Jam hampir menunjukkan pukul 23.00. Badai sudah berakhir. Berapa pelayan dibantu penjaga membersihkan sekitar rumah. Seharian berada dalam rumah dan hanya bermalasan membuat suasana yang hampir tengah malam ini seperti siang hari.
Mereka nampak membuat perapian di area piknik keluarga di samping kolam renang. Paman Sam dan Bibi Bertha bahkan menghidangkan barbeque untuk mereka.
Kevin beberapa kali memperbaiki posisi duduknya. Bantal sofa yang jadi sandarannya sudah tak berguna sama sekali. Pinggangnya sakit. Dipelukannya ada Felisha yang tidur dengan lelap. Ada sisa airmata mengering disudut matanya.
Ternyata Felisha tak setegar apa yang selama ini dilihat oleh Kevin. Felisha sangat takut akan gelap. Bila mati lampu, dia akan mudah menjadi histeris dan panik. Itu yang terjadi tadi ketika listrik kota dipadamkan akibat badai.
Kevin bahkan harus menenangkan Felisha. Untung saja itu tidak mengundang perhatian seisi rumah.
"Hei..hei...lihat aku...ada aku disini" Kevin menyalakan flaslight ponselnya dan mendekatkan kearah Felisha.
"Its Ok.., semua akan baik-baik saja" Kevin memeluk Felisha.
Felisha mengeliat, ia terbangun.
"Kau sudah bangun ? bisakah kau berdiri sekarang, tubuhku sepertinya mati rasa" kata Kevin.
Sigap Felisha berdiri.
"Maaf, Kev"
Kevin tidak menjawab, ia hanya tersenyum kecut. Direnggangkan badannya. "Aaaaa...pinggangku sepertinya akan patah, air...air.."
Felisha mengambil air minum diatas meja. Kevin menghabiskannya tanpa ampun.
"Maafkan aku, apakah kau butuh yang lain ?"
"Kalau aku menyuruhmu untuk memijatku, apakah kau mau ?" tanya Kevin sambil memijit pinggangnya yang terasa sakit.
"Tentu saja. Aku ahlinya. GrandMa dan Jordyn sangat menyukai pijatanku" Felisha berkata sambil menepuk dadanya bangga.
Bahkan dia sudah memijatnya pacarnya, Kata Kevin dalam hati.
"Oke, aku minta pijatan itu untuk pertanggungjawaban membiarkan Tuan Muda yang tampan dan disukai hampir seluruh populasi wanita usia 20 sampai 35 tahun dinegara ini memelukmu selama hampir 2 jam"
Felisha mendengus kesal. Kevin tersenyum mengejek melihat ekspresi Felisha.
Berhentilah tersenyum Tuan Muda Kevin. Aku masih sangat malu mengetahui kalau aku menciummu, tidak perlu memamerkan senyuman bernilai 100 itu didepanku.
Kevin mencari minyak untuk pijat di kamar mandi, sementara Felisha mengintip keluar dari balik tirai kamar. Diluar sangat ramai. Mereka tampak seperti berpesta bukan bekerja. Ada Nathan, Sebastian, dan Arkana juga.
"Hei, tutup jendela itu, kau tidak mau kan mereka tahu kau ada disini"
"Aku hanya..." Felisha berbalik. "Aaarrrrghhhh, kenapa kau hanya mengenakan celana dalam" Felisha kembali membalikkan badannya.
"Kau bilang akan memijatku kan ? Aku begini kalau akan dipijat"
"Pakai celanamu" perintah Felisha
"Kau bahkan berani memerintah Tuan Mudamu...hah..." Kevin mendengus kesal.
"Pakai celana pendekmu atau aku tidak akan memijatmu"
"Oke..Oke..." Kevin mengalah.
20 menit kemudian sesi pijat memijatmu itu selesai. Bukan Kevin tidak menyukai pijatan Felisha tapi karena Felisha merasa 'aneh' menyentuh tubuh Kevin.
Aku menciumnya dan tadi aku menyentuh tubuhnya. Apakah kau sekarang sedang mencoba menggodanya, Felisha ?. Felisha menggeleng-gelengkan kepalanya. Mengusir pikiran mesum dari otaknya.
Tak jauh dari Felisha berdiri, ada Kevin yang tengah berjalan kearahnya. Ia membawa teh hangat dan cemilan.
"Makanlah, Lovely membawakannya untuk kita"
Felisha menoleh sebentar kemudian kembali melihat keluar jendela.
"Buka saja tirainya, pemandangan disekitar danau pada malam hari memang sangat bagus"
Felisha mengikuti ucapan Kevin, dibukanya tirai kamar itu.
"Aku bahkan belum pernah melihat ini" Sahut Felisha.
"Aku baru saja menambahkan lampu warna warni itu disana. Pohon-pohon disana terlihat seperti pohon natal dengan lampu itu kan hehehe" Kevin tertawa kecil. Ia meminum tehnya kemudian ikut berdiri disamping Felisha.
