryl berjalan cepat dengan wajah sumringah menuju kelas 3-7. Sampai di depan ruang kelas tujuannya, Herryl mengetuk pintu yang terbuka.
"Permisi, Kak. Apakah Kak Maya Anggraini ada?" sapa Herryl formal.
Riana menarik lengan baju Maya yang sibuk membaca Sherlock. Maya menoleh ke arah pintu kelas.
Apa lagi? batin Maya.
"Ya, saya," jawab Maya. Herryl masuk dan menyatakan bahwa Bu Yuniar memanggilnya sekarang.
"Baik, saya ke bawah," ucap Maya kemudian. Ia memasukkan bukunya kemudian mengikuti Herryl. Herryl bertegur sapa dengan murid lain yang menyapanya sepanjang perjalanan. Mereka berdua hanya diam sampai ke ruangan Bu Yuniar dan di sana sudah ada 4 siswa lainnya. Maya belum mengenal keempat siswa tersebut.
Herryl sendiri tersenyum. Ia mengutus pengurus OSIS lain melalui pesan singkat untuk memanggil keempat siswa selain Maya.
"Permisi, Bu," ucap Maya.
"Bu, saya sudah boleh pergi?" tanya Herryl.
"Iya, terima kasih, Nak," jawab Bu Yuniar.
Herryl berbalik melewati Maya. Lagi, saat berpapasan ia mengusap kepala Maya seperti tempo hari.
"Selamat, ya," ucap Herryl sebelum kemudian benar-benar pergi dari ruangan itu.
"Begini. Maya, Putri, Dinda, Ferdi, dan Rani, kalian berlima mendapatkan beasiswa penuh di Universitas Angkasa. Selamat, ya, Nak," ucap Bu Yuniar menjelaskan. Nampak raut terkejut di wajah kelima siswa itu.
"Maksudnya beasiswa penuh itu, apa, Bu?" tanya Putri belum mengerti. Sepengetahuannya Universitas Angkasa hanya mengadakan beasiswa sebesar biaya per semester mahasiswa yang menerima beasiswa.
"Beasiswa penuh itu adalah beasiswa untuk kalian sampai kalian lulus termasuk biaya praktik, biaya media belajar, juga biaya KKN (Kuliah Kerja Nyata). Beasiswa ini memang baru diadakan tahun ini, Nak," jawab Bu Yuniar menjelaskan. Kelima siswa tersebut mengangguk, memahami maksud gurunya.
"Bagaimana dengan jurusannya, Bu?" tanya Maya.
"Pihak yayasan membebaskan kalian untuk memilih jurusan mana saja yang kalian inginkan," jawab Bu Yuniar.
"Terima kasih, Bu," ucap mereka serempak.
"Lalu, apa yang kami berikan pada yayasan sebagai timbal balik?" tanya Ferdi. Tidak ada makan siang gratis, pikirnya.
"Cukup berikan nilai terbaik yang kalian bisa," jawab Bu Yuniar lagi, masih tersenyum.
"Ya Allah, nggak nyangka," ucap Dinda yang diiyakan oleh teman-temannya. Mereka menangis haru karena karunia yang tidak pernah mereka bayangkan. Bergantian mereka memeluk Bu Yuniar, berterima kasih.
"Tapi jangan lengah di semester 2, ya," ucap Bu Yuniar mengingatkan sambil tertawa kecil. Kelima siswa di hadapannya ikut tertawa meski masih ada sisa air mata.
"Kalau begitu kami pamit dulu, Bu," ujar Ferdi. Hanya Maya yang masih duduk diam bersama Bu Yuniar.
"Bu, saya ingin bertanya." Maya memulai pembicaraan berdua dengan Bu Yuniar.
"Ya?"
"Apakah kalau saya melawan saat dirundung, saya juga akan memiliki catatan sebagai siswa bermasalah?" tanya Maya kemudian.
Bu Yuniar yang memahami permasalahan muridnya itu segera tersenyum.
"Kalau kamu berada di jalan yang benar, kenapa khawatir, Nak? Aturan sekolah ini ada untuk melindungi para siswanya yang berada dalam masalah. Kalau siswa tersebut sudah bisa mengatasi masalahnya, bukannya itu bagus?"
"Eh?"
"Lantas, kenapa malah harus dicatat sebagai siswa bermasalah?" Bu Yuniar mengajak Maya berdiskusi terkait pertanyaannya. Maya kemudian tersenyum mendengar penjelasan gurunya.
"Baik, Bu. Saya mengerti sekarang," ucap Maya.
"Kenapa kamu begitu mengkhawatirkan hal itu, Nak?" tanya Bu Yuniar.
"Saya hanya punya ilmu dan etika yang diajarkan kedua orang tua saya, Bu. Saya tidak ingin menodai kedua hal itu dengan catatan sikap yang buruk. Kalau catatan saya buruk, saya tidak akan mampu mewujudkan cita-cita saya, Bu," jawab Maya menjelaskan.
"Jadi, sudah nggak ada alasan menghindariku, kan?" ucap Herryl yang sudah berdiri di belakang sofa tempat Maya duduk.
"Eh?"
...-bersambung-...
Hai halo hai, kayaknya updatenya cepat, nih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
sry rahayu
Maya ga ingat kalo herryl temen kecil nya ya...
2022-05-31
0
ce_ngOh
arkan g dapet yak
2021-09-24
0
MaLovA
ehhh 🥰🥰
2021-09-14
1