...🌻[Beri like dan Vote]🌻...
Pagi telah tiba. Aradella bangun dari ranjang begitu pagi-pagi dan segera mandi. Setelah dirinya sudah siap, Aradella duduk di kursi riasnya sambil memandang pantulan dirinya.
"Huftt ...." Ella menghela nafas sebentar masih terbayang-bayang pikiran kotornya untuk tidur dengan Presdir Devan. Ella mulai menyadari suaranya kembali normal.
Ella menyentuh bibirnya dan mulai berbicara. "Aku-aku ... bisa bicara lagi?" Seketika wajah Ella berseri-seri mendengar suaranya kembali. Dari kemarin Ella sangat menyedihkan. Tapi sekarang, gadis muda ini akan mencoba mencari cara untuk memperbaiki dirinya.
Ella melihat jam dinding sudah pukul 07.55 Pagi. Ella segera keluar dari kamarnya yang kecil dan tanpa sengaja bertemu dengan Bu Jeje. Bu Jeje berdiri tepat dihadapannya, Bu Jeje datang ingin membangunkan Ella agar bisa bekerja kembali.
"Selamat pagi, Bu." Sapa Ella menunduk. Kening Bu Jeje mengerut heran mendengar Ella bisa bicara. Entah, tiba-tiba saja wajah Bu Jeje merah bukan karena malu tapi sepertinya dia marah pada Ella.
"Aah!" ringis Ella dicengkram lengannya pada Bu Jeje.
"Kamu ... beraninya berbohong padaku!" bentak Bu Jeje melototi Ella.
"Kamu mengatakan padaku kemarin jika dirimu tidak bisa bicara dan sekarang kamu malah bisa bicara di depanku, apa kamu sedang mempermainkanku, ha!" Bu Jeje kembali membentak.
Ella mulai sadar lalu meringis kesakitan dan berkata, "Saya tidak bermaksud untuk mempermainkan, Bu Jeje. Saya kemarin dijebak dan benar-benar tidak bisa bicara. Bu Jeje jangan salah paham padaku," mohon Ella agar Bu Jeje melepaskan cengkramnya. Bu Jeje menatap serius Ella lalu menjatuhkannya ke lantai.
"Ah!" jerit Ella kesakitan. Bu Jeje tersenyum miring melihat Ella menunduk di hadapannya.
"Ada apa ini ribut-ribut?" Suara lelaki mengagetkan Bu Jeje. Bu Jeje segera menunduk kepada Presdir Devan yang tak sengaja melewati mereka berdua.
"Maaf-maaf, Tuan muda. Saya hanya memberi arahan pada gadis ini. Dia begitu berani berbicara kasar kepadaku." Bu Jeje berbohong menyembunyikan fakta. Seluruh tubuh Bu Jeje gemeteran takut dengan amarah Presdir Devan.
Devan melihat Ella yang masih duduk di lantai dan berkata, "Berdirilah, jangan membuat keributan di sini!" tegas Devan. Ella segera berdiri di samping Bu Jeje dan menunduk ketakutan.
Devan mendecak sebentar lalu pergi dari Villanya ingin ke perusahaannya. Devan sebenarnya tahu jika Bu Jeje berbohong, akan tetapi Devan memiliki rencana untuk memecat suatu saat nanti pelayan Bu Jeje.
Bu Jeje mengelus dadanya merasa terselamatkan. Akan tetapi, dirinya kembali menarik Ella dengan paksa untuk kembali bekerja. Ella hanya bisa pasrah diperlakukan oleh Bu Jeje.
Para pelayan gadis di ruang dapur merasa marah besar. Dari raut wajah mereka sepertinya ada kekesalan terhadap Ella.
"Hei, lihatlah dia. Aku tidak sengaja melihatnya kemarin keluar dari kamar Tuan muda." Tunjuk salah satu pelayan yang rambutnya diikat ke belakang kepada Ella yang lagi menyapu lantai.
"Apa? Kamu yakin?" Teman pelayan itu terkejut mendengarnya.
"Aku yakin. Tapi, dia dikeluarkan oleh Tuan muda. Tuan muda sangat marah mendapatinya di dalam kamarnya. Dia pasti sudah punya niat jahat untuk tidur dengan Tuan muda," jelas pelayan itu mendecak.
"Cih, bisa-bisanya dia masih tinggal di sini. Jika aku anggota keluarga Tuan muda, aku sudah menendangnya keluar dari rumah ini."
Itulah obrolan dari mereka untuk Ella. Ella cuma bisa menutup matanya, obrolan seperti ini sudah terbiasa Ella dengar dari cacian adik tirinya. Meski begitu hatinya tetap merasa sakit.
"Huft, sabar. Aku harus sabar, pasti ada jalan untukku mengubah semua ini." Ella mengelus dadanya dan segera mempercepat pekerjaannya.
