"Teyima kaci," ucap gadis kecil berkuncir dua pada dua teman laki-laki di hadapannya. Baru saja ia ditolong dari teman lain yang menjahilinya.
"Sama-sama," jawab Herryl kecil yang masih terengah-engah karena baru saja mendorong teman yang usil menarik-narik rambut si gadis kecil.
"Kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Hardi yang cenderung lebih tenang. Gadis kecil itu menggeleng.
......***......
Herryl meneguk air putih di botol hijau miliknya. Teringat masa kecilnya saat pertama kali bertemu Maya.
Lulus TK, orangtuanya mengirim Herryl bersekolah di sekolah berasrama, sekolah khusus putra. Lulus SMP Herryl meminta untuk kembali ke Jakarta dan bersekolah di sekolah umum.
......***......
Sementara itu, di kelas 3-7 Arkan sedang mrnjelaskan tentang kromosom. Ramdan, Riana, dan khususnya Maya menyimak penjelasan teman mereka itu. Mendung di wajah dan hati Maya akibat ucapan Pak Sam telah memudar, terganti dengan kegigihan belajar hal yang tidak ia mengerti.
"Jadi, XY itu kromosom perempuan dan XX laki-laki?" tanya Maya memastikan. Arkan dan Ramdan menepuk kepala.
"Maaaay, kebalik," jawab Arkan sambil sedikit mengacak rambutnya sendiri. Tampaknya Arkan kewalahan menghadapi Maya yang kebal dengan Biologi. Terlihat dari rambutnya yang acak-acakan.
......***......
"May, yang ini jawabannya apa?" tanya Adrian sambil menunjuk buku teks matematika mereka. Sebuah soal terkait prisma yang belum dikuasai oleh Adrian dan ia hanya ingin mendapatkan jawabannya saja. Yap, seperti biasa. Adrian hanya tertarik pada pelajaran komputer.
"Oh, ini. Kita cari luas alas segitiganya dulu baru bisa hitung volumenya," jawab Maya.
"Gue mau jawabannya aja, May. A, B, C, D, apa E?" elak Adrian malas. Maya mendengar itu segera menatap Adrian tajam.
"Kamu kapan bisanya kalau cuma tahu jawabannya?" sahut Maya tidak mau kalah.
"Berisik, lo, May. Gue kan pengen nyontek," sahut Adrian lagi. Lagi, adu mulut di antara mereka berdua terjadi.
......***......
"Susah banget belajar kromosom, Kan," keluh Maya. Diambilnya botol biru miliknya untuk diteguk isinya, air putih.
"Nggak susah, May," sahut Ramdan.
"Nggak gitu. Setiap orang punya kecerdasannya masing-masing, kan? Mungkin Maya emang nggak cerdas di Biologi," ucap Maya menjelaskan argumennya.
"Ngeles aja. Bukan kecerdasan yang begitu maksudnya, May. Kecerdasan logis matematis, kebahasaan, spasial, musik, naturalis, jasmani, intrapersonal, dan interpersonal. Kata Bu Yuniar begitu maksudnya," rinci Arkan akhirnya.
"Ya itu. Biologi kan masuk ke naturalis, Kan. May nggak punya kecerdasan itu," sahut Maya lagi.
Sementara mereka saling beradu argumen, seorang siswi menatap mereka tidak jauh dari tempat duduk empat orang itu. Riana yang menyadari hal itu langsung menyapa sang siswi.
"Hei, Rima. Kenapa?" tanya Riana. Tangannya mengisyaratkan agar Rima mendekat. Rima menuruti Riana kemudian mendekati mereka.
"Itu... gue... boleh minta diajarin nggak?" tanya Rima. Maya tersenyum demi mendengar itu.
"Boleh banget. Arkan mau, kok, ngajarin kita. Ya, kan, Kan?" jawab Maya meminta persetujuan Arkan. Dilihatnya Arkan mengangguk.
"Tapi lo belajar yang bener, ya, jangan kayak Maya," celetuk Arkan yang sudah frustasi. Mendengar itu Maya dan yang lain tertawa. Terdengar ucapan terima kasih dari bibir Rima lalu ia ikut duduk menyimak penjelasan Arkan.
Ya, akhirnya aku mengerti. Aku tidak harus meratapi ketidakmampuanku dalam sebuah mata pelajaran, tapi aku harus bangkit dan belajar lagi. Terima kasih, Rima, mengajarkan sebuah semangat belajar padaku. Maya berbicara dalam hatinya, bersyukur dan kembali meniatkan untuk belajar.
"Oh iya, untung jam istirahat sekarang lama, ya," celetuk Ramdan.
"Iya, kita masih ada waktu buat makan nanti," jawab Riana.