"Oh iya, taman lili itu, kau sendiri yang merawatnya ?" tanya Felisha. "Maafkan aku tentang insiden waktu itu. Aku kira kau pencuri atau penyusup"
Kevin tersenyum. "Aku maafkan. Ya..kadang aku sendiri yang turun tangan tapi jika aku sedang sibuk, mau tak mau tukang kebun yang merawatnya"
"Kau suka berkebun ?" tanya Felisha.
"Hanya untuk bunga lili" jawab Kevin tegas.
Felisha mengernyitkan dahinya. Kevin menghela napas panjang.
"Kau lihat bangunan ditengah danau itu ?" tanya Kevin sambil menunjuk sebuah bangunan berbentuk seperti gazebo ditengah danau.
Felisha mengangguk.
"Itu tempat peristirahatan terakhir Mama, Ny. Lily Abraham Rayden" kata Kevin sambil memandang lurus kedepan.
"Hmm...,maaf Kev, aku tidak tahu..."
"Tidak apa-apa. Itu hampir 10 tahun yang lalu, Mama pergi meninggalkan kami semua. Sebastian dan Arkana bahkan hanya tahu wajah Mama melalui foto"
Felisha refleks memegang tangan Kevin. Kevin menoleh kearahnya.
"Pasti Ny. Lily bangga melihatmu sekarang. Anaknya tumbuh menjadi pria sukses dan digilai banyak wanita"
Kevin tertawa mendengar ucapan Felisha, dia tahu kalimat "digilai banyak wanita" itu kalimat candaan Felisha. Felisha ikut tertawa.
Nilai 100. Nilainya 100 untuk senyuman dan tawa ini. Kembali Felisha memuji Kevin dalam hati.
"Kau masih mau memegang tanganku ? Bisakah aku pergi mengambil cemilan dulu ?" goda Kevin. Sontak Felisha melepaskan tangan Kevin. Kevin kembali tertawa.
Kevin meletakkan gelasnya dimeja kemudian duduk dipinggir tempat tidurnya.
"So, bagaimana dengan 3 pertanggung jawabanmu ? Sudah ada ide ?"
Felisha mendengus kesal.
Kenapa kau kembali berubah menjadi Tuan muda yang menyebalkan, Kevin, umpat Felisha dalam hati.
"Aku.."
"Oh iya aku lupa, 5 pertanggung jawaban" Kata Kevin.
"Kok bertambah 2 ?"
"1 untuk polusi udara lokal dikamarku tadi pagi"
Felisha cengengesan mendengar perkataan Kevin barusan. Tadinya ia pikir kalau Kevin sudah melupakannya.
"Cengar cengir, pikirmu polusi buatanmu tidak mematikan apa ?" Kevin mengibas-ngibaskan tangan didepan hidungnya.
Felisha menggigit bibirnya, "Kelepasan hehe, terus satunya lagi ? aku harus bertanggung jawab tentang apa ?"
"Ini..." Kevin mengangkat tangan kanannya. "Kau memegang tanganku tadi kan"
"Aku tak sengaja, aku refleks begitu mendengar ceritamu", wajah Felisha memerah.
"Kenapa wajahmu memerah ? aku bahkan tak berpikir apa-apa" sahut Kevin dengan coolnya. Padahal sedari tadi Kevin menahan perasaannya yang tak karuan dan jantungnya yang terus saja berdegup kencang.
"Kalau tak memikirkan apa-apa, bagaimana kalau kita impas ? Aku minta maaf Kevin atas semua tindakan bodohku. Tapi itu juga ciuman pertamaku....", Felisha menutup mulutnya.
Kenapa kau harus mengatakan itu, bodoh.
Mendengar ucapan Felisha, Kevin tertawa terbahak-bahak.
"Jadi itu ciuman pertamamu", Kevin kembali tertawa
"Kevin diamlah. Itu sama sekali tidak lucu"
Kevin tidak memperdulikan ucapan Felisha, dia terus tertawa.
"Kevin, aku akan memukulmu jika kau terus tertawa"
"Aku tak perduli, pukul saja aku"
Felisha memanyunkan bibirnya.
"Aku mau tidur, pergilah dari sini" usir Felisha.
"Eits...ini kamarku Nona" Kevin bangkit dari duduknya. Ia berjalan pelan mendekati Felisha.
"Kevin apa yang akan kau lakukan ?"
"Meminta pertanggung jawaban, apa lagi kalau bukan itu", Kevin kian mendekat kearah Felisha.
"Aku bilang mundur Kev, berhenti disana, aku akan berteriak jika kau berani menyentuhku"
Kevin menghentikan langkahnya.
"Aku cuma berusaha menakutimu. Lagipula kau bukan tipeku" Kevin mengedipkan matanya. "Orang seperti apa yang akan mencium seseorang yang bukan tipenya"
Felisha sadar bahwa Kevin tengah mengerjainya. Tangannya terkepal menahan emosi.
"Tidurlah, ciuman pertamamu ini juga akan tidur, selamat malam"
"Keevvviiiinnnn" umpat Felisha penuh emosi. Kevin tersenyum penuh kemenangan.
**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
~ Dyan Ramanda ~
makin seru.....
2020-05-22
1
Besse Sulfiani
ngaka thor😁
2020-05-21
1