💝
💝
Sementara di kantor. Presdir Devan sedang duduk sambil membaca dokumen-dokumen di depannya. Pikirannya masih terbayang-bayang dengan Ella. Apalagi wajah menyedihkan Ella malah sudah mengerat di pikirannya.
Plak!
Devan menutup dokumennya dan mendesis tak karuan lagi. Deva menyandarkan pungungnya lalu menutup kedua matanya untuk berpikir jernih.
Akan tetapi, seseorang membuka pintu ruangannya hingga kosentrasi Devan buyar. Devan membuka kedua matanya dan melihat Sekretaris Hansel berdiri di depan mejanya.
"Ada apa?" tanya Devan singkat. Sekretaris Hansel tersenyum lalu bertanya balik.
"Bagaimana kabar, Presdir?"
"Baik, sangat-sangat baik." jawab Devan meski ada sedikit kerutan di pinggir matanya merasa kesal dengan senyuman Hansel seperti ingin menertawainya.
"Tapi, dari hasil pengamatanku, sepertinya Presdir dalam kondisi berantakan sekarang." Ucap Hansel menebaknya.
"Ck, aku tahu maksudmu datang kemari. Jika ingin menertawaiku, lebih baik keluarlah. Aku tidak ingin membahasnya lagi." Devan melambai tangannya mengusir Hansel.
"Baiklah, karena aku sudah tahu kondisi, Presdir. Aku pamit, permisi ...." ucap Hansel menunduk lalu berbalik. Baru mau melangkah ingin pergi, Devan kembali memanggilnya.
"Hansel, tunggu,"
Hansel berbalik, "Ada apa, Presdir?" Hansel melihat Devan.
"Lebih baik, kamu bawa pulang saja gadis yang aku beli. Aku tidak ingin menampungnya di Villaku, jadi ...." Devan terhenti akibat Hansel segera memutuskannya.
"Maaf, Presdir. Saya tidak bisa, gadis ini dibeli oleh anda. Saya tidak bisa membawanya bersamaku. Permisi." ucap Hansel menunduk dan segera pergi keluar.
Mendengar ucapan Hansel, Devan jadi semakin kesal. Tidak sangka sekretarisnya ini menyebalkan juga. "Apa dia sudah tidak menganggapku sebagai atasannya?"
Devan berbalik melihat ke jendela. Devan mengepal tangannya melihat sebuah gedung berjarak tidak jauh terpampang di depannya.
"Aish, dia pasti akan merepotkan tinggal di Villaku," desis Devan menutup keduanya matanya mulai berpikir tentang Ella.
Baru saja mau melepaskan beban pikirannya, Hansel malah menghubunginya dan mengatakan jika nanti sore Devan harus menghadiri rapat. Devan hanya mengiyakannya lalu mematikan panggilan itu. Akan tetapi, ponselnya kembali berdering. Devan mulai kesal merasa Hansel sedang mempermainkannya.
"Halo, ada apa lagi, Hansel!" ucap Devan bernada tinggi.
"Kakak Devan, ini aku Viona. Kakak Deva kenapa marah?" tanya seorang gadis muda lebih tua dari Ella. Gadis ini sedang duduk di sebuah restoran milik ayahnya. Sifatnya manja, lembut dan juga sangat menyukai Devan. Memiliki paras yang cantik juga. Meski begitu, Viona memiliki kelicikan terhadap Devan.
Devan terperanjak sudah berbicara kasar. "Ah, Viona. Ada apa menghubungiku?" tanya Devan begitu lembut. Jujur Devan sedikit menyukai Viona, tapi Devan sudah menganggapnya sebagai adik.
"Kak Devan, sudah lama tidak ke sini. Bisakah hari ini Kak Devan menemaniku, ada resep masakan terbaru yang bisa kita coba bersama di restoran Ayahku." mohon Viona terdengar manja. Devan tentu akan setuju jika soal resep masakan. Lelaki ini segera mengiyakan lalu mematikan panggilan itu. Devan menghepaskan kemejanya lalu pergi bermaksud ke restoran Viona.
Viona yang lagi duduk di kursi, ada senyuman licik dari bibirnya. "Hari ini aku tidak akan melepaskanmu, Kak Devan. Aku ingin kamu menjadi milikku dan tidak ingin menjadi adik angkatmu saja." Viona serius dengan ucapannya. Gadis muda ini berdiri dan pergi mengatur sebuah rencana.
...______...
...🌻🌻🌻...
...Instagram : @asti.amanda24...
...YouTube : Aran Channel...
...•|| Semoga suka ya ||•...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Kimyumi
lanjut
2021-12-31
0
Mazree Gati
males isinya kekerasan fisik
2021-09-25
0
Qiza Khumaeroh
past mau dijabk nih dasar ulet bulu,,
2021-08-12
0