"Nih, Rima, soal hemofilia. Jadi carrier itu nggak mengalami hemofilia tapi bisa menurunkan ke anak laki-lakinya," jelas Arkan merinci pertanyaan Rima.
"Jadi di sini elo rupanya?" tanya gadis cantik dengan nada ketus yang baru saja masuk ke dalam kelas 3-7. Tiga dayang-dayangnya mengikuti di belakang, mengepung meja tempat Rima duduk. Ya, Thalita datang ke kelas 3-7.
"Eh.. itu Thalita," jawab Rima terbata.
"Kita tungguin di kantin nggak dateng-dateng. Elonya asik di kelas," lanjut Thalita murka.
Rima menelan salivanya, takut.
"Ini, tadi..."
"Apa? Lo mau buat alasan apa?" tanya Thalita lagi.
"Tadi gue ada yang nggak ngerti, nanya Arkan," jawab Rima bernada lemah dan bergetar.
"Lo kan bisa tanya sama gue. Kenapa harus tanya orang lain?" hardik Thalita.
"Tapi, kita kan..."
"Apa? Lo berani protes sama gue?"
BRAKK!
"Berisik lo. Pergi sana daripada gangguin orang belajar," ujar Ramdan usai menggebrak meja.
"Lo ngusir gue?"
"Iya, ini kelas gue," jawab Ramdan lagi.
"Cih. Denger, ya, Rima. Lo itu bodoh, percuma belajar juga," ucap Thalita kesal.
"Nggak ada orang bodoh, yang ada cuma MALES. Oh, iya, gue baru inget kalian nggqk ngerti cara belajar," balas Ramdan sambil nyengir.
"Gu.. gue pergi dulu," ucap Rima. Ia sedih dengan sikap Thalita terhadapnya dan teman-teman sekelasnya.
"Lo tetap di sini, Rim, sama gue," ujar Ramdan sambil menahan tangan Rima.
Agnia melihat itu dan menutup mulutnya.
"Rima..." ucap Agnia terbata kemudian berbalik, lari meninggalkan kelas 3-7.
"Agni!" panggil Windy yang segera mengejarnya.
Thalita yang sudah mengerti situasi itu kemudian mengancam Rima, "Awas, lo, ya." Kemudian ia dan Karenina melangkah keluar kelas dengan angkuhnya.
Maya menatap kejadian di depan matanya dengan sesekali menahan napas. Tadinya ia sudah khawatir kalau ia menjadi penyebab Thalita marah. Tapi kini ia khawatir dengan Rima yang sepertinya mendapat murka trman gengnya.
"Udah, Rim. Nggak apa-apa," ucap Maya sambil menepuk bahu Rima.
"Kalian nggak ngerti," jawab Rima yang kemudian pergi ke kursinya, berdiam diri di sana.
Maya kemudian berdiri. Riana berusaha mencegahnya tapi Maya tetap mendekat ke kursi Rima.
"Nih, belum makan, kan?" ucap Maya ketika sudah duduk di samping Rima sambil menaruh sebungkus roti di meja Rima. Dilihatnya Rima masih menunduk.
"Mungkin May nggak ngerti. Tapi, May cuma bisa lakuin ini untuk Rima. May yakin, teman-teman Rima cuma marah sebentar. Nanti juga baik lagi. Karena Rima sahabat mereka. Ya, kan?" ucap Maya, berusaha menghibur.
Rima menoleh ke arah Maya yang masih tersenyum manis ke arahnya.
"Makasih," ucap Rima pada akhirnya. Maya mengangguk sebagai jawaban.
"Makan dulu, sebentar lagi bel istirahat selesai," ujar Maya mengingatkan sebelum kemudian pamit untuk kembali ke kursinya.
Di balik dinding kelas, tanpa mereka berdua sadari, seorang Ketua OSIS mendengarkan obrolan keduanya.
Seperti yang diharapkan dari seorang Maya. Ah, syukurlah kamu nggak apa-apa. Herryl membatin lega karena ia tadi khawatir ketika melihat Thalita dan gengnya menuju kelas 3-7.
...-bersambung-...
Hai, halloooo. Sudah update nih, dan...maaf kalau penjelasan kromosomnya kurang pas. Sya pribadi memang lemah di Biologi, sekeras apapun saya pelajari, hehehehe. Oh iya di bawah ini ada soal yang dibahas Adrian dan Maya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Nana_Ratna
masih belajar gen
2022-09-06
0
sry rahayu
tiap org punya bakat dan minat yg berbeda kan thor
2022-05-31
1
Allunk Epengade
skarang soalnya bukan yang itu lagi thor tapi, menu tiap hari wkwkwk
2021-10-18
0